Songs

Sunday, December 8, 2013

Arif Anggar

PERANAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DI INDONESIA TAHUN 1993-2003
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian
yang dibina oleh Ibu Indah W. P. Utami, S.Pd., S.Hum., M.Pd.


Oleh:

Arif Anggar Diantoro             110731435546

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Setiap kali saya membaca koran, saya sering menemukan sorotan dan tanggapan negatif tentang Badan Usaha Milik Negara atau lazim disebut BUMN. Entah itu kinerjanya atau pun rendahnya profesionalitas SDM sering diperbincangkan. Seperti tiada habisnya permasalahan yang menggoncang badan usaha yang dikelola oleh negara ini. Apalagi bila budaya korupsi yang menjadi penghambat kemampuan BUMN dalam menghasilkan laba tidak ada hentinya. Sangat miris jika melihat kondisi perekonomian negara yang dihiasi dengan budaya korupsi yang menjamur dikalangan pejabat-pejabat negara.
            Jarang media yang menyorot kelebihan-kelebihan yang ditorehkan oleh BUMN dalam mensejahterakan rakyat dan negara ini. Pada hal  pelaksanaannya BUMN mencangkup banyak cabang-cabang yang penting bagi negara. Dan itu dibutuhkan kekompakan dalam menjalankan suatu badan yang besar di negara ini. Sumber daya manusia yang mumpuni dan mampu bersaing di kalangan internasional adalah hal yang dibutuhkan disini.
Oleh karena itu , merupakan tugas kita bersama baik pemerintah, jajaran menejemen, serta seluruh komponen masyarakat untuk senantiasa menciptakan citra BUMN yang bersih, profesional dan tanggap terhadap perkembangan zaman. Maka dari itu saya tertarik untuk membahas tema “PERANAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DI INDONESIA TAHUN 1993-2003”.

1.2 Rumusan Masalah
       Rumusan masalah untuk makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah BUMN di Indonesia?
2.      Bagaimana peranan BUMN di Indonesia tahun 1993-2003?
3.      Bagaimana kinerja BUMN di Indonesia?
4.      Bagaimana masalah-masalah yang ada di dalam BUMN?



1.3 Tujuan
            Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui sejarah BUMN di Indonesia
2.      Untuk mengetahui peranan BUMN di Indonesia tahun 1993-2003
3.      Untuk mengetahui kinerja BUMN di Indonesia
4.      Untuk mengetahui masalah-masalah yang ada di dalam BUMN
1.4         Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan untuk membuat makalah ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan-tahapan metode penelitian ini adalah sebagai berikut
1.      Mencari sumber-sumber buku yang digunakan untuk membuat makalah ini
2.      Mencari beberapa arsip dan penelitian terdahulu yang sesuai dengan topik makalah ini
3.      Menganalisis data-data yang telah di di dapat melalui buku, arsip ataupun penelitian terdahulu
Menyusun Makalah yang telah di analisis.








