PERKEMBANGAN KOPERASI INDONESIA
TAHUN 1896-1968
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian
yang dibina oleh Prof. Dr. Hariyono, M.
Pd dan Indah W. P. Utami, S.Pd., S. Hum., M.Pd
Oleh:
TAUFIKUR
ROHMAN (110731435515)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Koperasi merupakan suatu badan usaha
bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang
umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar
persamaan hak, kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan para anggotanya (Kartasapoetra Dkk, 1987: 1). Koperasi
mampu berkembang maupun surut tergantung dari semua anggota yang tergabung
didalamnya, apabila rasa kebersamaan sesame anggotanya erat, kemungkinan besar
koperasi tersebut akan maju. Pada masyarakat saat ini banyak sekali berkembang
koperasi, ada koperasi para petani yang anggotanya merupakan para petani-petani
setempat, ada pula koperasi pekerja yang beranggotakan para pekerja-pekerja,
serta koperasi-koperasi lainnya.
Koperasi lahir pada permulaan abad
ke-19, sebagai reaksi terhadap system liberalisme ekonomi, yang pada waktu itu
segolongan kecil pemilik-pemilik modal menguasai kehidupan masyarakat. Di
Indonesia koperasi berkembang secara pesat sejak sebelum kemerdekaan yaitu masa
Kolonial, sampai masa sesudah kemerdekaan Koperasi masih tetap menunjukkan
perkembangnnya, bahkan Koperasi juga ikut berkontribusi dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia saat Belanda melakukan Agresi militernya di Indonesia.
Sejarah panjang masa penjajahan di
Indonesia menyebabkan kemiskinan rakyat Indonesia dengan segala akibatnya.
Buruh, tani, pegawai bangsa Indonesia menjadi hisapan lintah darat Belanda dan
Bangsa asing lainnya (Chaniago, 1985: 115). Dengan keadaan itu, pada tahun
1896, patih Purwokerto yang bernama R. Aria Wiraatmaja berinisiatif mendirikan
“Hulp Spaarbank” (Bank Simpanan) untuk menolong para Priyayi. Lembaga yang di
dirikan patih Purwokerto inilah yang menjadi embrio lahirnya Koperasi di Indonesia.
Dengan adanya fakta-fakta yang
mengiringi berdirinya Koperasi di Indonesia, penulis ingin menyampaikan
gagasannya dalam sebuah karya tulis yang berupa Makalah dengan judul PERKEMBANGAN KOPERASI INDONESIA TAHUN 1896-1968.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
Koperasi Itu serta apa sajakah yang ada dalam Koperasi ?
2. Bagaimana
perkembangan Koperasi di Indonesia sebelum kemerdekaan?
3. Bagaimana
perkembangan Koperasi di Indonesia sesudah kemerdekaan?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui apakah yang dimaksut Koperasi serta apa saja yang ada dalam Koperasi.
2. Untuk
mengetahui perkembangan Koperasi di Indonesia sebelum kemerdekaan.
3. Untuk
mengetahuai perkembangan Koperasi di Indonesia sesudah kemerdekaan.
D.
Metode
Penelitian
Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan Study Kepustakaan. Dimana sumber-sumber
yang digunakan dalam penulisan karya ini berupa buku-buku yang relevan dengan
topic yang ingin dipaparkan peneliti. Dalam penulisan karya ini penulis
menggunakan sumber sekunder, yaitu buku. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian Historis, sedangkan jenis penelitiannya adalah Deskriptif Naratif.
1.
Pemilihan
Topik
Pemilihan
topik sebaiknya digunakan dua pendekatan yakni, berdasarkan kedekatan emosional
dan intelektual (Kuntowijoyo, 1994: 95). Pada penulisan ini, alasan penulis mengambil
topic tentang Koperasi Indonesia adalah dengan adanya factor banyaknya sumber
yang membahas mengenai Koperasi Indonesia, dengan alasan tersebut peneliti
berharap dengan banyaknya sumber tersebut bisa membuat hasil penulisan karya
makalah ini lebih maksimal.
2.
Heuristik
Heuristik
adalah pengumpulan sumber-sumber sejarah (Kuntowijoyo, 1994: 95). Peneliti
melakukan pengumpulan data berupa buku-buku, arsib-arsib serta data lain yang
mendukung untuk penelitian ini. Kemudian Sumber yang ditemukan oleh penulis
kemudian diklasifikasikan menjadi dua yaitu sumber utama dan sumber kedua.
Sumber utama merupakan sumber asli yakni bukti yang sejaman dengan suatu
peristiwa yang terjadi. Sedangkan sumber kedua yaitu apa yang ditulis oleh
sejarawan sekarang ataupun sebelumnya berdasarkan sumber pertama.
