“WARIA SHOW” TONGGAK
SEJARAH MASA KEEMASAN WARIA DI MOJOSARI MOJOKERTO TAHUN 1985-2013
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian Indonesia
yang dibina oleh Ibu Indah
Oleh:
AYYUB RACHMAN (110731435554)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa
modern yang sekarang ini terjadi mengakibatkan banyak perubahan dalam segi-segi
kehidupan masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat
Indonesia saat ini memang dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti arus informasi
yang begitu cepat, industralisasi, kemajuan teknologi dan arus urbanisasi yang
begitu berkembang pesat. Modernisasi yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia
saat ini ada yang berdampak positif adapula yang berdampak negatif.
Perubahan-perubahan dalam masyarakat ini secara otomatis juga merubah
kebudayaannya. Banyak fenomena sosial yang terjadi didalam masyarakat karena
modernisasi ini. Fenomena-fenomena sosial itu ada yang diterima baik oleh
masyarakat dan ada pula yang ditolak oleh masyarakat.
Salah
satu fenomena sosial yang diakibatkan oleh arus modernisasi adalah munculnya
kaum transeksual. Transeksual sendiri memiliki pengertian yakni berasal dari
kata trans yang artinya menyilang atau tidak sesuai dan kata seks
yang berarti jenis kelamin, jadi dapat disimpulkan bahwa transeksual adalah
individu yang yang keadaan fisiknya atau jenis kelaminnya tidak cocok dengan
kejiwaan individu tersebut (Kartika, 1999:8). Kaum transeksual ini pada umumnya
disebut dengan waria, banci, atau bencong. Waria
merupakan salah satu contoh kaum transseksual yaitu male-to-female transsexual
atau orang yang terlahir lelaki
namun sejak kecil merasa dirinya perempuan sehingga mereka hidup layaknya
perempuan (Suwarno,2004). Terdapat satu hal penting yang harus diperhatikan
dalam hal ini, yaitu pengertian waria berbeda dengan homoseksual atau
transvestime (menggunakan pakaian perempuan dengan tujuan untuk memenuhi
kepuasan seksualnya) walaupun hal tersebut juga merupakan bagian dari suatu
kelainan seksual. Seorang transeksual khususnya seorang waria hanya akan
bahagia apabila diperlakukan sebagai seorang wanita (Tresnanti, 2004:2).
Di
daerah Mojosari banyak waria yang menetap disana, dengan perkembangan kecamatan
Mojosari yang begitu pesat, karena arus modernisasi yang mengakibatkan
industrialisasi, kemajuan teknologi, dan urbanisasi, menjadikan Mojosari
sebagai daerah pusat Kabupaten Mojokerto Timur. Waria di daerah ini tidak hanya
berpusat di Mojosari saja, namun juga di daerah sekitar Mojosari seperti di
daerah Pungging, Bangsal, dan Kutorejo. Pada awalnya para waria ini bekerja di
salon dan bahkan juga menjadi pelacur. Hal ini terjadi pada era sebelum abad
21, ketika itu perekonomian mereka hanya tergantung pada dua pekerjaan
tersebut. Hasil perekonomian mereka biasanya hanya cukup untuk kebutuhan
sehari-hari dan kebutuhan salonnya.
Dimasa
sekarang ini para waria di Mojosari memiliki pekerjaan tambahan selain nyalon. Mereka
mempunyai pekerjaan tambahan tampil di pementasan dangdut yang mereka namakan
sebagai “waria show”, mereka biasanya tampil dari desa ke desa dengan orkes
melayu dan mampu menarik perhatian penonton atau masyarakat, sehingga banyak
waria yang dikenal oleh masyarakat Mojosari dan sekitarnya dan mereka bagaikan
artis, ada beberapa waria yang sudah terkenal di kawasan Mojosari dan
sekitarnya seperti Jibun, Hindun, dan Yosi. Karena banyaknya tawaran dari
masyarakat akan pementasan “waria show”, hal ini pula yang berdampak pada
kehidupan mereka, khususnya dalam bidang ekonomi dan sosial. Oleh karena
ketertarikan peneliti ingin mengetahui dampak waria show tersebut, maka
peneliti mencoba mengangkat sebuah penelitian yang berupa makalah dengan
mengambil judul “WARIA SHOW” TONGGAK SEJARAH MASA KEEMASAN WARIA DI MOJOSARI, MOJOKERTO
TAHUN 1985-2013
B.
Latar Belakang
1.
Bagaimana keadaan sosial ekonomi waria sebelum
ada “Waria Show”?
2.
Bagaimana sejarah perkembangan “Waria Show” ?
3. Bagaimana
masa keemasan waria di Mojosari (dalam bidang sosial ekonomi)?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui keadaan sosial ekonomi waria sebelum ada “Waria Show”
2. Untuk
mengetahui sejarah perkembangan “Waria Show”
3.
Untuk masa keemasan waria di Mojosari (dalam
bidang sosial ekonomi)
D.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
sejarah dengan pendekatan penelitian kualitatif. Metode penelitian sejarah
merupakan proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan
masa lampau. Rekonstruksi rekaman dan peninggalan masa lampau secara kritis dan
imajinatif berdasarkan bukti-bukti atau data-data yang diperoleh melalui proses
itu disebut historiografi. Adapun yang dimaksud historiografi adalah usaha
untuk mensintesiskan data-data dan fakta-fakta sejarah menjadi suatu kisah yang
jelas dalam bentuk lisan maupun tulisan dalam buku atau artikel maupun
perkuliahan sejarah (Gottschalk, 1975:32-33) dalam (Sjamsuddin, 1996:17).
Dengan menggunakan metode sejarah dan historiografi (yang sering
dipersatukan dengan nama metode sejarah) sejarawan berusaha untuk merekontruksi
sebanyak-banyaknya daripada masa lampau manusia. Tetapi didalam daya upaya
terbatas itu sekalipun, sejarawan mengalami kesulitan-kesulitan. Jarang sekali
dpaat mengkisahkan sebagian sekalipun daripada masa lampau sebagaimana yang
sungguh-sungguh terjadi. Tetapi jika kita meminjam ungkapan dari geometri ia
dapat berusaha untuk mendekati masa lampau yang sesungguhnya ‘sebagai limit”.
Ia harus pasti bahwa rekaman-rekamannya sungguh-sungguh berasal dari masa
lampau dan memang benar-benar apa yang nampaknya demikian, dan bahwa
imajinasinya ditujukan terhadap re-kreasi dan bukan kreasi. Limit-limit
itulah yang membedakan sejarah dari fiksi, puisi, drama dan fantasi
(Gottschalk, 1983:33). Sementara itu penelitian kualitatif adalah penelitian
yang sasaran kajian atau penelitian adalah gejala-gejala sebagai saling terkait
satu sama lainnya dalam hubungan-hubungan fungsional dan yang keseluruhannya
merupakan sebuah satuan yang bulat dan menyeluruh dan holistik atau sistemik.
Pentingnya konteks dari gejala-gejala yang diamati (Patilima, 2005:6).
Penelitian sejarah mempunyai lima tahap penelitian, yakni (1)
pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi ada kritik sumber dan
keabsahan sejarah, (4) intrepetasi dan analisis, dan (5) Historiogarif yakni
penulisan sejarah (Kuntowijoyo, 1999:89). Dikarenakan penelitian ini adalah
penelitian sejarah maka metode yang digunakan seperti yang dijelaskan
Kuntowijoyo yakni menggunakan tahap-tahap sebagai berikut:
1.
Pemilihan Topik
Pada bagian ini Kuntowijoyo (2005:91) menjelaskan bahwa dalam
pemilihan topik yang mendasari peneliti memilih suatu objek penelitian adalah
dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual
a.