PEMBAHASAN
2.1 Sejarah BUMN di Indonesia
            Pada awal kemerdekaan Indonesia  belum ada perusahaan besar, apalagi berskala nasional. Adapun sejumlah perusahaan besar peninggalan pemerintah kolonial Belanda, namun kepemilikannya masih ada di tangan para pengusaha Belanda/asing, dan aset maupun mekanisme bisnisnya sudah diporakporandakan oleh pemerintah pendudukan Jepang.
Awal berdirinya BUMN (Badan Usaha Milik Negara) di Indonesia sifatnya normatif, “yakni untuk memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945 yang mewajibkan negara mengupayakan kesejahteraan rakyatnya, serta penjabaran dari pasal 33 ayat 2 yang berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Ayat 3 dari pasal yang sama menyebutkan, “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” (Basri, 2009: 422) Dua ayat inilah yang mendasari negara menguasai langsung segenap sumber daya alam dan perlu menjalankan berbagai kegiatan usaha sebagaimana layaknya perusahaan demi memperoleh pendapatan bagi kesejahteraan rakyat.
            Dalam pembentukan BUMN terdapat perbedaan pandangan antara Bung Karno dan Bung Hatta. Pada dasarnya Bung Karno mengharuskan negara menguasai langsung semua atau sebagian besar bidang usaha yang secara langsung bergelut di pasar sebagai penggerak roda perekonomian. Tetapi Bung hHatta yang lebih menguasai disiplin ilmu ekonomi tidak setuju. Namun karena alasan praktis pada saat itu perusahaan yang sangat sedikit untuk membantu perekonomian saat itu, akhirnya Hatta mendukung pembentukan perusahaan negara di banyak bidang. Pada tahun 1950 pemerintah memerintahkan nasionalisasi 12 perusahaan kereta api dan swasta Belanda. Bung Hatta pun melobi Belanda bahwa ini bukanlah nasionalisasi dalam hal perampasan hak perdata. Hal ini dibuktikan dengan kesediaannya menegosiasikan kompensasi.
            Pada tahun 1957 “Bung Karno menempuh jalan radikal yang ditentang oleh Bung Hatta, yakni menasionalisasikan perusahaan-perusahaan milik Belanda yang dianggap penting.” (Basri, 2009:424) Tetapi hal itu tetap dilaksanakan oleh Bung Karno dan muncullah kekacauan yang dikhawatirkan oleh Bung Hatta, yakni pada tahun 1958 para menejer dan pengusaha Belanda yang berjumlah 50.000 orang mengungsi untuk selamanya ke Belanda, yang mengakibatkan tuntutan ganti rugi dengan harga maksimal.
            Pada masa orde baru muncullah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Bentuk Badan Usaha Negara, dan sejak saat itulah disebut sebagai BUMN yang memberikan layanan publik dan mencari keuntungan untuk kemudian disetorkan kepada negara dan dijadikan modal untuk membangun kesejahteraan rakyat.
2.2 Peranan BUMN di Indonesia tahun 1993-2003.
            Seperti badan-badan negara yang lain, BUMN juga menpunyai peran dalam negara ini. “Peran negara dapat dibagi menjadi tiga bagian: perencanaan, pelaku, dan pengatur.” (Basri, 2009: 401) Dengan tiga bagian yang dimiliki BUMN dalam menjalankan perannya, maka dalam pemerintahan pusat juga harus memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk mengatur dirinya sendiri. Perencanaan sektoral juga harus diberikan kepada departemen teknis dan aparat pemerintah daerah serta dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah.
Peran negara semakin lama harus dikurangi sejalan dengan menguatnya peran swasta vdan semakin kokohnya regulatory framework. Ini berarti bahwa peran pemerintah dalam regulator akan semakin penting agar peningkatan peran swasta justru memperkuat landasan bagi terciptanya kemakmuran yang berkeadilan.
            Di dalam BUMN juga terdapat jenis-jenisnya, menurut PP No. 3 Tahun 1983, ada 3 (Tiga) jenis BUMN, yaitu:
1.      Perusahaan Jawatan (Perjan) bertujuan untuk berusaha di bidang jasa-jasa bagi masyarakat termasuk pelayanan kepada masyarakat.
2.      Perusahaan Umum (Perum) bertujuan untuk berusaha di bidang penyediaan pelayanan bagi kemanfaatan umum disamping mendapatkan keuntungan.
3.      Persero bertujuan memupuk keuntungan dan berusaha di bidang-bidangf yang mendorong perkembangan sektor swasta dan koperasi di luar bidang usaha Perjam dan Perum.
Dalam melaksanakan pengelolaan tiga jenis BUMN tersebut maka pemerintah telah menetapkan maksut dan tujuan dari kegiatan Perjan, Perum, dan Persero, yang merupakan misi yang harus diemban oleh perusahaan BUMN tersebut, dalam buku IGCGS disebutkan:
1.    Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian negara pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya
2.    Mengadakan pemupukan keuntungan /pendapatan
3.    Menyelenggarakan kemanfaatan berupa barang dan jasa yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak
4.    Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi
5.    Menyelenggarakan kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan usaha swasta dan koperasi antara lain menyediakan kebutuhan masyarakat, baik dalam bentuk jasa dengan memberikan pelayanan yang bermutu dan memadai
6.    Turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sektor swasta, khususnya pengusaha golongan lemah dan sektor koperasi
7.    Turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya.
Tugas pokok , visi dan misi kementrian BUMN
            Pada awalnya kementrian BUMN dibentuk pada tahun 2001 berdasarkan Keppres Nomor 228/M tahun 2001, dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 2001 tanggal 13 se4ptember 2001, kedudukan serta tugas dan wewenang sebagai pemegang saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada perusahaan Perseroan, sebagai wakil Pemerintah dalam Perusahaan Umum dan sebagi pembina keuangan pada Perusahaan Jawatan yang sebelumnya berada di Mentri Keuangan dialihkan kepada Mentri Negara Badan Usaha Milik Negara .
            Sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam keputusan Presiden Nomor 101 tahun 2001, Mentri Negara BUMN mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang pembinaan BUMN. Dalam buku IGCGSdisebutkan dalam melaksanakan tugas tersebut Mentri negara BUMN menyelenggarakan fungsi:
1.      Perumusan Kebijakan Pemerintah di bidang pembinaan BUMN yang meliputi kegiatan pengendalian, peningkatan efesiensi, rekontruksi dan privasi BUMN
2.      Pengkoordinasian dan peningkatan keterpaduan penyusunan rencana dan program, pemantauan, analisa dan evaluasi di bidang pembinaan BUMN.
3.      Penyampaian laporan hasil, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.
Sedangkan visi dari BUMN adalah Menjadikan BUMN sebagai badan usaha yang tangguh dalam persaingan global dan mampu memenuhi harapan stakeholder. Sedangkan misi yang akan dicapai adalah:
1.      Melaksanakan reformasi dalam lingkup budaya kerja, strategi, dan pengelolaan usaha untuk mewujudkan profesionalisme dengan berlandaskan kepada prinsip-prinsip Good Corporate Governance di dalam pengelolaan BUMN.
2.      Meningkatkan nilai perusahaan dengan melakukan restrukturisasi, privasi, dan kerja sama usaha antar BUMN berdasarkan prinsip[-prinsip bisnis yang sehat.
3.      Meningkatkan daya saing melalui inovasi dan peningkatan efisiensi untuk dapat menyediakan produk barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang kompetitif serta pelayanan yang bermutu tinggi.
4.      Meningkatkan konstribusi BUMN kepada negara.
5.      Meningkatkan peran BUMN dalam kepedulian kepada lingkungan dan pembinaan koperasi, usaha kecil, dan menengah dalam program kemitraan.
2.3 Kinerja BUMN di Indonesia
            Kinerja BUMN masih sering menjadi topik pembicaraan masyarakat. Barangkali kita semua merasakan bahwa sampai sejauh ini masalah peningkatan kualitas dan pengembangan SDM belum dilaksanakan secara optimal. Dengan demikian sumber daya yang seharusnya menjadi modal utrama pebangunan sering kali masih cenderung menjadi beban. Demikian pula halnya yang bisa dirasakan dengan keberadaan BUMN.
            Meskipun masing-masing BUMN memilimki tantangan dan permasalahan yang spesifik akan tetapi secara umum, keberadaan BUMN bukanya tanpa kendala. Sampai sejauh ini menejemennya masih belum sepenuhnya mampu menghapus citra yang melekat dalam masyarakat seperti kecenderungan lamban dan inefisien. Dalam beberapa waktu yang lalu “Pemerintah memberikan kemudahan seperti subsidi dalam anggaran, pajak, bea masuk, dan bunga kredit yang konon selama lima repelita dana pemerintah yang mengalokasikan ke BUMN mencapai Rp 55 triliun.” (Piambodo, 2004: 12) Namun dengan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi tentu dituntut untuk lebioh profesional dalam meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas secara optimal.
            Sebagai suatu organisasi, BUMN memang memiliki sifat yang unik. Di satu pihak sebagai agen pembangunan dituntut mengemban kebijaksanaan dan program pemerintah, akan tetapi di pihak lain harus tetap berfungsi sebagai unit usaha komersial yang beroprasi berdasarkan kaidah dab prinsip-prinsip usaha yang sehat. Dalam beberapa hal, kedua fungsi tersebut sering kali kurang mampu berjualan selaras, bahkan tidak mustahil timbulnya kerancauan persepsi dalam jajaran menejemen BUMN terkait yang mengakibatkan sulitnya menentukan arah dan langkah strategis maupun operasional secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu kinerja BUMN harus lebih ditingkatkan dan diperbaiki dalam perbaikan produktivitasnya.
2.4 Masalah-masalah yang ada di dalam BUMN
            Masalah utama di dalam BUMN saat ini adalah kelemahan menejemen BUMN. Maslah inilah yang menjadikan BUMN tak kunjung menjadi andalan perekonomian nasional sebagaimana yang dihapkan dan menyebabkan tingkat pembelian aset dan modal BUMN sedemikian rendah. Pencapaian target moderat yang ditetapkannya sendiri pun, BUMN hampir selalu gagal. Lebih buruk lagi, selisih antara target dan pencapaian rill cenderung terus melebar.
            Etos kerja yang kacau-balau merupakan masalah yang berakar pada proses rekrutmen BUMN yang mirip seperti perusahaan milik keluarga. Misalnya saja seorang pegawai yang bekerja puluhan tahun seolah-olah mempunyai hak untuk menitipkan minimal satu orang, yang biasanya anaknya sendiri untuk bekerja di BUMN yang sama. Pola rekrutmen yang seperti perusahaan milik keluarga itu ternyata membuahkan petaka di lingkungan BUMN. Hampir sepanjang sejarahnya, BUMN terlalu dibebani oleh pegawai yang sebagian besar tidak bermutu, meskipun jumlah pegawainya sudah disusutkan.
            Tidak hanya etos kerja saja, tetapi juga sikap para pegawai BUMN juga tercermin pada rendahnya kesadaran mereka untuk memiliki NPWP, apalagi membayar pajak. “Dari 242.250 pegawai tuijuh BUMN yang brbasis di Jakarta, ternyata hanya sebagian kecil yang punya NPWP” (Basri, 2009: 450). Kelebihan satu pegawai BUMN lebih merugikan daripada kelebihyan dua atau tiga oegawai negri, karena besaran gajinya yang rata-rata empat hingga lima kali lipat dari pegawai negri.
            Dapat dikatakan semua penguasa, pejabat, dan politisi sama-sama menyatakan niatnya untuk turut mengembangkan BUMN demi kebaikan bangsa. Namun dalam pelaksanaannya dalam waktu bersamaan, masing-masing juga punya kepentingan sendiri yang saling berbenturan, yang pada akhirnya menyebabkan ruginya BUMN. Pada tataran normatif dan politis BUMN selalu diandalkan dalam mengatasi persoalan ekonomi di Indonesia. Akan tetapi kalau praktik politisasi, penjarahan, dan korupsi terus berlangsung, sesungguhnya BUMN hanya akan menguntungkan kalangan tertentu saja, tetapi menjadi beban mahaberat bagi bangsa dan negara. Kita ingat bahwa selama penggalan terakhir Orde Baru yang menjadi pemerah  utama BUMN adalah keluarga dan kroni bangsa.
           



















