PERANAN
BADAN USAHA MILIK NEGARA DI INDONESIA TAHUN 1993-2003
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian
yang dibina oleh Ibu
Indah W. P. Utami, S.Pd., S.Hum., M.Pd.
Oleh:
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap kali saya membaca koran, saya sering menemukan
sorotan dan tanggapan negatif tentang Badan Usaha Milik Negara atau lazim
disebut BUMN. Entah itu kinerjanya atau pun rendahnya profesionalitas SDM
sering diperbincangkan. Seperti tiada habisnya permasalahan yang menggoncang
badan usaha yang dikelola oleh negara ini. Apalagi bila budaya korupsi yang
menjadi penghambat kemampuan BUMN dalam menghasilkan laba tidak ada hentinya. Sangat
miris jika melihat kondisi perekonomian negara yang dihiasi dengan budaya
korupsi yang menjamur dikalangan pejabat-pejabat negara.
Jarang media yang menyorot kelebihan-kelebihan yang
ditorehkan oleh BUMN dalam mensejahterakan rakyat dan negara ini. Pada hal pelaksanaannya BUMN mencangkup banyak
cabang-cabang yang penting bagi negara. Dan itu dibutuhkan kekompakan dalam
menjalankan suatu badan yang besar di negara ini. Sumber daya manusia yang
mumpuni dan mampu bersaing di kalangan internasional adalah hal yang dibutuhkan
disini.
Oleh karena
itu , merupakan tugas kita bersama baik pemerintah, jajaran menejemen, serta
seluruh komponen masyarakat untuk senantiasa menciptakan citra BUMN yang bersih,
profesional dan tanggap terhadap perkembangan zaman. Maka dari itu saya
tertarik untuk membahas tema “PERANAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DI INDONESIA
TAHUN 1993-2003”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah untuk
makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimana
sejarah BUMN di Indonesia?
2.
Bagaimana
peranan BUMN di Indonesia tahun 1993-2003?
3.
Bagaimana
kinerja BUMN di Indonesia?
4.
Bagaimana
masalah-masalah yang ada di dalam BUMN?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui sejarah BUMN di Indonesia
2.
Untuk
mengetahui peranan BUMN di Indonesia tahun 1993-2003
3.
Untuk
mengetahui kinerja BUMN di Indonesia
4.
Untuk
mengetahui masalah-masalah yang ada di dalam BUMN
1.4
Metode
Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan untuk membuat makalah
ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan-tahapan metode penelitian ini adalah
sebagai berikut
1.
Mencari
sumber-sumber buku yang digunakan untuk membuat makalah ini
2.
Mencari
beberapa arsip dan penelitian terdahulu yang sesuai dengan topik makalah ini
3.
Menganalisis
data-data yang telah di di dapat melalui buku, arsip ataupun penelitian
terdahulu
Menyusun Makalah yang telah di analisis.
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah BUMN di Indonesia
Pada awal kemerdekaan
Indonesia belum ada perusahaan besar,
apalagi berskala nasional. Adapun sejumlah perusahaan besar peninggalan
pemerintah kolonial Belanda, namun kepemilikannya masih ada di tangan para
pengusaha Belanda/asing, dan aset maupun mekanisme bisnisnya sudah
diporakporandakan oleh pemerintah pendudukan Jepang.
Awal berdirinya BUMN (Badan Usaha Milik Negara) di
Indonesia sifatnya normatif, “yakni untuk memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945
yang mewajibkan negara mengupayakan kesejahteraan rakyatnya, serta penjabaran
dari pasal 33 ayat 2 yang berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Ayat
3 dari pasal yang sama menyebutkan, “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.” (Basri, 2009: 422) Dua ayat inilah yang
mendasari negara menguasai langsung segenap sumber daya alam dan perlu
menjalankan berbagai kegiatan usaha sebagaimana layaknya perusahaan demi
memperoleh pendapatan bagi kesejahteraan rakyat.