Kedekatan Emosional
Penelitian ini mengambil tempat atau lokasi di Mojokerto karena kedekatan
emosional peneliti terhadap daerah tersebut yang mana peneliti telah dibesarkan
dan masih berdomisili disana. Lokasi penelitian yakni kecamatan Mojosari sangat
dekat dengan tempat tinggal peneliti yang bertempat tinggal di kecamatan
Bangsal. Lokasi penelitian hanya berbatasan secara wilayah kecamatan. Pemain
waria show memang tidak hanya berasal dari Mojosari namun juga ada yang berasal
dari Bangsal. Selain itu sejak masa kecil, peneliti sering jalan-jalan di
daerah Mojosari dan sering mengetahui kediaman waria atau salon waria yang ikut
“waria show”. sehingga secara tidak langsung, hal ini dapat menjadi rujukan
awal peneliti untuk meneliti. Karena jarak waktu yang ditempuh dari Bangsal ke
Mojosari hanya 15 menit, tentunya kondisi ini dapat memudahkan peneliti dalam
merencanakan proses penelitian.
b.
Kedekatan Intelektual
Pertimbangan peneliti mengambil topik ini adalah dikarenakan
peneliti memilki ketertarikan dan mengembangkan kajian tentang fenomena sosial
dan kebudayaan. Peneliti juag suka menonton di televisi mengenai acara-acara
yang bertemakan kehidupan antroplogi sosial seperti “Human Planet” di BBC
earth, dan juga acara “Eagle documentary award” di Metro Tv. Dalam acara
tersebut ternyata dapat diketahui bahwa kehidupan yang dilakukan oleh manusia
itu berbagai macam jenisnya, dan menarik untuk diteliti, khususnya kehidupan
manusia yang memilki keunikan seperti halnya kehidupan waria.
Kedekatan intelektual peneliti mengenai “waria show” ini dimulai
ketika salah seorang saudara peneliti menyelenggerakan acara pernikahan dan
mengadakan hiburan “waria show” pada juli 2013 lalu, disitu peneliti melihat
bagaimana pementasan”waria show” dilakukan dan ternyata hal itu sangat menarik
perhatian masyarakat yang melihat, dan disitu peneliti mulai berpikiran mengapa
kehadiran “waria show’ ini dapat menarik perhatian masyarakat, hal ini
berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada masa-masa yang lalu atau
sekitar satu dekade yang lalu yang mana ketika itu waria cenderung menutupi
dirinya dan dihindari oleh masyarakat. Oleh karena itu peneliti ingin tertarik
untuk meneliti “waria show”
2.
Heuristik
Mencari bahan atau menyelidiki
sumber sejarah untuk mendapatkan bahan disebut heristik (heuristik). Orang
berusaha untuk sampai pada sumber asal, dengan sedapatnya menjauh sumber
perantara. Bahan yang langsung lebih dipentingkan dari pada yang sudah terjalin
menjadi sejarah. Bahan yang sudah tersusun dalam sejarah sudah terjalin dengan
tafsiran dan ulasan, sehingga tidak murni lagi menjadi bahan. Dalam heuristik
sekarang, studi sumber sejarah yang seksama dimungkinkan oleh penerbitan bahan
sejarah dalam bentuk ekstenso atau ikhtisar dan penyusunan ilmiah arsip yang
terbuka bagi sejarawan. Arsip nasional di Jakarta banyak dapat memberikan bahan
sejarah kepada sejarawan (Gazalba, 1981:114)
Sebelum kita memulai mengumpulkan
data dalam rangka melakukan penelitian, maka terlebih dahulu kita harus
mengecek apakah data yang kita perlukan sesuai dengan persoalan yang kita
hadapi (Supranto, 1981:36). Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
atas data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari pengamatan dan
pencatatan dilapangan sementara itu data sekunder diperoleh dari literatur yang
berhubungan dengan tema penelitian. Klasifikasi data berdasarkan sumbernya adalah:
a.
Sumber data primer
Sumber primer berarti kesaksian
dari seorang saksi atau pelaku dalam peristiwa tersebut atau pula dengan
dokumen yang dibuat pada saat itu. Data primer yang digunakan peneliti untuk
menulis “Waria Show” tonggak
sejarah masa keemasan waria di Mojosari, Mojokerto 1985-2013, diantaranya data-data tersebut berasal dari:
·
Acil selaku ketua PERWAMOS
(persatuan waria Mojosari),
·
Jibun selaku pemain “waria show”
·
Icha selaku pemain “waria show”
·
Fira selaku pemain “waria show”
·
Mamik selaku pemain“waria show”
·
Hindun selaku pemain “waria show”
·
Tamara selaku pemain “waria show”
b.
Sumber data sekunder
Sumber-sumber sekunder merupakan orang yang melihat atau saksi
mata dalam penelitian sejarah. Dalam penelitian ini sumber sekunder yang
digunakan adalah pelaku atau pemain “waria show” dan juga saksi mata dalam
pertunjukan “waria show”, seperti penonton atau masyarakat yang melihat “waria
show” dan yang berhubungan dengan waria, seperti teman atau tetangga waria.
Selain dari sumber lisan, sumber sekunder juga ada yang dalam
bentuk tertulis yakni berupa tulisan-tulisan yang menunjang penelitian. Karya
tulis tersebut diantaranya adalah buku Politik Identitas Etnis
Pergulatan Tanda Tanpa Identitas yang ditulis oleh Ubed Abdilah. Ada pula
buku Kami Bukan Lelaki Sebuah Sketsa Kehidupan Waria yang ditulis oleh
Atmojo. Ada juga Waria dan Penyakit Menular Seksual Kasus Dua Kota Di
jawa yang ditulis oleh Koeswinarno. Skripsi yang berjudul Konsep Diri Kaum Waria
Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Prasangka Sosial yang ditulis oleh Tresnanti.
3.
Verifikasi (Kritik sumber)
Kritik sejarah terbagi dalam kritik luar dan kritik dalam.
Kritik luar berusaha memastikan kesejatian atau ketulenan dan hubungan antara
bahan-bahan. Kritik dalam berusaha memastikan peristiwa yang dinyatakan oleh
bahan. Kritik sejarah adalah kerja terpenting sejarawan sebelum ia menulis. Ia
merupakan kerja persiapan sebelum dilakukan kerja yang sesungguhnya, yaitu
melukiskan masa lalu berdasarkan bahan yang ada padanya dan tanggapannya yang
ditimbulkan oleh bahan itu (Gazalba, 1981:115).
a.
Kritik Eksternal
Kritik eksternal yang dilakukan peneliti terhadap sumber primer
yang berupa tulisan atau arsip adalah memilih arsip mana yang sesuai dengan
keperluan penelitian, arsip diperoleh peneliti dari sumbernya secara langsung,
seperti dari PERWAMOS (Persatuan Waria Mojosari) dan masing-masing individu
waria. Peneliti menilai bentuk tulisan dan juga jenis kertas yang digunakan dan
juga kapan arsip itu dibuat. Hal ini dilakukan untuk menilai keaslian sumber yang
akan digunakan oleh peneliti.
Sedangkan untuk kritik eksternal yang dilakukan peneliti untuk
sumber primer lisan adalah dengan beberapa cara diantaranya adalah: 1) Usia
dari narasumber, apakah sesuai dengan jaman atau temporal yang diinginkan oleh
peneliti. Jika dilihat dari segi temporal, seharusnya sumber yang diwawancarai
pernah menjalani kehidupan dimasa tahun 1985-2013 dan tentunya mereka juga
dapat dikatakan sebagai pemain langsung dalam peristiwa, sehingga informasi
yang ingin diketahui oleh peneliti mengenai peristiwa “waria show” dapat
diperoleh sesuai harapan. 2) Bahasa, kata, kalimat dan gaya bicara yang
digunakan oleh narasumber saat diwawancarai oleh peneliti. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui keberadaan dan kedudukan narasumber di dalam “waria show”,
cara atau gaya bicaranya yang menyampaikannya dengan semangat dan serius akan
membantu peneliti dalam memperoleh informasi. Keabsahan mengenai narasumber
dapat diperoleh dari informasi narasumber lain yang memang benar-benar mengenal
beliau dan benar-benar memiliki kedudukan atau andil besar dalam “waria show”
b.