3.
Kritik
sumber
Dalam
tahap Verifikasi ini merupakan proses melakukan kritik sumber, dalam kritik
sumber ada dua jenis yaitu kritik Intern dan kritik Ekstern.
A.
Kritik
Eksternal
Kritik eksternal
adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari
sumber sejarah. Kritik Eksternal harus dilakukan lebih dahulu karena
berhubungan dengan otensitas atau keaslian sumber. Sumber yang dinilai asli
itulah yang nantinya akan melalui tahap selanjutnya yang bertujuan untuk
mempertanyakan relibilitas sumber.
Dalam melakukan
kritik eksternal ini peneliti tidak bisa melakukan terhadap data tertulis
karena tidak memungkinkan. Sedangakan yang memungkinkan yaitu kritik eksternal
berupa wawancara dengan sumber. Tetapi dalam penelitian ini tidak terdapat
sumber primer berupa orang, sehingga kritik eksternal ini tidak dilakukan.
B.
Kritik
Internal
Kritik
Internal merupakan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber: kesaksian (testimoni)
(Sjamsudin, 1996:143). Dalam tahap ini peneliti melakukan kritik terhadap
sumber yang ditemukan, apakah sumber tersebut sudah masuk untuk digunakan
sebagai rujukan penulisan sejarah.
4.
Interpretasi
Interpretasi
atau lebih sering disebut sebagai penafsiran adalah proses menganalisis fakta
yang telah ditemukan pada sumber-sumber tersebut, dengan bantuan teori-teori
dari ahli maka akan dilakukan pencarian interpretasi yang tepat terhadap makna
dari sumber tersebut. Untuk menghindari subyektifitas dalam melakukan
interpretasi ini, maka dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Analisis
Analisis ini
dilakukan untuk mencari fakta yang sebenarnya, sehingga fakta tersebut dapat
digunakan untuk penulisan karya ilmiah ini.
2. Sintesis
Sintesis atau
lebih sering disebut sebagai proses menyatukan fakta-fakta yang ditemukan,
gabungan dari fakta-fakta tersebut akan menjadi sebuah peristiwa yang kelak
akan menjadi hasil dari penelitian ini.
5.
Historiografi
Historiografi
adalah kegiatan intelektual yang dilakukan oleh sejarawan untuk mengerahkan
segala kemampuan intelektualnya dalam membuat deskripsi, narasi, analiti
kritis, serta sintesis dari fakta-fakta, konsep-konsep, generalisasi, teori,
hipotesis sehingga menghasilkan suatu bentuk penulisan sejarah yang utuh yang
disebut historiografi (Sjamsudin, 1996: 177).
Dengan mencurahkan semua hasil penelitian yang telah dilakukan, dengan
dibantu teori-teori dari ilmu lain untuk menyempurnakan hasilnya. Maka proses
penulisan sejarah pun dilakukan, dalam menulis hasil penelitian ini peneliti
menggunakan pola deskriptif naratif.
BAB II
ISI
1.
Koperasi
Indonesia
Koperasi berasal dari kata Co dan Operation, yang mengandung arti bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Oleh sebab itu definisi koperasi adalah, suatu perkumpulan yang beranggotakan
orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai
anggota; dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk
mempertinggi kesejahteraan jasmaniah
para anggotanya (Chaniago, 1985: 1). Koperasi merupakan suatu badan usaha
bersama yang berjuang dalam bidang ekonomi dengan menempuh jalan yang tepat dan
mantap dengan tujuan membebaskan diri para anggotanya dari kesulitan-kesulitan
ekonomi yang umumnya diderita oleh mereka.
Selain pengertian diatas, dalam kamus
popular yang diterbitkan “Tulus Jaya” Surabaya, koperasi diartikan sebagai
badan perkumpulan yang bertujuan mengadakan kerja sama dalam hal mengatur
kebutuhan-kebutuhan bersama, para anggotanya membentuk modal bersama melalui
simpanan-simpanan wajib dan sukarela, dengan modal itu didatangkan
barang-barang keperluan para anggota (bersama), keuntungan yang diperoleh
setiap tahun dibagikan kepada para anggota, dan secara kemufakatan bersama
sebagian diperuntukkan dana-dana, guna menggerakkan koperasi lebih lanjut
(Kartasapoetra Dkk, 1987: 2). Pengertian
koperasi di setiap Negara memiliki perbedaan dengan yang ada di Indonesia, hal
itu di pengaruhi oleh kehidupan yang berbeda dan cara hidup yang relative
berbeda pula.