Dalam pembentukan BUMN
terdapat perbedaan pandangan antara Bung Karno dan Bung Hatta. Pada dasarnya
Bung Karno mengharuskan negara menguasai langsung semua atau sebagian besar
bidang usaha yang secara langsung bergelut di pasar sebagai penggerak roda
perekonomian. Tetapi Bung hHatta yang lebih menguasai disiplin ilmu ekonomi
tidak setuju. Namun karena alasan praktis pada saat itu perusahaan yang sangat
sedikit untuk membantu perekonomian saat itu, akhirnya Hatta mendukung pembentukan
perusahaan negara di banyak bidang. Pada tahun 1950 pemerintah memerintahkan
nasionalisasi 12 perusahaan kereta api dan swasta Belanda. Bung Hatta pun
melobi Belanda bahwa ini bukanlah nasionalisasi dalam hal perampasan hak
perdata. Hal ini dibuktikan dengan kesediaannya menegosiasikan kompensasi.
Pada tahun 1957 “Bung
Karno menempuh jalan radikal yang ditentang oleh Bung Hatta, yakni
menasionalisasikan perusahaan-perusahaan milik Belanda yang dianggap penting.”
(Basri, 2009:424) Tetapi hal itu tetap dilaksanakan oleh Bung Karno dan
muncullah kekacauan yang dikhawatirkan oleh Bung Hatta, yakni pada tahun 1958
para menejer dan pengusaha Belanda yang berjumlah 50.000 orang mengungsi untuk
selamanya ke Belanda, yang mengakibatkan tuntutan ganti rugi dengan harga
maksimal.
Pada masa orde baru muncullah
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Bentuk
Badan Usaha Negara, dan sejak saat itulah disebut sebagai BUMN yang memberikan
layanan publik dan mencari keuntungan untuk kemudian disetorkan kepada negara
dan dijadikan modal untuk membangun kesejahteraan rakyat.
2.2 Peranan BUMN di Indonesia tahun 1993-2003.
Seperti badan-badan
negara yang lain, BUMN juga menpunyai peran dalam negara ini. “Peran negara
dapat dibagi menjadi tiga bagian: perencanaan, pelaku, dan pengatur.” (Basri,
2009: 401) Dengan tiga bagian yang dimiliki BUMN dalam menjalankan perannya,
maka dalam pemerintahan pusat juga harus memberikan keleluasaan bagi pemerintah
daerah untuk mengatur dirinya sendiri. Perencanaan sektoral juga harus
diberikan kepada departemen teknis dan aparat pemerintah daerah serta
dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah.
Peran negara semakin lama harus dikurangi sejalan
dengan menguatnya peran swasta vdan semakin kokohnya regulatory framework. Ini
berarti bahwa peran pemerintah dalam regulator akan semakin penting agar
peningkatan peran swasta justru memperkuat landasan bagi terciptanya kemakmuran
yang berkeadilan.
Di dalam BUMN juga
terdapat jenis-jenisnya, menurut PP No. 3 Tahun 1983, ada 3 (Tiga) jenis BUMN,
yaitu:
1.
Perusahaan
Jawatan (Perjan) bertujuan untuk berusaha di bidang jasa-jasa bagi masyarakat
termasuk pelayanan kepada masyarakat.
2.
Perusahaan
Umum (Perum) bertujuan untuk berusaha di bidang penyediaan pelayanan bagi
kemanfaatan umum disamping mendapatkan keuntungan.
3.
Persero
bertujuan memupuk keuntungan dan berusaha di bidang-bidangf yang mendorong
perkembangan sektor swasta dan koperasi di luar bidang usaha Perjam dan Perum.
Dalam
melaksanakan pengelolaan tiga jenis BUMN tersebut maka pemerintah telah
menetapkan maksut dan tujuan dari kegiatan Perjan, Perum, dan Persero, yang
merupakan misi yang harus diemban oleh perusahaan BUMN tersebut, dalam buku
IGCGS disebutkan:
1.
Memberikan
sumbangan bagi perkembangan perekonomian negara pada umumnya dan penerimaan
negara pada khususnya
2.
Mengadakan
pemupukan keuntungan /pendapatan
3.
Menyelenggarakan
kemanfaatan berupa barang dan jasa yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan
hajat hidup orang banyak
4.
Menjadi
perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor
swasta dan koperasi
5.
Menyelenggarakan
kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan usaha swasta dan koperasi
antara lain menyediakan kebutuhan masyarakat, baik dalam bentuk jasa dengan
memberikan pelayanan yang bermutu dan memadai
6.
Turut
aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sektor swasta, khususnya pengusaha
golongan lemah dan sektor koperasi
7.
Turut
aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah
di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya.