Kritik Internal
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penyeleksian terhadap
sumber serta melakukan pengujian terhadap isi dari sumber. Peneliti melakukan
penyeleksian terhadap data yang telah didapat, hal ini dilakukan agar data-data
yang digunakan dalam proses penulisan penelitian merupakan data yang valid.
Seperti misalnya dalam penelitian ini dalam melaksanakan kritik sumber
internal: bagi sumber lisan yang diperoleh dari hasil wawancara, peneliti dapat
melihat dari penekanan suara, mimik wajah, bicara, dan gerak-gerik narasumber.
Dari hasil penelitian tersebut peneliti dapat mengkroscek mengenai kebenaran
narasumber tersebut dengan menanyakannya kepada narasumber yang lain dan melalui
observasi pastinya. Jika ada kesamaan dari hasil informasi dari narasumber lain
dan juga hasil observasi maka narasumber tersebut dapat diakui kebenarannya
atau dapat dipercaya dan tentu informasinya dapat dipertanggungjawabkan.
4.
Interpretasi
Sebelum sampai pada tahap historiografi, terlebih dahulu fakta
sejarah tersebut digabung-gabungkan (disentasakan) berdasarkan pada subjek
kajian. Dalam kaitan itu, tema pokok kajian merupakan kaidah yang dijadikan
sebagai kriteria dalam menggabungkan data sejarah. Data yang tidak penting yang
tidak berkaitan dengan tema studi dipisahkan agar tidak mengganggu peneliti
dalam merekontruksi peristiwa sejarah, pada tahap ini dituntut kecermatan dan
sikap objektif sejarawan, terutama dalam hal interpretasi subjektif terhadap
fakta sejarah (Hamid, 2011:50).
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan semua data-data dari
berbagai sumber, baik itu sumber primer maupun sumber sekunder yang sudah
melalui tahap verifikasi. Setelah dikelompokan dari pengelompokan tersebut data
disusun menjadi sebuah laporan deskriptif yang merupakan hasil penguraian data.
Setelah tentursusun, data tersebut dihubungkan dengan konsep yang disampaikan
di kajian pustaka untuk memperoleh hasil
kesimpulan penelitian sehingga menghasilkan interpretasi data yang baik.
Peneliti melakukan proses intepretasi secara berurutan
berdasarkan rumusan masalah yang disampaikan dalam bab-bab atau permasalahan
dalam laporan penelitian. Pada bab “Waria Show” tonggak sejarah masa keemasan waria di Mojosari, Mojokerto 1985-2013, peneliti mengelompokkan lagi pada data tentang kondisi waria
sebelum adanya wari show, sejarah waria show, dan dampak dari “waria show”, hal
ini dilakukan agar pada tahap historiografi data lebih runtut dan
perubahan-perubahan yang terjadi dapat dilihat dengan baik.
5.
Historiografi
Historiografi merupakan puncak dari segala-galanya dalam metode
penelitian sejarah. Sejarawan pada fase ini mencoba menangkap dan memahami histoire
ralite atau sejarah sebagaimana terjadinya (Abdullah dan Sorjomiharjo,
1985:xv) dalam (Hamid, 2011:53). Dalam konteks itu, penulisan sejarah tidak
hanya sebatas menjawab pertanyaan-pertanyaan elementer atau deskriptif
mengenai: “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “bagaimana” suatu peristiwa terjadi
(disebut histoire evenementielle atau sejarah prosessual menurut Sartono
Kartodirjo), melainkan suatu eksplanasi secara kritis dan mendalam tentang
“bagaimana” dan “mengapa” atau sebab musabab terjadinya suatu peristiwa (Hamid,
2011:53).
Pada tahap historiogarfi ini peneliti memberikan gambaran dan
penjelasan yang mengenai hal yang dikaji dalam bentuk tulisan yang dilengkapi
dengan kutipan-kutipan dan juga analisis dari teori-teori yang sesuai dengan
kajian penelitian. Secara umum hasil penelitian ini ditulis sesuai dengan
pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Negeri Malang sebagai pedoman utama
dalam menyusun skripsi atau laporan penelitian peneliti. Langkah kedua adalah
melakukan pembenaran-pembenaran atau modifikasi sesuai dengan arahan dosen
pembimbing. Selain itu peneliti juga mendapatkan bantuan dari beberapa rekan
dan pengajar atau dosen selain pembimbing, untuk memberikan masukan mengenai
penulisan peneliti. Pengkoreksian yang dilakukan oleh rekan-rekan dan dosen menyangkut
masalah kepenulisan fisik (tulisan, bahasa) dan juga mengenai konsep pemikiran
dari peneliti, dengan cara yang seperti itu dapat ditemukan kesalahan-kesalahan
yang kemudian dapat diperbaiki oleh peneliti.
BAB III
PEMBAHASAN
1.
Keadaan Sosial Ekonomi Waria Sebelum Ada
“Waria Show”
Gambaran umum mengenai waria
di Mojosari pada tahun 90-an dapat diketahui bahwa pada umumnya keadaan sosial
mereka lebih cenderung menutup diri dari masyarakat, hal ini disebabkan karena
mereka sadar bahwa tindakan atau hidup yang mereka lakukan itu melanggar norma
dalam masyarakat. Sehingga membuat mereka cenderung menghindar dari kehidupan
masyarakat yang normal. Banyak pula masyarakat yang memandang bahwa kehidupan
waria itu cenderung negatif, yakni lebih bebas dan tidak bernorma, padahal
kenyataannya mereka tidak seluruhnya seperti itu, mereka para waria juga
melakukan pekerjaan yang baik yakni bekerja di salon seperti memotong rambut,
toning, creambath, facial, pedicure, menicure dan tata rias. Hal ini dilakukan
waria karena dalam mencari pekerjaan terasa sangat sulit dengan kondisi jati
diri mereka, sehingga banyak pula diskriminasi yang mereka dapatkan.
Dalam bidang ekonomi, para
waria terkonsentrasi pada kegiatan salon. Mereka mempunyai pendapatan dari
salon dan itu hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan mereka sehari-hari dan membeli peralatan salon. Bahkan ada pula waria
yang bekerja sebagai pelacur, dan mereka biasanya banyak ditemui di kawasan
komplek industri PT Ajinomoto, tepatnya di sebelah utara sungai Brantas di Kota
Mojokerto. Hal ini disebabkan mereka tidak mempunyai keahlian sama sekali,
sehingga tidak ada pekerjaan lain selain menjajahkan diri untuk memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.
Sebenarnya kaum
waria mempunyai hak yang sama dengan warga negara lain, hal ini dapat diketahui
melalui disahkannya UU No 39/1999 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 3 ayat (2) undang-undang
tersebut menyebutkan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan
perlakuan yang sama di depan hukum” dan ayat (3) berbunyi ,”Setiap orang berhak
atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa
diskriminasi”. Bahkan Pasal 5 ayat (3)
menyebut,”…berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan
dengan kekhususannya”. Berdasar aturan ini, kelompok waria oleh Komnas HAM kini
ditempatkan sebagai kelompok minoritas dalam Subkomisi Perlindungan Kelompok
Khusus.
Namun kenyataannya banyak
masyarakat yang ketika itu masih memandang waria sebagai orang yang abnormal
dan tidak selayaknya hidup dalam masyarakat, banyak yang menjauhinya dan melakukan
diskriminasi terhadapnya tidak hanya masyarakat saja, namun juga dari
pemerintah. Seharusnya pemerintah melakukan upaya untuk meningkatkan taraf
kehidupan waria, jika tidak bisa melakukan pekerjaan selayaknya masyarakat
normal dan bahkan tidak boleh menjadi pegawai negeri karena keadaan orientasi
seks yang menyimpang, seharusnya pemerintah melakukan pelatihan kerja terhadap
para waria, seperti menjahit, memasak dan memotong rambut. Karena dengan hal
tersebut dapat mencegah waria untuk melakukan pelacuran secara bebas.