Untuk memberikan penngertian tentang
apakah yang dimaksud dengan Koperasi Indonesia, kita tidak boleh menyamakan
dengan pengertian-pengertian koperasi dari luar tersebut, karena cara-cara
berkoperasi yang dianggap baik dijalankan diluar negeri, kemungkinan ada yang
kurang cocok untuk dijalankan di Negara kita. Jadi dalam hal mengimpor
pengertian koperasi dari luar negeri,
kita harus mengadakan penyesuaian-penyesuaian dengan beberapa aspek yang ada di Negara kita.
Misalnya, cita cita segenap bangsa Indonesia, kondisi-kondisi yang berlaku
serta kebutuhan-kebutuhan yang nyata dari masyarakat, serta mengacu pada pasal
33 ayat (1) UUD 1945.
Mengenai pasal 33 UUD 1945, Bung Hatta
menerangkan dalam amanat beliau pada hari koperasi tahun 1956, yang berbunyi:
apabila diperhatikan benar-benar semangat UUD Negara kita, ternyatalah bahwa
pembangunan ekonomi nasional terutama harus dilaksanakan dengan dua cara, Pertama, pembangunan yang besar-besar di
kerjakan oleh pemerintah atau dipercayakan pada badan, badan hokum yang
tertentu dibawah pengawasan pemerintah. Pedomannya mencapai “sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Kedua,
pembangunan yang kecil-kecil dan sedang besarnya dikerjakan oleh rakyat secara
koperasi.koperasi dapat berkembang berangsur-angsur dari kecil, sedang, menjadi
besar dari pertukangan atau kerajinan
menjadi industry. Di antara medan yang dua ini, usaha pemerintah dan koperasi,
sementara waktu masih luas medan usaha bagi inisiatif pertikelir dengan
berbagai bentuk perusahaan sendiri (Damanik, 1985: 46).
Dengan mengacu pada beberapa hal
tersebut, maka pengertian Koperasi Indonesia menurut UUD No 12 tahun 1967
adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak social, beranggotakan
orang-orang, atau badan-badan hokum Koperasi yang merupakan tata susunan
ekonomi sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan. Koperasi Indonesia
memiliki asas-asas yang menjadi dasar dalam pergerakan memajukan Koperasi serta
semua anggotanya.
1.1.Asas Koperasi Indonesia
Koperasi Indonesia adalah organisasi
ekonomi rakyat Indonesia yang demokratis dan berwatak sosial. Meskipun Koperasi
Indonesia berwatak sosial, namun Koperasi Indonesia tidak boleh mengabaikan
hukum-hukum ekonomi yang rasional (Sagimun, 1988: 56). Anggota koperasi bekerja
sama menyelenggarakan produksi, pembelian, penjualan, simpan pinjam, atau
kredit, pemberian jasa, dan sebagainya. Semua kegiatan tersebut dilakukan
bersama-sama anggota koperasi, kelak keuntungan yang didapatkan juga dibagi ke
semua anggota. Hal itu mencerminkan dari asas yang ada pada Koperasi Indonesia.
Koperasi Indonesia berasaskan
kekeluargaan dan kegotong royongan. Sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia
tata kehidupan berasaskan kekeluargaan
dan bekerja sama saling membantu (Chaniago, 1985: 21). Asas Koperasi
Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa menunjukkan adanya perbedaan
dengan asas Koperasi di bangsa lain, hal ini hamper sama dalam menarik
pengertian Koperasi Indonesia yang juga harus melihat kearah diri bangsa
Indonesia yang memiliki perbedaan kepribadian bangsa dengan Negara lain.
Bagi Koperasi asas gotong royong berarti
terdapatnya keinsyafan dan kesadaran semangat dan tanggung jawab terhadap
akibat dari kerja tanpa memikirkan untuk diri sendiri, akan tetapi selalu untuk
kesejahteraan bersama. Masalah solidaritas merupakan unsur penting, karena
Koperasi tidak dapat berkembang secara sendiri. Satu sama lain harus saling
membantu dan mengenal terhadap kemajuan yang diperoleh. Hubungan antar anggota
sudah seperti keluarga sendiri, dimana apabila ada anggota yang mengalami
masalah, maka anggota lain sudah selayaknya membantu dalam bentuk apapun.