PENUTUP
KESIMPULAN
            Kondisi BUMN yang carut marut masih memperlukan penanganan yang lebih serius lagi. Dengan memperbaiki kualitas SDM maupun menejemen di dalam BUMN, praktek politisasi pun juga harus diminimalisir bahkan harus dihilangkan demi memperbaiki BUMN.
 Dengan melihat ulasan yang ada di atas, kita sebagai generasi bangsa harus bisa membenahi kekacauan yang terjadi di dalam BUMN dan menjadikan Badan Usaha Milik Negara ini menjadi lebih produktif dan menjadi andalan dalam mengatasi segala perekonomian yang ada di Indonesia saat ini.














DAFTAR RUJUKAN
Basri, Faisal. 2009. Catatan Satu Dekade Kritis: Transformasi, Masalah Struktural, dan Harapan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Erlangga
Gie, Kwik Kian. 1999. Gonjang-Ganjing Ekonomi Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Sjahrir. 1991. Analisis Ekonomi Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Institute for Good Corporate Governance Studies. 2003. Apa dan Bagaimana PRIVASI BUMN. Jakarta: IGCGS
Priambodo, Dibyo Soemantri. Perjalanan Panjang dan Berliku REFLEKSI BUMN1993-2003. Yogyakarta: Media Pressindo
 

No comments:

Post a Comment