Menurut Hindun
salah seorang waria senior yang sudah berusia 53 tahun dan ikut pula waria show
sejak tahun 1985 yang bisa dibilang sebagai pencetak atau pencetus waria show,
mengungkapkan jika pada masa sebelum adanya waria show keadaan waria tidak baik seperti sekarang
ini, “ya kalau dulu dicemooh mas, karena kan memang banci itu identik dengan
pekerjaan malam ya gampangane ngondol ngunulah mas, tapi sekarang sudah tidak
ada mas,sekarang kan masyarakat juga membutuhkan waria. Tergantung masing-masing
aja mas, ada yang seneng juga ada yang kesel”. Sementra menurut Jibun salah
seorang pemain waria show mengungkapkan bahwa sebelum dia menggeluti sebagai
pemain seni di waria show dia bekerja sebagai buruh di pabrik dan pembuat
genteng dirumahnya. “kebanyakan teman-teman saya waria itu kerja di salon mas,
kalau saya dulu kerja di pabrik mas dan membuat genteng di kampung dan hasilnya
itu tidak seberapa” ungkap jibun.
Sementara itu
menurut Icha salah seorang waria yang peneliti temui di salonnya di daerah
Bangsal mengungkapkan “Kalau dulu itu sekitar tahun 90-an waria hanya melakukan
pertunjukan di acara ludruk, namun sekarang kan sudah tidak ada yang tertarik
lagi dengan ludruk, jadi ya ada yang baru ini, waria show”. Icha juga
menambahkan bahwa “adapula waria yang melacurkan dirinya, kebanyakan mereka
menjajahkan diri di daerah Ajinomoto Mojokerto sana, ya hal itu mungkin karena
mereka gak ada keahlian, jadinya ya mereka kerjanya melacurkan diri, hanya itu
yang mereka bisa lakukan untuk sesuap nasi” tambahnya . Sementara itu ada pula
Mamik yang menjelaskan mengenai gambaran waria di era 90-an atau sebelum ada
waria show, waria yang bisa dikatakan sudah senior dan bercita-cita jadi guru
ini mengatakan “dulu itu salon ya jarang mas, dulu saya pernah menjadi pembantu
rumah tangga, sebulan hanya digaji 20.000 mas, saya juga mencoba berjualan dari
nasi goreng, martabak di Surabaya, akhirnya saya ke Mojokerto coba membuka
salon, ya alhamdulilah lancar mas, dan pada awal tahun 2000-an ikut waria show
tambah sukses mas ” ungkapnya.
Jadi dapat
diketahui ternyata sebelum ada waria show mereka bekerja tidak hanya di bidang
salon saja namun juga ada yang menjadi buruh pabrik, pembuat genteng, pemain
ludruk, pembantu rumah tangga dan pedagang. Kehidupan perekenomian mereka
sangat terpuruk, bahkan dengan kerja di salon saja pendapatan mereka tidak
pasti. Dalam menjalani kehidupannya khususnya dalam bidang ekonomi para waria
di daerah Mojosari dan sekitarnya ini memulai karirnya dari bawa, dari tidak
punya apa-apa dan terus berusaha sampai sukses seperti sekarang ini. Bagaimana
dalam kehidupan sosial?
Dalam kehidupan
sosialnya waria di daerah Mojosari ini mengalami berbagai masalah sebelum
adanya waria show, menurut Fira waria yang memiliki hobi menari ini menjelaskan
“dulu keluarga saya kecewa dan marah dengan saya karena bertentangan, bahkan
saya pernah ditampar oleh bapak saya mas, dan dalam kehidupan masyarakat, ada
yang suka dan ada yang tidak suka mas, tapi saya pernah ikut pengajian “tibaan”
laki-laki di desa saya, ketuanya itu ngerti mas kalau saya itu banci, ya udah
saya dikeluarkan dari kumpulan tibaan, ya alasanya mungkin takut nama
kumpulannya ikut jelek, tapi ketika itu banyak teman-teman saya yang aslinya
gak pengen saya keluar mas, tapi mau gimana lagi” ungkapnya. Sementara itu
menurut Mamik “ya banyak mas masyarakat sekitar ini yang tidak suka ada pula
yang suka, tapi ya kita kan tidak mengurusi masalah dia, kita juga menjaga
sikap di lingkungan masyarakat, ya biarinlah”ungkapnya, bahkan Jibun juga mengungkapkan
ketika awal mula berkarir “dulu ketika awal-awal manggung saya sering dimarahi
sama penonton mas, bahkan ada yang mengatakan gini “bencong iki kok gak
ndang mari nyanyine, gak gelem mudun tak antem boto koen yo” ada yang
ngomomg kayak gitu mas, tapi ya saya mencoba sabar saja mas” ungkapnya .
Jadi dapat
diketahui dalam kehidupan sosial ternyata para waria mengalami berbagai
problematika sosial, banyak masyarakat yang memandang bahwa waria itu cenderung
dengan hal yang negatif atau melanggar norma. Dalam kehidupan keluarga mereka
juga dipandang buruk dan bahkan mereka juga mendapatkan kekerasan dari pihak
keluarga karena keadaan mereka yang abnormal, dalam kehidupan bermasyarakat
mereka juga mendapatkan perlakuan diskriminatif dari masyarakat disekitarnya.
Banyak dari mereka yang memang dihindari oleh masyarakat dan tidak diakui dalam
lingkungan masyarakat, bahkan adapula yang ketika awalmula berkarir sudah
mendapatkan cemoohan dari masyarakat, namun dengan hal yang seperti itu para
waria ini bisa menjalani kehidupan secara mandiri tanpa mengantungkan diri pada
orang lain.
Maka dari itu
ada upaya dari waria untuk membentuk sebuah komunitas seperti komunitas waria
yang terdapat di Mojosari yakni Persatuan Waria Mojosari (PERWAMOS). Awal mula
dari dibentuknya PERWAMOS ini menurut ketua PERWAMOS yakni Acil mengungkapkan
bahwa “kumpulan ini awal mulanya itu ingin mendirikan kawasan waria, untuk
bertukar pikiran agar bisa kumpul-kumpul pastinya komunitas ini dididirikan
sekitar 5 tahun yang lalu, untuk tujuannya itu ya ingin menguatkan persaudaraan
atau persatuan waria di kawasan Mojosari ini”.
Sementara itu
menurut Hindun yang merupakan Humas Persatuan Waria Mojokerto (PERWAMO)
mengatakan bahwa “ya kan dulu waria itu dicemooh oleh masyarakat mas, mengenai
kehidupan malamnya itu, maka dari itu dibuatlah kumpulan waria PERWAMO kalau di
Mojosari itu rantingnya namanya PERWAMOS. Di Mojokerto itu ketuanya namannya
Jimy, kalau saya bagian Humasnya. Untuk anggotanya sekarang 167 waria,
tujuannya ya dibuat sebagai arisan kecil-kecilan antar waria gitu mas, terus ya
bagi waria yang menganggur akan diberi pekerjaan atau usaha, dan supaya
kehidupan atau seks bebas yang dilakukan oleh waria itu dipersempit dengan cara
ya diberi pekerjaan tadi”.
Dapat diketahui
bahwa perkumpulan waria di Mojokerto atau khususnya di daerah Mojosari ini
memang diawali dengan permasalahan yang dihadapi oleh waria yakni dari segi
sosial mereka banyak mengalami antisosial dari masyarakat, seperti mendapatkan
cemooh dari masyarakat, dan waria ketika itu juga dipandang jelek oleh
masyarakat karena kehidupan malamnya atau kehidupan bebas yang mereka lakukan.