Tugas pokok , visi dan misi
kementrian BUMN
Pada
awalnya kementrian BUMN dibentuk pada tahun 2001 berdasarkan Keppres Nomor
228/M tahun 2001, dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 64
tahun 2001 tanggal 13 se4ptember 2001, kedudukan serta tugas dan wewenang
sebagai pemegang saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada perusahaan
Perseroan, sebagai wakil Pemerintah dalam Perusahaan Umum dan sebagi pembina
keuangan pada Perusahaan Jawatan yang sebelumnya berada di Mentri Keuangan
dialihkan kepada Mentri Negara Badan Usaha Milik Negara .
Sebagaimana yang sudah
ditetapkan dalam keputusan Presiden Nomor 101 tahun 2001, Mentri Negara BUMN
mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di
bidang pembinaan BUMN. Dalam buku IGCGSdisebutkan dalam melaksanakan tugas
tersebut Mentri negara BUMN menyelenggarakan fungsi:
1.
Perumusan
Kebijakan Pemerintah di bidang pembinaan BUMN yang meliputi kegiatan
pengendalian, peningkatan efesiensi, rekontruksi dan privasi BUMN
2.
Pengkoordinasian
dan peningkatan keterpaduan penyusunan rencana dan program, pemantauan, analisa
dan evaluasi di bidang pembinaan BUMN.
3.
Penyampaian
laporan hasil, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada
Presiden.
Sedangkan visi dari BUMN adalah Menjadikan BUMN
sebagai badan usaha yang tangguh dalam persaingan global dan mampu memenuhi
harapan stakeholder. Sedangkan misi yang akan dicapai adalah:
1.
Melaksanakan
reformasi dalam lingkup budaya kerja, strategi, dan pengelolaan usaha untuk
mewujudkan profesionalisme dengan berlandaskan kepada prinsip-prinsip Good
Corporate Governance di dalam pengelolaan BUMN.
2.
Meningkatkan
nilai perusahaan dengan melakukan restrukturisasi, privasi, dan kerja sama
usaha antar BUMN berdasarkan prinsip[-prinsip bisnis yang sehat.
3.
Meningkatkan
daya saing melalui inovasi dan peningkatan efisiensi untuk dapat menyediakan
produk barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang kompetitif serta
pelayanan yang bermutu tinggi.
4.
Meningkatkan
konstribusi BUMN kepada negara.
5.
Meningkatkan
peran BUMN dalam kepedulian kepada lingkungan dan pembinaan koperasi, usaha
kecil, dan menengah dalam program kemitraan.
2.3 Kinerja BUMN di Indonesia
Kinerja BUMN masih
sering menjadi topik pembicaraan masyarakat. Barangkali kita semua merasakan
bahwa sampai sejauh ini masalah peningkatan kualitas dan pengembangan SDM belum
dilaksanakan secara optimal. Dengan demikian sumber daya yang seharusnya
menjadi modal utrama pebangunan sering kali masih cenderung menjadi beban.
Demikian pula halnya yang bisa dirasakan dengan keberadaan BUMN.
Meskipun masing-masing
BUMN memilimki tantangan dan permasalahan yang spesifik akan tetapi secara
umum, keberadaan BUMN bukanya tanpa kendala. Sampai sejauh ini menejemennya
masih belum sepenuhnya mampu menghapus citra yang melekat dalam masyarakat seperti
kecenderungan lamban dan inefisien. Dalam beberapa waktu yang lalu “Pemerintah
memberikan kemudahan seperti subsidi dalam anggaran, pajak, bea masuk, dan
bunga kredit yang konon selama lima repelita dana pemerintah yang
mengalokasikan ke BUMN mencapai Rp 55 triliun.” (Piambodo, 2004: 12) Namun
dengan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi tentu dituntut untuk lebioh
profesional dalam meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas secara
optimal.
Sebagai suatu
organisasi, BUMN memang memiliki sifat yang unik. Di satu pihak sebagai agen
pembangunan dituntut mengemban kebijaksanaan dan program pemerintah, akan
tetapi di pihak lain harus tetap berfungsi sebagai unit usaha komersial yang
beroprasi berdasarkan kaidah dab prinsip-prinsip usaha yang sehat. Dalam
beberapa hal, kedua fungsi tersebut sering kali kurang mampu berjualan selaras,
bahkan tidak mustahil timbulnya kerancauan persepsi dalam jajaran menejemen
BUMN terkait yang mengakibatkan sulitnya menentukan arah dan langkah strategis
maupun operasional secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu kinerja BUMN
harus lebih ditingkatkan dan diperbaiki dalam perbaikan produktivitasnya.