Asas Koperasi Indonesia memiliki makna
tersendiri , asas Kekeluargaan mencerminkan
adanya kesadaran dari budi, hati nurani manusia sama dalam Koperasi oleh semua
untuk semua. Sedangkan asas Kegotong-Royongan,
bahwa pada Koperasi terdapat keinsyafan dan semangat bekerja sama rata
bertanggung jawab bersama tanpa memikirkan diri sendiri melainkan selalu untuk
kesejahteraan bersama. Asas gotong royong dan kekeluargaan dalam koperasi merupakan pikiran dinamis yang
dapat menggambarkan suatu kerja bersama dalam pelaksanaan kewajiban dan hak
bantu membantu berdasarkan keadilan dan cinta kasih. Asas koperasi secara
yuridis terdapat dalam UUD 1945 pasal 33, dimana dalam pasal 33 dijelaskan
mengenai bagaimana asas koperasi dijalankan.
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi
ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau
penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang di utamakan,
bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan
itu ialah Koperasi (Siwijatmo, 1982: 56). Dalam teori ini, perekonomian Negara
yang berguna bagi hidup orang banyak harus dibawah pengelolaan pemerintah.
Hanya perusahaan yang tidak memiliki hajat bagi orang banyak yang boleh di
kelola perseorangan.
1.2.Dasar-Dasar Koperasi
Indonesia
Dasar-dasar atau prinsip koperasi
bersumber pada apa yang dikenal dengan nama Rochdale
Principles. Walaupun intinya sama, namun penafsiran tentang dasar-dasar
koperasi dari zaman ke zaman tidak selalu sama.. situasi dan kondisi masyarakat
serta kemajuan teknologi pasti berpengaruh pula pada Koperasi. Demikian pula
dengan gerakan koperasi di Indonesia. Betapa pun berbedanya intensitas response
terhadap koperasi dari satu negeri ke satu negeri yang lain, namun dasar-dasar
koperasi Rochdale masih juga tetap dianggap sebagai dasr-dasar koperasi yang
utama. Rochdale Pioneers telah membuktikan bahwa modal mental dan modal moral
anggota-anggotanya lebih penting daripada modal uang atau kapital. Dasar
koperasi Rochdale selalu menanamkan kepada anggota-anggotanya dasar berkoperasi
yang baik, cara-cara bekerja sama untuk memperbaiki taraf hidup dan
kesejahteraan bersama.
Sampai saat ini dasar koperasi dari
Rochdale masih tetap menjadi acuan bagi semua Negara yang memiliki koperasi,
Indonesia juga termasuk Negara yang menggunakan dasr dari Rochdale tersebut.
Maka di Indonesia ada beberapa dasar Koperasi yang disusun berdasarkan atas
dasar dari Rochdale tersebut :
·
Masuk dan Berhenti
Menjadi Anggota Koperasi Atas Dasar Sukarela
·
Satu Anggota Satu Hak
Suara
·
Koperasi Indonesia
Netral Terhadap Agama dan Politik
·
Pembelian dan Penjualan
Secara Tunai
·
Pembagian keuntungan
Koperasi Menurut Jasa Anggota-Anggotanya
·
Harga Penjualan
Disamakan dengan Harga Pasar Setempat
·
Kualitas, Ukuran dan
Timbangan serta Takaran Barang-barang Koperasi Harus Dijamin
·
Koperasi Diurus dan
Dikemudikan oleh Anggota-Anggotanya sendiri
·
Penyelenggaraan
Pendidikan Bagi Anggota-anggota Koperasi
Dari semua dasar Koperasi diatas
memiliki makna masing-masing dalam penyelenggaraan koperasi di Indonesia, semua
dasar tersebut ada pada pasal 6, bagian 4 UU no. 12 tahun 1967.
2.
Koperasi
Indonesia Masa Sebelum Kemerdekaan
Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat,
ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh
sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya
sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan
beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong
dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Jauh sebelum Indonesia merdeka, sejak
masa pemerintahan Hindia Belanda Koperasi sudah mulai berkembang di Indonesia,
bahkan lebih lama dari itu cikal bakal adanya koperasi sudah mulai tampak,
namun dalam bentuk yang masih belum terorganisir. Sebelum abad ke-16 tata
perekonomian Indonesia bersifat gotong royong, misalnya, di desa-desa terdapat
kerja-sama dalam penggarapan sawah, dan pendirian pondok. Hal-hal tersebut
menjadi contoh bagi Koperasi saat ini, dimana system kerjanya juga secara
gotong royong sesame anggotanya.
Namun dengan datangnya bangsa barat yang
kemudian membuat bangsa Indonesia menderita, bangsa barat yang dating dengan
tujuan awal untuk mencari hasil bumi Negara kita ini kemudian menjajah bangsa
kita menimbulkan kesengsaraan yang amat dalam, taraf ekonomi masyarakat semakin
jatuh membuat kehidupannya semakin mengenaskan. Politik penjajahan menyebabkan
perekonomian Indonesia terbelakang.