Dari segi ekonomi banyak waria yang tidak punya keterampilan atau keahlian
dalam bekerja sehingga mereka banyak yang tidak bekerja atau nganggur. Oleh
karena itu dibentuklah komunitas waria yang bernama Persatuan Waria Mojokerto
(PERWAMO) dan Persatuan Waria Mojosari (PERWAMOS). Tujuan dari komunitas waria
ini adalah untuk melakukan kumpul-kumpul antar waria di Mojokerto dan Mojosari khususnya,
mereka juga bertukar pikiran mengenai permasalahan yang dihadapi oleh waria,
dan juga melakukan arisan untuk memperkuat kebersamaan antar waria seluruh
Mojokerto dan khususnya waria Mojosari.
2.
Sejarah Perkembangan Waria Show
Awal
mula adanya waria show ini telah dijelaskan oleh Hindun yakni seorang pemain
waria show yang bisa dibilang pionernya atau pencetak dari waria show
yang mengungkapkan “ya saya ini yang mencetak waria show di Mojokerto ini mas,
bisa dibilang yang pertama kali melakukan kesenian orkes waria di Mojokerto ini
saya. Jadi awal mulanya waria show itu dimualai dari acara Nasubah, Nasubah itu
ya orkes tapi kebanyakan yang main itu penyanyi wanita mas, warianya cuma satu,
dua. Awalnya ikut ludruk pada tahun 1970an, akhirnya ludruk surut dan ikut
akhirnya pada tahun 1989 itu saya buat waria show, dengan menampilkan
orkes tapi lipsinc, dan menampilkan
remo, disitu mulai waria show di Mojokerto, dan akhire ya berkembang pas tahun
2000-an, tapi tampilnya itu pecah-pecah mas, dan mereka juga membuat
kreatifitas sendiri-sendiri, sementara itu bayarannya ya seiklhlasnya aja mas,
saya gak tau matok harga, tapi kalau sekarang ini per orangnnya itu 100.000”.
sementara itu Jibun pemain waria show yang
juga terkenal di daerah Mojosari dan sekitarnya menceritakan bahwa “awal mula
dulu saya manggung sendiri mas,saya dulu bernyanyi dengan penyanyi-penyanyi
wanita, cuma saya saja yang yang waria dan saya meliat cuma saya saja ketika
itu yang bernyanyi ala waria” dia juga menambahkan mengenai waktu awal mula dia
berkarir “saya lupa tahun berapa saya memulai menyanyi, tapi yang saya ingat
itu masih terkenalnya lagu kumbang-kumbang ditaman mas. Awalmula saya manggung
dulu satu kali mentas itu cuma dikasih uang 10.000-15000, paling besar ketika
itu saya manggungng di Pacet diberi 50.000, teman-teman saya juga bilang,
seharusnya kamu matok harga aja, saya bilang saya gak bisa matok, saya gak mau
karena dari hati saya itu gak ada pemikiran mengenai itu, karena saya juga
sadar diri saya hanya seorang waria, apa didapatkan dari saya?, suara saya saja
nol”.
Jibun juga menambahkan
pengalamannya ketika awal-awal manggung, “dulu saja ketika saya awal-awal
manggung saya sering dimarahi sama penonton, bahkan saya ingat ada yang bilan
gini, bencong iki kok ndang mari nyanyine, nek gak gelem mudun tak antem
boto koen yo, sampai ada yang kayak gitu mas, tapi saya ya yang sabar aja
mas”.
Jadi dapat diketahui awal
mula waria show dilakukan sekitar tahun 1985, yang mana ketika itu waria
melakukan pertunjukan Nasubah yakni waria manggung hanya sebagai pengiring
saja, yakni pengiring penyanyi perempuan di orkes melayu, mereka hanya
menyanyikan satu atau dua lagu saja. Sementara itu pendapatan yang mereka
dapatkan hanya sangat sedikit, bahkan mereka (para waria) tidak dapat mematok
bayaran yang ia inginkan.karena waria ketika itu masih berpikiran bahwa dia
tidak dapat memberikan apa-apa kepada penonton, karena suara aja dia tidak
sebagus suara penyanyi yang profesional. Bahkan mereka juga mendapatkan cemooh
yang tidak sepantasnya mereka dapatkan dari para penonton atau masyarakat
ketika awal mereka manggung, hal ini disebabkan karena ketika itu pandangan
masyarakat mengenai waria memang cenderung negatif, sehingga tak sedikit
masyarakat yang meremehkan para waria.
Pada sekitar awal tahun
2000-an Jibun menjelaskan awal perkembangan waria show, ia menjelaskan “setelah
itu saya buat grup yang kita namai grup trio omplong. Saya juga
tidak tahu pasti itu kapan, tapi ketika itu masih ramai-ramainya lagu aduh
abang sayang. Jibun juga menambahkan “saya ketika itu sudah show
kemana-mana mas, tidak hanya di daerah Mojosari atau Mojokerto saja, namun juga
ke Jombang, Sidoarjo, ke Surabaya itu ke Dolly pernah, Perak, Jagir pernah mas.
Bahkan pernah ikut lomba nyanyi humor di Sidoarjo dan menjadi juara mas sama trio
omplong”.
Jibun juga
menambahkan bahwa “dulu yang pertama kali melakukan waria show atau pionernya
itu saya mas, sehingga banyak waria-waria lainnya yang ikut dan meniru gaya
saya”. Bahkan beberapa narasumber yang peneliti temui menjelaskan bahwa sejak
ramaja mereka sudah terjun didunia hiburan, misalnya seperti Icha ia
menjelaskan ”sejak saya masih SMP, saya sudah show menyanyi di Studio East
salah satu diskotik di Kota Surabaya”. Sementara itu Fira juga menjelaskan awal
mula ia berkarir “saya mulai terjun di waria show itu sekitar tahun 2005 mas,
keetika saya baru lulus dari SMA”. Hal serupa juga dialami oleh Tamara salah
seorang pemain waria show ia mengutarakan bahwa “aku awalnya tahun 2000-an dulu
diajak sama teman ikut waria show, ya udah aku ikut aja, dan bayarane itu ya
kalau pertama berkarir dulu ya Cuma 10.000 tapi sekarang ini sudah 100.000”.
Jadi dapat diketahui pada
awal perkembangannya waria show, mereka sudah membuat grup, dan mereka pada
awal perkembangannya ikut berbagai festival menyanyi, hingga akhirnya mereka
bisa tampil diacara yang diselenggarakan oleh masyarakat. awal perkembangan
waria show diperkirakan sekitar tahun 2007 yang mana ketika itu sedang
populernya lagu dangdut aduh abang sayang. Mereka sudah manggung dengan
waktu yang cukup lama, tidak lagi menjadi pengiring lagi, namun mereka masih
tetap ikut orkes melayu yang umumnya artisnya adalah wanita tulen. Mereka sudah
manggung dimana-mana, tidak hanya sebatas pada wilayah Mojosari saja. Dapat
diketahui pula bahwa Jibun adalah sebagai pioner waria show di Mojosari, dan ia
menjadi inspirasi bagi waria lainnya untuk ikut pula dalam perunjukan waria
show. Dari beberapa waria yang peneliti wawancara ternyata mereka telah terjun
didunia hiburan sejak masih remaja, yakni ketika masih SMP dan SMA.
Dimasa sekarang ini “waria
show” semakin berkembang, bahkan sudah saya sampaikan diatas, tak sedikit para
waria ini mendadak menjadi artis desa, beberapa yang sudah dikenal dalam
masyarakat diantaranya adalah Jibun, Icha dan Hindun. Jibun mengutarakan
mengenai kondisi sekarang ini “saya sudah manggung dimana-mana mas, dari
kampung ke kampung. Dan saya bisa dibilang sekarang ini sudah dapat nama lah
dari masyarakat” Jibun juga menambahkan “akhirnya sekarang ini nama saya sudah
dikenal mas, kalau saya manggung, ketika saya jalan menuju panggung, ada suara
dari penonton sering bilang endi se sing jenenge Jibun iku, saya
kalau manggung selalu digriring sama masyarakat mas.