2.4 Masalah-masalah yang ada di dalam BUMN
Masalah
utama di dalam BUMN saat ini adalah kelemahan menejemen BUMN. Maslah inilah
yang menjadikan BUMN tak kunjung menjadi andalan perekonomian nasional
sebagaimana yang dihapkan dan menyebabkan tingkat pembelian aset dan modal BUMN
sedemikian rendah. Pencapaian target moderat yang ditetapkannya sendiri pun,
BUMN hampir selalu gagal. Lebih buruk lagi, selisih antara target dan
pencapaian rill cenderung terus melebar.
Etos kerja yang
kacau-balau merupakan masalah yang berakar pada proses rekrutmen BUMN yang
mirip seperti perusahaan milik keluarga. Misalnya saja seorang pegawai yang
bekerja puluhan tahun seolah-olah mempunyai hak untuk menitipkan minimal satu
orang, yang biasanya anaknya sendiri untuk bekerja di BUMN yang sama. Pola
rekrutmen yang seperti perusahaan milik keluarga itu ternyata membuahkan petaka
di lingkungan BUMN. Hampir sepanjang sejarahnya, BUMN terlalu dibebani oleh
pegawai yang sebagian besar tidak bermutu, meskipun jumlah pegawainya sudah
disusutkan.
Tidak hanya etos kerja
saja, tetapi juga sikap para pegawai BUMN juga tercermin pada rendahnya
kesadaran mereka untuk memiliki NPWP, apalagi membayar pajak. “Dari 242.250
pegawai tuijuh BUMN yang brbasis di Jakarta, ternyata hanya sebagian kecil yang
punya NPWP” (Basri, 2009: 450). Kelebihan satu pegawai BUMN lebih merugikan
daripada kelebihyan dua atau tiga oegawai negri, karena besaran gajinya yang
rata-rata empat hingga lima kali lipat dari pegawai negri.
Dapat
dikatakan semua penguasa, pejabat, dan politisi sama-sama menyatakan niatnya
untuk turut mengembangkan BUMN demi kebaikan bangsa. Namun dalam pelaksanaannya
dalam waktu bersamaan, masing-masing juga punya kepentingan sendiri yang saling
berbenturan, yang pada akhirnya menyebabkan ruginya BUMN. Pada tataran normatif
dan politis BUMN selalu diandalkan dalam mengatasi persoalan ekonomi di
Indonesia. Akan tetapi kalau praktik politisasi, penjarahan, dan korupsi terus
berlangsung, sesungguhnya BUMN hanya akan menguntungkan kalangan tertentu saja,
tetapi menjadi beban mahaberat bagi bangsa dan negara. Kita ingat bahwa selama
penggalan terakhir Orde Baru yang menjadi pemerah utama BUMN adalah keluarga dan kroni bangsa.
PENUTUP
KESIMPULAN
Kondisi BUMN yang carut
marut masih memperlukan penanganan yang lebih serius lagi. Dengan memperbaiki kualitas
SDM maupun menejemen di dalam BUMN, praktek politisasi pun juga harus
diminimalisir bahkan harus dihilangkan demi memperbaiki BUMN.
Dengan melihat
ulasan yang ada di atas, kita sebagai generasi bangsa harus bisa membenahi
kekacauan yang terjadi di dalam BUMN dan menjadikan Badan Usaha Milik Negara
ini menjadi lebih produktif dan menjadi andalan dalam mengatasi segala
perekonomian yang ada di Indonesia saat ini.
DAFTAR RUJUKAN
Basri, Faisal. 2009. Catatan Satu Dekade Kritis: Transformasi,
Masalah Struktural, dan Harapan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Erlangga
Gie, Kwik Kian. 1999. Gonjang-Ganjing Ekonomi Indonesia. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama
Sjahrir. 1991. Analisis Ekonomi Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Institute for Good Corporate
Governance Studies. 2003. Apa dan
Bagaimana PRIVASI BUMN. Jakarta: IGCGS
Priambodo, Dibyo Soemantri. Perjalanan Panjang dan Berliku REFLEKSI
BUMN1993-2003. Yogyakarta: Media Pressindo
No comments:
Post a Comment