Sejarah Koperasi sendiri dimulai pada
tahun 1896, patih Purwokwerto yang bernama R. Aria Wiriaatmadja berinisiatif mendirikan
“Hulp Spaarbank” (Bank Simpanan)
untuk menolong para priyayi (pegawai) supaya terhindar dari hisapan lintah
darat, usaha itu mendapat bantuan asisten residen Purwokerto E. Sieburgh
(Chaniago, 1985: 115). Inisiatif patih Purwokerto ini saat itu sangat membantu
para pegawai, dengan itu uang mereka sedikit aman dari para lintah darat
penjajah. Dengan suksesnya bank tersebut, kemudian ada rencana untuk
meluaskannya untuk sektor lai.
Pada tahun 1898 inisiatif R.
Wiriaatmadja tersebut diperluas oleh De Wolff van Westerrode, pengganti E.
sieburgh. Bank itu yang semulanya hanya membantu pegawai saja, tetapi diperluas
untuk membantu petani dan pedagang kecil, hal itu merupakan cita-cita dari
Reiffeisen dan Schultze Delitzsch. Cita-cita dari keduanya adalah terbentuknya
sebuah bank yang bisa memberikan kredit dan Simpan pinjam kepada anggotanya.
Namun pendirian koperasi yang di pelopori oleh orang Indonesia ini secara tidak
langsung mendapat rintangan dari pemerintah yang tidak menginginkan rakyat
Indonesia berkoperasi. Untuk menutupi politik rintangan tersebut, pemerintah
Hindia belanda mendirikan Algemene Volkscrediet Bank, rumah gadai, Bank desa
dan Lumbung sebagai ganti Bank penolong Simpanan dan kredit petani.
Pegawai Departemen Pertanian,
perindustrian dan perdagangan mulai memberikan pertolongan dan penerangan
tentang koperasi. Demikian juga anjuran untuk menolong orang-orang yang mau
mendirikan Koperasi. Sayangnya propaganda dan cara memimpin koperasi tidak
diberikan. Sewaktu Raden Soetomo mendirikan Budi Utomo tahun 1908, mencoba
memajukan Koperasi Rumah Tangga, akan tetapi hasil tidak memuaskan, karena
kurang sekali pengertian masyarakat terhadap asas dan tujuan koperasi.
Mungkin saat itu Koperasi kurang bisa
cepat berkembang dikarenakan beberapa aspek, diantaranya:
·
Belum ada instansi
pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan
penyuluhan tentang koperasi.
·
Belum ada Undang-Undang
yang mengatur kehidupan koperasi.
·
Pemerintah jajahan
sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik,
khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang
membahayakan pemerintah jajahan itu.
Untuk sedikit mengurai masalah yang
menimpa koperasi, maka dibentuk sebuah panitia untuk menangani koperasi. Panitia
koperasi terbentuk pada tahun 1920 yang diketuai oleh Dr. J. H. Boeke. Rupanya
pemerintah mulai insyaf bahwa koperasi merupakan alat untuk memperbaiki
perekonomian rakyat. Hasil dari panitia terciptalah peraturan koperasi stbl.
1927 No. 91 yang berlaku bagi rakyat Indonesia dengan syarat mudah dan murah
dari peraturan tahun 1915. Hasil kongres Koperasi tahun 1929, semangat rakyat
terhadap koperasi mulai berkobar-kobar dan dimana-mana koperasi di dirikan.
Namun hal itu tetap tidak menyurutkan niat Kolonial belanda untuk meminggirkan
Koperasi.
Upaya pemerintah kolonial Belanda untuk
memecah belah persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia ternyata tidak sebatas
pada bidang politik saja, tapi kesemua bidang termasuk perkoperasian. Hal ini
terbukti dengan adanya undang-undang koperasi pada tahun 1915, yang disebut
“Verordening op de Cooperative Vereenigingen” yakni undang-undang tentang
perkumpulan koperasi yang berlaku untuk segala bangsa, jadi bukan khusus untuk
Indonesia saja. Undang-undang koperasi tersebut sama dengan undang-undang
koperasi di Nederland pada tahun 1876 (kemudian diubah pada tahun 1925), dengan
perubahan ini maka peraturan koperasi di indonesia juga diubah menjadi
peraturan koperasi tahun 1933 LN no.108. Di samping itu pada tahun 1927 di Indonesia
juga mengeluarkan undang-undang no.23 tentang peraturan-peraturan koperasi,
namun pemerintah belanda tidak mencabut undang-undang tersebut, sehingga
terjadi dualisme dalam bidang pembinaan perkoperasian di Indonesia.