Dalam masalah pembayaran
Jibun juga mengatakan “sampai sekarang ini saya tidak berani matok mas, kalau
ada keluarga yang tidak mampu ya seikhlasnya saja, tapi untuk yang grup Omplong
yang tiga orang itu 350.000 mas, kalau grup yang lima orang itu 550.000-600.000
mas”. Ketika sudah sukses, waria mengatakan berbagai perasaannya seperti Jibun,
ia mengatakan “saya itu merasa takut mas bila nanti saya manggungnya itu kurang
enerjik atau bagaimana gitu mas. Jadi saya tetap biasa-biasa aja mas meskipun
banyak masyarakat yang suka dengan saya, bahkan untuk bayaran, saya tidak
mematok harga kok mas”.
Jadi dapat diketahui bahwa
sekarang ini waria show sudah sangat berkembang para waria semakin dikenal oleh
masyarakat, mereka bagaikan artis desa yang ditunggu-tunggu kedatangannya oleh
masyarakat. Dalam masalah bayaran mereka tidak mematok bayaran. Namun bayaran
yang ia peroleh tetap saja besar dan itu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi
kehidupannya sehari-hari. Apalagi ketika peneliti datang ke kediaman para
waria, setiap harinya mereka selalu disibukan dengan acara waria show, mereka
manggung di berbagai acara dari desa ke desa.
Waria show memang sangat
digemari oleh masyarakat, menurut Jibun ia menjelaskan “ya karena
pertunjukannya itu ya lebih ke nyanyi-nyanyi humor, orkesan humor gitu mas,
jadi joged itu ya jungkir walik, kutang’e di plorot, wig e di uncalne,
pokok e humor la mas, biar masyarakat bisa ketawa dan itulah yang disukai oleh
masyarakat”. jibun juga menambahkan “la kalau dipikir-pikir waria itu ya
emangnya bisa apa mas?, wong suara yo suarane waria, gak punya suara bagus mas,
suaraku ya nol besar, oleh karena itu saya dan teman-teman harus punya
kelebihan mas, kelebihannya ya di humor tadi”.
Jadi dapat diketahui bahwa
kunci waria show dapat menarik perhatian dari masyarakat adalah dari sisi
humornya, jadi mereka bernyanyi dan berjoged dengan gaya yang lucu sehingga
dapat membuat penonton atau masyarakat tertawa. Para waria sadar jika mereka
tidak memiliki suara yang bagus mungkin mereka bisa menari saja, oleh karena
itu dengan kreativitas yang mereka buat, mereka membuat acara menjadi humor
saja tidak menyanyi secara profesional seperti yang dilakukan oleh penyanyi
orkes melayu pada umumnya. Karena kehumorannya ini membuat masyarakat senang
dan tertarik untuk melihat dan menanggap mereka.
Mengenai pementasan Jibun
menjelaskan “kita kalau pentas itu diiringi orkes melayu mas, dan itu tidak
hanya satu orkes saja, jaringan kita banyak mas. Bahkan kita pernah sama OM
SERA, tapi ketika itu bukan seranya yang ngajak tapi tuan rumahnya yang
ngundang saya mas”. Jibun juga menambahkan “awal mula orkes ngajak kita itu
gini mas, jadi dulu itu saya kenal banyak penyanyi wanita mas, teman-teman
penyanyi wanita saya itu mengusulkan pada orkse melayunya itu, ayo ngajak
bencong, ben lucu pertunjukane, ya itu mas akhirnya saya mulai diajak
gabung sama orkes melayu itu”.
Sementara itu untuk jalannya
pertunjukan waria show, para waria yang peneliti temui menjelaskan secara
detail, bahwa perunjukannya sebagai berikut:
·
Pembukaan
Dalam pembukaan ini MC memanggil satu persatu waria sebagai
pengenalan kepada penonton, mereka dipanggil dengan nama perempuannya dan
prianya, contohnya “ini dia Susi alias Paito”, hal itu dimaksudkan agar bisa
membuat penonton tertawa.
·
Mode Show
Dalam mode show ini waria
melakukan peragaan seperti model profesional di atas panggung, dan mereka juga
sering menjatuhkan diri dan saling menjaili dengan temannya hal ini dimaksudkan
agar penonton bisa tertawa.
·
Menyanyi
Dalam acara menyanyi ini, waria tidak menyanyi seperti halnya
penyanyi profesional, namun mereka menyanyi dengan jungkir walik, weeknya
mencelat, dan bahkan kutangnya terkadang di pelorot. Dan hal itu
memang dimaksudkan untuk humor semata, agar masyarakat bisa senang dan tertawa.
·
Tari Ular
Tari ular ini waria menari bersama dengan ular, dan jenis ular yang
dipakai biasanya adalah ular phyton, dan saat penampilan tari ular sama halnya
seperti saat penampilan bernyanyi, biasanya itu kutangnya di pelorot. Pada saat itu terjadi,
penonton bisa tertawa terbahak-bahak.
Begitu sistematisnya acara
waria show membuat acara ini sudah menjadi acara yang bisa dibilang besar,
seperti halnya acara orkes atau ludruk di Jawa Timur. Hal ini juga ditambah
dengan penonton yang semakin suka dengan waria show, namun ada juga waria yang
maih menjadi pengiring orkes melayu, dan biasanya mereka diundang oleh si tuan
rumah untuk menghibur masyarakat atau agar ada unsur kelucuan dalam orkes
tersebut.
Sementara itu
untuk keanggotaannya waria show sendiri Hindun menjelaskan bahwa “kalau itu ya
saya sudah mencetak Trio Macan itu mas, yang sekarang sudah terkenal di TV, itu
kan asalnya dari Mojokerto, ya berhubung sudah terkenal ya saya ciptakan grup
trio Omplong, itu versi warianya mas, ya gampangannya isinya sudah keluar yakni
Trio Macan tadi, sekarang tinggal Omplong,e tok ngunu loh mas. Kalau dulu ada
tujuh orang yang diambil dari PERWAMO di kontrak sama orkes di Mojokerto”.
Sedangkan Tamara menjelaskan bahwa “kalau waria show itu punya job
sendiri-sendiri gak ada perkumpulannya, mereka handle sendiri-sendiri, kalau
ada job biasanya ngajak teman atau teman yang ngajak saya. Kalau komunitas
waria ada perkumpulannya, kalau di daerah sini ya Acil itu”.
Jadi dapat
diketahui bahwa dalam keanggotaaannya, waria show tidak ada anggotanya, namun
mereka punya grup bahkan salah satu narasumber penulis yakni Hindun
menceritakan bahwa ia telah mencetak grup trio macan yang beranggotakan tiga
wanita cantik dan akhirnya juga terkenal seantero Indonesia, setelah itu ia
membentuk grup waria yang ia namakan trio omplong, grup ini terkenal di kawasan
Mojokerto. Mereka pada umumnya melakukan job atau pekerjaan itu
sendiri-sendiri, mereka yang mengatur sendiri, jika ada seorang yang mendapat
job maka akan mengajak temannya dan sebaliknya, untuk pendapatannya bisa
dibagi.
3.
Masa Keemasan Waria di Mojosari (Dalam
Bidang Sosial dan Ekonomi)
Ketika ada waria show ini
kehidupan waria di Mojosari berubah, mereka yang dulunya dipandang negatif oleh
masyarakat, akhirnya mereka dapat keluar dari stigma negatif masyarakat
tersebut, yang akhirnya merubah kehidupannya khususnya dalam bidang sosial dan
ekonomi, mereka jauh lebih baik daripada sebelumnya. Kerja keras yang mereka
lakukan berdampak baik kepada mereka, beberapa waria yang ikut dalam waria show
mengungkapkan berbagai hal mengenai kesuksesan yang mereka lakukan dari hasil
melakukan pertunjukan waria show, pendapat mereka cenderung positif.