Pada permulaan 1932 jumlah perkumpulan
koperasi yang didaftarkan 1540, sedang yang resmi telah terdaftar berdasarkan
peraturan 1927 adalah 172. Namun dengan seiring waktu jumlah mereka terus
berkurang, karena mendapat saingan dari pedagang yang mendapat fasilitas dari
pemerintah Kolonial Belanda. Setelah itu keinginan untuk berkoperasi semakin
berkurang sebab tidak puas dengan praktek yang dijalankan koperasi yang tidak
terdaftar merupakan liar, yang terbanyak adalah koperasi konsumsi. Menurut
peraturan koperasi konsumsi, harus berbelanja ke koperasi, tapi keinsyafan
anggota kurang dan tahan uji karena diluar harga lebih murah.
Setelah Indonesia di kuasai oleh Jepang
mulai tahun 1942, nasib dari koperasi tidaklah membaik, bahkan dapat dikatakan
semakin hancur. Berdasarkan undang-undang 23 pasal 2 pemerintah Jepang yang
menyatakan: “orang yang hendak mendirikan perkumpulan atau persidangan, harus
mendapat izin dari pembesar setempat (Suchokan = residen)”. Dengan sendirinya
koperasi-koperasi yang sudah berdiri maupun yang akan didirikan harus
mendapatkan izin dari pemerintah setempat (Chaniago, 1985: 117). Maka dengan
keluarnya undang-undang tersebut, dengan sendirinya peraturan tentang koperasi
tahun 19227 No. 91 tidak berlaku lagi.
Hal tersebut membuat Jepang mendirikan Kumai, yaitu Koperasi model Jepang.
Tugas Kumiai mula-mula adalah sebagai penyalur barang-barang kebutuhan rakyat
yang pada waktu itu mulai sulit kehidupannya. Dengan politik tersebut rakyat
Indonesia sudah sangat senang dan menerima Kumiai dengan senang hati, yang
membuat Jepang segera mendirikan Kumiai di setiap daerah-daerah. Pada saat itu
Kumiai dipropagandakan sebagai alat untuk
membantu memperbaiki kehidupan rakyat, ternyata hanya merupakan alat
untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan pemerintah Jepang.
Penjajahan bangsa Jepang berlangsung
kurang lebih tiga setengah tahun. Tetapi penjajahan tersebut menimbulkan
malapetaka yang lebih dahsyat daripada penjajahan bangsa Belanda, kekayaan alam
Indonesia dikuras oleh tentara Jepang.
Mereka membeli padi dan bahan pangan lain dengan paksa, dengan harga yang sudah
ditetapkan secara sewenang-wenang. Mereka yang berani menolak akan dihukum
berat, bahkan disiksa atau dibunuh.
Rakyat kekurangan pangan dan bahkan mati kelaparan (Firdaus & Susanto,
2004: 23).
Pada kenyataannya penjajahan memang
membuat Negara kita semakin terpuruk, hal itu juga berdampak pada koperasi
Indonesia yang mengalami pasang surut perkembangannya selama masa sebelum
kemerdekaan. Koperasi mengalami banyak hambatan dari pemerintah Kolonial
Belanda bahkan saat pemerintahan Jepang, koperasi mengalami kehancuran yang
teramat parah, dalam menghadapi guncangan yang sangat dasyat dari pemerintah,
koperasi bisa di ibaratkan sebagai orang yang sudah sekarat. Namun seiring perkembangan
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Koperasi juga mulai menampakkan
keberadaannya kembali.
3.
Koperasi
Indonesia Masa Kemerdekaan
Keinginan dan semangat untuk berkoperasi
yang hancur akibat politik pada masa kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh
sistem kumai pada zaman penjajahan jepang, lambat laun setelah Indonesia
merdeka kembali menghangat. Apalagi dengan adanya Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia tahun 1945, pada pasal 33 yang menetapkan koperasi sebagai soko guru
perekonomian Indonesia, maka kedudukan hukum koperasi di Indonesia benar-benar
menjadi lebih mantap. Dan sejak saat itu Moh.Hatta sebagai wakil presiden
Republik Indonesia lebih intensif mempertebal kesadaran untuk berkoperasi bagi
bangsa Indonesia, serta memberikan banyak bimbingan dan motivasi kepada gerakan
koperasi agar meningkatkan cara usaha dan cara kerja, atas jasa-jasa beliau lah
maka Moh.Hatta diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Zaman kemerdekaan mampu merubah system
perekonomian Indonesia dari perekonomian sisa system perekonomian Kolonial
liberal dan perekonomian fasis Jepang kea rah perekonomian yang didasarkan
kekeluargaan pasal 33 UUD 45. Alat yang sesuai untuk melaksanakan system
perekonomian Indonesia ialah Koperasi. Fungsi koperasi pada masa peralihan itu
mendistribusikan barang-barang keperluan sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi
Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Kemakmuran (Chaniago, 1985: 118). Perkembangan
koperasi selanjutnya pada tahun 1946, jawatan koperasi membuka pendaftaran secara sukarela, akhirnya didapatkan 2500
Koperasi yang diawasi oleh pemerintah.
Setelah terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia tahun 1950 program Pemerintah semakin nyata keinginannya
untuk mengembangkan perkoperasian.Kabinet Mohammad Natsir menjelaskan di muka
Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan program perekonomian antara lain
“Menggiatkan pembangunan organisasi-organisasi rakyat , istimewa koperasi
dengan cara pendidikan, penerangan, pemberian kredit yang lebih banyak dan
lebih mudah, satu dan lain seimbang dengan kemampuan keuangan Negara”. Untuk
memperbaiki perekonomian-perekonomian rakyat, Kabinet Wilopo mengajukan suatu
“program koperasi” yang terdiri dari tiga bagian:
·
Usaha untuk menciptakan
suasana dan keadaan sebaik-baiknya bagi perkembangan gerakan koperasi;
·
Usaha lanjutan dari
perkembangan gerakan koperasi;
·
Usaha yang mengurus
perusahaan rakyat yang dapat diselenggarakan atas dasar koperasi.
Selanjutnya Kabinet Ali Sastroamidjodjo
menjelaskan program Pemerintahannya “Untuk kepentingan pembangunan dalam
lapangan perekonomian rakyat perlu pula diperluas dan dipergiat gerakan
koperasi yang harus disesuaikan dengan semangat gotong royong yang spesifik di
Indonesia dan besar artinya dalam usaha menggerakkan rasa percaya pada diri
sendiri di kalangan rakyat. Di samping itu Pemerintah hendak menyokong usaha
itu dengan memperbaiki dan memperluas perkreditan, yang terpenting antara lain
dengan pemberian modal kepada badan-badan perkreditan desa seperti Lumbung dan
Bank Desa, yang sedapat-dapatnya disusun dalam bentuk koperasi”.
Pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli
1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung.
Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia
(SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Pada tahun 1956 tanggal 1
sampai 5 September diselenggarakan Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta.
Keputusan Kongres di samping hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia
dengan Internationa lCooperative Alliance (ICA). Pada tahun 1958 diterbitkan
Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di
dalam Tambahan Lembar Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam
suasana Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai berlaku pada tanggal 27
Oktober 1958.
Perkembangan koperasi erat sekali
hubungannya dengan koperasi sendiri, beserta pengaruh hubungan dari luar
koperasi sendiri. Koperasi harus diorganisir secara tepat guna seperti halnya
perusahaan lain yang bertujuan untuk mencari laba. Organisasi yang baik jika
mempunyai tujuan yang tegas dengan rencana kerja yang terperinci, dalam jangka
pendek dan jangka panjang. Pelaksanaan rencana harus sungguh-sungguh berjalan
teratur dengan mendapat pengawasan yang baik. Pengurus sebagai pimpinan perlu
berjiwa dinamis, berpengetahuan dan berwataknya jujur. Semua itu adalah hal
penting yang harus dipenuhi dalam mengembangkan koperasi kea rah yang lebih
maju, apabila pada kenyataannya tidak sesuai dengan ketentuan tersebut,
koperasi tidak akan bertahan lama. Seiring berjalannya waktu koperasi yang
tidak di organisir secara baik pasti akan cepat mengalami kemunduran dan tidak
menutup kemungkinan akan di bubarkan.
Namun untuk mengatasi hal tersebut,
pemerintah sudah mulai mengatasinya dengan jalan diadakannya bimbingan untuk
para pimpinan koperasi-koperasi tersebut, agar koperasi yang di pimpinnya tidak
mengalami penurunan. Hal itu berbeda pada zaman penjajahan yang hanya berlaku
untuk orang tertentu dan perkembangan sangat lambat sekali, sekalipun ada
peraturan pelaksanaan koperasi tidak memberikan bimbingan dan secara tidak
langsung, menghalang-halangi perkembangan koperasi. Setelah kemerdekaan
koperasi mulai mendapat bimbingan dari pemerintah, sekalipun belum dalam
pelaksanaannya dari tahun ke tahun terus bertambah.