Salah satunya yang
diungkapkan oleh Hindun, ia mengutarakan “ya sekarang ini masyarakat sudah
senang dengan kita, masyarakat yang dulu mencemooh kita, sekarang gak ada lagi
wes,an”. Ketua PERWAMOS, Acil juga mengungkapkan bahwa “ya sekarang masyarakat
bisa lebih dekat dengan waria, mereka tanya-tanya ada waria show, ketika mereka
tahu ya senang, jadinya masyarakat sekarang sudah mengenal kita dengan baik “.
Hal serupa juga dikatakan Jibun, ia mengatakan “ya alhamduliah saya sekarang
sudah lebih baik atau jauh lebih baik dari sebelumnya, saya sekarang dikenal
oleh masyarakat, ya pokok e terkenal lah di masayarakat”. Hal senada juga
disampaikan oleh Icha, “ya sekarang masyarakat semakin suka atau senang dengan
saya, dan ini juga dapat memperbaiki nama waria dalam pandangan masyarakat”. sementara
itu menurut Fira, “senang mas, masyarakat sekarang semakin suka”, Mamik juga
menyampaikan “ya sekarang saya semakin dikenal oleh masyarakat, waria juga
semakin baik dimata masyarakat dan kita bisa diterima dalam kehidupan
masyarakat yang normal mas”.
Dapat kita simpulkan bahwa
dalam bidang sosial mereka para waria sudah mendapatkan pandangan yang baik
dari masyarakat, mereka yang dulu dipandang negatif oleh masyarakat karena
abnormal dan melanggar norma kehidupan masyarakat dengan adanya waria show para
waria mendapatkan hati dari para penonton atau masyarakat, mereka banyak yang
dikenal oleh masyarakat dari desa ke desa. Hal ini tidak hanya berdampak pada
setiap individu waria saja, namun juga pada waria secara umum. Mereka dapat
hati dari masyarakat, secara tidak langsung masyarakat secara umum memandang
waria sudah tidak berbau negatif lagi, mereka memandang waria itu lucu dan hal
ini secara tidak langsung juga membuat
konsep pandangan masyarakat mengenai waria menjadi positif dan dapat menerima
mereka seperti halnya masyarakat normal lainnya.
Masa keemasan dalam bidang
ekonomi ini dapat didapatkan dari beberapa keterangan para waria yang ikut
waria show, bahkan ada salah satu pemain waria show yang menjadikan waria show
sebagai pekerjaan utama mereka. Seperti Hindun, ia menutarkan, bahwa “dulu iku
ya aku cma nyalon aj mas, pendapatane iku yo mek digawe mangan, salon biyen ya
ngontrak, kulak,an kebutuhan nyalon iki mas, sekarang setelah ada waria show,
ya alhamdulilah gawe tambahan bangun salon, nyicil sepeda, tuku kulkas mas”.
Sementara itu Jibun juga mengatakan, “ya dalam bidang ekonomi alhamdulilah mas,
waria show ini kan pekerjaan utama saya, karena saya tidak punya pekerjaan lain
selain show, ya karena waria show ini saya bisa membangun rumah, beli sepeda
motor, menyekolahkan anak saya dan dapat modal untuk membuka warung didepan
rumah saya yang diurusi sama istri saya”.
Sementara itu Icha juga
mengatakan “ya kalau dari segi ekonomi, alhamduliah aku iso tuku kulkas, LED
TV, isok nyecel sepeda pisan, bayar kontrakan, ya digawe tuku perlengakpan
make up juga, ya banyaklah”. Fira juga mengungkapkan bahwa “ya alhamdulilah
mas, aku ya iso tuku peralatan salonku, make up, ma nyicil sepeda motor pisan
mas”. Sementara Mamik juga mengungkapkan “ya akeh mas, ya iso bangun omah,
bangun salon dewe, ya duwite teko waria show pisan, terus digawe perlengkapan
salon sisan mas”. Tamara juga mengatakan bahwa “ya banyak wes mas hasile , ada
TV, perlengkapan salon ku iki ada tempat keramas, yo nyicil sepeda, yo aku iso
ngontrak ning tempat yang lebih bagus dan luas, kalau dulu tempate kecil mas”.
Dari segi perekonomian dapat
diketahui bahwa keadaan perekonomian mereka jauh lebih baik dari sebelumnya.
Bahkan ada yang dari mereka menjadikan waria show sebagai profesi utama.
Bayaran dari waria show memang lumayan tinggi, per pertunjukan mereka rata-rata
dapat sekitar 100.000-250.000 per orang, dari pengamatan peneliti ternyata
jadwal show para waria show juga sangat padat, bahkan hampir setiap hari mereka
ada job untuk show. Mereka yang memilki salon biasanya harus membagi
waktu, membuka salon dari pagi hingga sore hari saja selanjutnya malamnya
mereka melakukan waria show. Banyak pendapatan yang mereka dapakan dari waria
show dan hasilnya begitu nyata, mereka menggunakannya untuk membeli berbagai
kebutuhan dalam hidupnya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat tabel berikut ini:
Tabel:
Keadaan sebelum adanya “Waria Show”
Nama
|
Pekerjaan
utama
|
Penghasilan
perharinya
|
Hasil Dari
Pekerjaan
|
Jibun
|
Karyawan Pabrik
|
Rp 10.000-Rp20..000
|
1.
Mencukupi kebutuhan sehari-hari
|
Icha
|
Salon
|
Rp 50.000-Rp 80.000
|
1.
Perlengkapan salon
2.
Kebutuhan Sehari-hari
3.
Kontrak/sewa tempat salon
4.
Make up
|
Fira
|
Ahli Gizi dan Salon
|
Rp 50.000- Rp 100.000
|
1.
Membangun salon
2.
Perlengkapan salon
3.
Mencukupi kebutuhan sehari-hari
|
Mamik
|
Pedagang - Salon
|
Rp 20.000- 50.000
|
1.
Mencukupi kehidupan sehari-hari
2.
Membangun salon kecil-kecilan
3.
Membeli sepeda motor bekas.
|
Hindun
|
Salon dan Waria Show
|
10.000-50.000
|
1. Mencukupi
kehidupan sehari-hari
3 Membeli
perlengkapan salon
2. Kontrak
tempat salon
|
Tamara
|
Salon dan Waria Show
|
10.000-50.000
|
1. Mencukupi
kebutuhan sehari-hari
2.Membeli
perlengkapan salon
3. Kontrak/sewa
tempat salon
|
Tabel: Masa
keemasan waria dalam bidang perekonomian
Nama
|
Pekerjaan
utama
|
Penghasilan
perharinya
|
Hasil Dari
Pekerjaan
|
Jibun
|
Waria Show
|
Rp 100.000-500.000
|
1.
Mencukupi kebutuhan sehari-hari
2.
Membangun rumah permanen
3.
Membeli sepeda motor Honda Beat
4.
Membangun warung
|
Icha
|
Salon dan waria show
|
Rp 100.000-Rp 500.000
|
1.
Perlengkapan salon
2.
Kontrak ditempat yang lebih luas
3.
Kebutuhan Sehari-hari
4.
Make up
5.
Membeli kulkas Sharp
6.
Membeli LED TV
7.
Membeli sepeda motor Honda Vario
|
Fira
|
Ahli Gizi dan Salon
|
Rp 50.000- Rp 100.000
|
1.
Membangun salon
2.
Perlengkapan salon
3.
Mencukupi kebutuhan sehari-hari
4.