Perkembangan koperasi terus meningkat
sampai tahun 1965 sekalipun belum terdapat data-data yang jelas secara
terperinci semenjak tahun 1961 perkembangan koperasi kurang sempurna karena
pengaruh terhadap moneter dan koperasi dipolitisasi. Pengaruh situasi politik
dan ekonomi dalam tahun 1968 jumlah koperasi mulai menurun. Lebih jelas lagi
sesudah keluar Undang-Undang pokok-pokok Koperasi beserta pelaksanaan koperasi
segera harus menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Koperasi merupakan suatu badan usaha
bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang
umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar
persamaan hak, kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. Koperasi ini memiliki asas kekeluargaan
serta asas gotong royong, kedua asas tersebut merupakan ceriman dari system
kerja koperasi yang hubungan antar anggotanya sangat erat layaknya keluarga,
sedangkan asas gotong royong merupakan cerminan cara kerja koperasi yang
dilakukan bersama-sama semua anggotanya. Dasar dari koperasi Indonesia mengacu
pada dasar Koperasi yang di cetuskan oleh Rochdale, dengan mnyesuaikan dengan
keadaan bangsa Indonesia maka disusun beberapa dasar Koperasi inidonesia yaitu:
·
Masuk dan Berhenti
Menjadi Anggota Koperasi Atas Dasar Sukarela
·
Satu Anggota Satu Hak
Suara
·
Koperasi Indonesia
Netral Terhadap Agama dan Politik
·
Pembelian dan Penjualan
Secara Tunai
·
Pembagian keuntungan
Koperasi Menurut Jasa Anggota-Anggotanya
·
Harga Penjualan
Disamakan dengan Harga Pasar Setempat
·
Kualitas, Ukuran dan
Timbangan serta Takaran Barang-barang Koperasi Harus Dijamin
·
Koperasi Diurus dan
Dikemudikan oleh Anggota-Anggotanya sendiri
·
Penyelenggaraan
Pendidikan Bagi Anggota-anggota Koperasi
Perkembangan koperasi pada masa
sebelelum kemerdekaan sangatlah sulit, keberadaan koperasi banyak mendapat
tentangan dari pemerintah colonial. Sehingga koperasi sangat sulit berkembang.
Bahkan pada masa penjajahan jepang, koperasi bisa di ibaratkan sedang mengalami
sekarat. Hal itu karena koperasi saat itu di ganti dengan Kamui yang merupakan koperasi model Jepang. Koperasi Jepang ini
pada awalnya berkedok ingin membantu rakyat Indonesia, tetapi kenyataannya
malah sebagai alat untuk mengeruk hasil bumi Indonesia untuk keperluan Jepang.
Setelah kemerdekaan, perkembangan
koperasi semakin meningkat dengan banyaknya koperasi-koperasi yang ada di
daerah-daerah di wilayah Indonesia. Pemerintah sudah mulai mengadakan bimbingan
bagi pemimpin koperasi mengenai car mengorganisir koperasi agar tidak menurun
perkembangnnya. Namun semenjak tahun 1968 koperasi telah di politisi, sehingga
koperasi secara perlahan mengalami kemunduran kembali setelah beberapa tahun
mengalami peningkatan.
DAFTAR RUJUKAN
Rujukan
Buku:
Chaniago,
A. 1985. Perkoperasian Indonesia.
Bandung: Angkasa.
Firdaus,
M. & Susanto, A. E. 2004. PERKOPERASIAN
Sejarah, Teori, dan Praktek. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.
Frans
Seda.1985. Koperasi: Kesesuaian dan
Kecocokan. Dalam Swasana, Sri Edi (Ed),Sistem
Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi:Membangun Sistem Ekonomi Nasional (hlm.48-65).
Jakarta: UI Press
Kastasapoetra,
G. Dkk. 1988. KOPERASI INDONESIA Yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945. Jakarta: PT. Bina Aksara.
Kuntowijoyo.
1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Mulyana,
B. S. 1982. Asas-asas Koperasi
Sebagaimana Tercakup Dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1967. Dalam J. B. Djarot Siwijatmo. Koperasi Di Indonesia (hlm. 55-74). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi.
Sagimun,
M. D. 1988. Koperasi Indonesia (Pelajaran
Koperasi Tingkat Perguruan Tinggi). Jakarta: PT. Tema Baru.
Sjamsudin,
H. 1996. Metodologi Sejarah. Jakarta: Depdikbud.
Rujukan
Internet:
Hardiyudha, H.
2011. Sejarah Koperasi Indonesia.
(online) http://hanggaryudha.wordpress.com/2011/10/03/sejarah-koperasi-di-indonesia/.
Diakses pada tanggal 23 November 2013 pukul 21 : 30 WIB.
Sukamdiyo. 2009.
Perkembangan Koperasi Indonesia.
(online) http://0wi3.wordpress.com/2009/10/26/perkembangan-koperasi-di-indonesia/.
Diakses pada tanggal 23 November 2013 pukul 21 : 53 WIB.
No comments:
Post a Comment