Membeli sepeda motor Honda Vario
|
Mamik
|
Pedagang - Salon
|
Rp 20.000- 50.000
|
1.
Mencukupi kebutuhan sehari-hari
2.
Membangun rumah dan salon permanen
3.
Membeli sepeda motor 2 buah.
4.
Membeli mobil Avanza
|
Hindun
|
Salon dan Waria Show
|
75.000-250.000
|
1. Memenuhi kebutuhan sehari-hari
2. Membeli perlengkapan salon
3. Membangun salon dan rumah secara permanen
4. Sepeda motor Honda Revo
|
Tamara
|
Salon dan Waria Show
|
50.000-200.000
|
1. Memenuhi kebutuhan sehari-hari
2. Membeli perlengkapan salon
3. Kontrak/sewa tempat yang lebih besar/luas.
4. Membeli LED TV
5. Sepeda motor Honda Vario
|
(Sumber: Hasil Wawancara
dan Observasi Peneliti)
Dapat diketahui bahwa keadaan
ekonomi para waria sebelum adanya waria show, mereka hanya terkonsentrasi pada
kegiatan salon saja, dan pendapatan mereka tidak terlalu besar, bahkan
pendapatan mereka dulu itu hanya cukup digunakan untuk makan sehari-hari saja,
untuk membeli perlengkapan salon seperti shampo, semir rambut, dsb, dan untuk
membayar kontrakan yang tempatnya kecil. Namun sekarang mereka bisa mendapatkan
uang tambahan dari hasil waria show dan digunakan untuk membeli Peralatan
salon, seperti tempat Creambath, peralatan elektronik/ gadget seperti TV
LED dan lemari es, bahkan hampir semua
waria yang penulis teliti semuanya menggunakan gadget Blackberry,
adapula yang bisa menyicil sepeda motor, bisa mengontrak ditempat yang lebih
bagus dan luas, dan juga bisa membangun rumah dan salon secara permanen atau
sudah tidak mengontrak lagi.
Dengan adanya waria show ini
perekonomian para waria dapat lebih baik daripada sebelumnya, sehingga taraf
kehidupannya juga jauh lebih baik daripada sebelumnya. Bahkan dimasa sekarang
ini sudah jarang ditemui waria yang menggantugkan kehidupannya pada pelacuran,
dengan adanya PERWAMO dan PERWAMOS mereka diberi keterampilan dan diberi
pekerjaan seperti menjual wig, nyalon, dan juga waria show untuk mendapatkan
pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari.
Meskipun waria show bukanlah pekerjaan utamanya, dengan pendapatan waria show
tersebut maka menambah pula pemasukan atau pendapatan waria perharinya, bisa
diketahui bahwa para waria hampir setiap hari mendapatkan job untuk waria show,
seperti di acara kondangan, hiburan malam/pasar malam, dan acara lainnya,
pastinya mereka akan mendapatkan pendapatan yang fantastis, misalnya saja
setiap harinya mereka manggung disatu sampai dua tempat, dan tiap tempatnya
memperoleh 100.000, sudah dapat 100.000 -200.000 perharinya belum juga
pendapatan dari salon, paling gak perharinya salon hanya mendapatkan sekitar
50.000-100.000 perharinya, jadi bisa dibilang bahwa pendapatan waria show lebih
banyak daripada pendapatan dari salon. Oleh karena itu para waria pada umumnya
membuka salon hanya sampai soreh hari saja, dan malam harinya mereka show di
kampung-kampung atau desa-desa.
Pandangan masyarakat mengenai
waria yang sudah baik dan sudah menerima waria dalam kehidupan masyarakat
bahkan sekarang ini waria juga mendapatkan sanjungan atau disegani oleh
masyarakat, hal ini disebabkan karena mereka sering menghibur masyarakat
melalui waria show. Dalam bidang sosial para waria ini mendapatkan posisi yang
bagus dimata masyarakat. Tidak hanya itu dengan adanya waria show ini
perekonomian waria juga meningkat tajam, mereka dapat penghasilan tambahan
selain pendapatan salon, hal ini mengakibatkan taraf hidup waria jauh lebih
baik dari sebelumnya. Oleh karena kemajuan yang diperoleh oleh waria ini maka
penulis berani membuat sebuah statement yakni waria show ini merupakan
tonggak penting masa keemasan waria di kawasan Mojosari, Mojokerto.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Keadaan waria sebelum adanya
waria show dalam kehidupan sosial bermasyarakat mereka dipandang sebagai
sekelompok orang yang melanggar norma masyarakat, sehingga mereka dijauhi oleh
masyarakat, dihindari oleh masyarakat dan bahkan dicemooh oleh masyarakat, hal
ini disebabkan karena waria itu cenderung dengan kehidupannya yang bebas atau
keluar malam. Dari segi perekonomian mereka juga mendapatkan kendala, mereka
hanya bertumpuh pada pekerjaan nyalon, dan pendapatannya hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan untuk membeli perlengkapan salon. Bahkan
tak banyak dari mereka juga sulit untuk mencari pekerjaan, dengan keadaan yang
seperti itu mereka sulit untuk mencari kerja selayaknya orang normal, apalagi
jika ingin menjadi pegawai negeri sipil, pastinya perusahaan swasta maupun
pemerintahan tidak mau memperkerjaan waria yang mengalami gangguan gender, hal
ini semakin diperburuk dengan tidak adanya keterampilan yang mereka miliki, oleh
karena itu banyak dari mereka yang melacurkan diri. Ketika ada waria show, yang
dimulai dari tahun 1985 dengan hanya melakukan Nasubah, yakni orkes yang
kebanyakan dimeriahkan oleh penyanyi perempuan dan waria hanya sebagai
pengiring, hal ini mengalami perkembangan ketika tahun 2000-an, waria sudah
tampil secara full . Mereka tampil dari kampung ke kampung
melalui acara kondangan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Penampilan waria
show lebih mengutamakan hiburan humor kepada masyarakat, sehingga penonton
terasa dihibur. Dampak dari waria show ini adalah dari bidang sosial para waria
sudah lebih dikenal dan disegani oleh masyarakat, mereka sudah diakui oleh
masyarakat. Dari segi ekonomi mereka lebih baik, pendapatan mereka semakin
tinggi, dibandingkan dengan pendapatan salon, pendapatan waria show yang mereka
dapatkan jauh lebih besar. Dan mereka bisa membeli barang-barang prestisius,
seperti peralatan salon, elektronik/gadged, kendaraan, dan membaangun
rumah. Karena baiknya kehidupan waria dimasa sekarang ini, semakin
berkembangnya kehidupan waria, penulispun memberikan statement bahwa
waria show yang sampai saat ini berkembang, merupakan tonggak penting masa
keemasan waria di Mojosari, Mojokerto.
DAFTAR
RUJUKAN
Abdilah, Ubed.
2002. Politik Identitas Etnis Pergulatan Tanda Tanpa Identitas. Magelang:
Indonesiatera
Atmojo. 1986.
Kami Bukan Lelaki Sebuah Sketsa Kehidupan Waria. Jakarta: Erlangga.
Gottschalk,
Louis. 1983. Mengerti Sejarah. Depok: Penerbit Universitas Indonesia.
Gazalba, Sidi.
1981. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Hamid, Patilima.
2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Hamid, Rahman,
dkk. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Koeswinarno.
1998. Waria dan Penyakit Menular Seksual Kasus Dua Kota Di jawa.
Surabaya: Usaha Nasional.
Kuntowijoyo.
2005. Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.
Riduwan, M.B.A.
2006. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan Dan Peneliti Pemula.
Bandung: Alfabeta
Sjamsuddin, dkk.
1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.
Supranto, J.
1981. Metode Riset. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.
Tresnanti, Nadia. 2004. Konsep Diri Kaum Waria Ditinjau Dari
Persepsi Terhadap Prasangka Sosial. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas
Katolik Soegijapranata.
No comments:
Post a Comment