Songs

Sunday, December 8, 2013

Ayub Rachman



“WARIA SHOW” TONGGAK  SEJARAH MASA KEEMASAN WARIA DI MOJOSARI MOJOKERTO TAHUN 1985-2013


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian Indonesia
yang dibina oleh Ibu Indah


Oleh:

                   AYYUB RACHMAN                                      (110731435554)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masa modern yang sekarang ini terjadi mengakibatkan banyak perubahan dalam segi-segi kehidupan masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat Indonesia saat ini memang dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti arus informasi yang begitu cepat, industralisasi, kemajuan teknologi dan arus urbanisasi yang begitu berkembang pesat. Modernisasi yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia saat ini ada yang berdampak positif adapula yang berdampak negatif. Perubahan-perubahan dalam masyarakat ini secara otomatis juga merubah kebudayaannya. Banyak fenomena sosial yang terjadi didalam masyarakat karena modernisasi ini. Fenomena-fenomena sosial itu ada yang diterima baik oleh masyarakat dan ada pula yang ditolak oleh masyarakat.
Salah satu fenomena sosial yang diakibatkan oleh arus modernisasi adalah munculnya kaum transeksual. Transeksual sendiri memiliki pengertian yakni berasal dari kata trans yang artinya menyilang atau tidak sesuai dan kata seks yang berarti jenis kelamin, jadi dapat disimpulkan bahwa transeksual adalah individu yang yang keadaan fisiknya atau jenis kelaminnya tidak cocok dengan kejiwaan individu tersebut (Kartika, 1999:8). Kaum transeksual ini pada umumnya disebut dengan waria, banci, atau bencong. Waria merupakan salah satu contoh kaum transseksual yaitu male-to-female transsexual  atau orang yang terlahir lelaki namun sejak kecil merasa dirinya perempuan sehingga mereka hidup layaknya perempuan (Suwarno,2004). Terdapat satu hal penting yang harus diperhatikan dalam hal ini, yaitu pengertian waria berbeda dengan homoseksual atau transvestime (menggunakan pakaian perempuan dengan tujuan untuk memenuhi kepuasan seksualnya) walaupun hal tersebut juga merupakan bagian dari suatu kelainan seksual. Seorang transeksual khususnya seorang waria hanya akan bahagia apabila diperlakukan sebagai seorang wanita (Tresnanti, 2004:2).
            Di daerah Mojosari banyak waria yang menetap disana, dengan perkembangan kecamatan Mojosari yang begitu pesat, karena arus modernisasi yang mengakibatkan industrialisasi, kemajuan teknologi, dan urbanisasi, menjadikan Mojosari sebagai daerah pusat Kabupaten Mojokerto Timur. Waria di daerah ini tidak hanya berpusat di Mojosari saja, namun juga di daerah sekitar Mojosari seperti di daerah Pungging, Bangsal, dan Kutorejo. Pada awalnya para waria ini bekerja di salon dan bahkan juga menjadi pelacur. Hal ini terjadi pada era sebelum abad 21, ketika itu perekonomian mereka hanya tergantung pada dua pekerjaan tersebut. Hasil perekonomian mereka biasanya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan salonnya.
            Dimasa sekarang ini para waria di Mojosari memiliki pekerjaan tambahan selain nyalon. Mereka mempunyai pekerjaan tambahan tampil di pementasan dangdut yang mereka namakan sebagai “waria show”, mereka biasanya tampil dari desa ke desa dengan orkes melayu dan mampu menarik perhatian penonton atau masyarakat, sehingga banyak waria yang dikenal oleh masyarakat Mojosari dan sekitarnya dan mereka bagaikan artis, ada beberapa waria yang sudah terkenal di kawasan Mojosari dan sekitarnya seperti Jibun, Hindun, dan Yosi. Karena banyaknya tawaran dari masyarakat akan pementasan “waria show”, hal ini pula yang berdampak pada kehidupan mereka, khususnya dalam bidang ekonomi dan sosial. Oleh karena ketertarikan peneliti ingin mengetahui dampak waria show tersebut, maka peneliti mencoba mengangkat sebuah penelitian yang berupa makalah dengan mengambil judul “WARIA SHOW” TONGGAK SEJARAH MASA KEEMASAN WARIA DI MOJOSARI, MOJOKERTO TAHUN 1985-2013
B.     Latar Belakang
1.      Bagaimana keadaan sosial ekonomi waria sebelum ada “Waria Show”?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan “Waria Show” ?
3.      Bagaimana masa keemasan waria di Mojosari (dalam bidang sosial ekonomi)?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui keadaan sosial ekonomi waria sebelum ada “Waria Show”
2.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan “Waria Show”
3.      Untuk masa keemasan waria di Mojosari (dalam bidang sosial ekonomi)



D.    Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah dengan pendekatan penelitian kualitatif. Metode penelitian sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Rekonstruksi rekaman dan peninggalan masa lampau secara kritis dan imajinatif berdasarkan bukti-bukti atau data-data yang diperoleh melalui proses itu disebut historiografi. Adapun yang dimaksud historiografi adalah usaha untuk mensintesiskan data-data dan fakta-fakta sejarah menjadi suatu kisah yang jelas dalam bentuk lisan maupun tulisan dalam buku atau artikel maupun perkuliahan sejarah (Gottschalk, 1975:32-33) dalam (Sjamsuddin, 1996:17).
Dengan menggunakan metode sejarah dan historiografi (yang sering dipersatukan dengan nama metode sejarah) sejarawan berusaha untuk merekontruksi sebanyak-banyaknya daripada masa lampau manusia. Tetapi didalam daya upaya terbatas itu sekalipun, sejarawan mengalami kesulitan-kesulitan. Jarang sekali dpaat mengkisahkan sebagian sekalipun daripada masa lampau sebagaimana yang sungguh-sungguh terjadi. Tetapi jika kita meminjam ungkapan dari geometri ia dapat berusaha untuk mendekati masa lampau yang sesungguhnya ‘sebagai limit”. Ia harus pasti bahwa rekaman-rekamannya sungguh-sungguh berasal dari masa lampau dan memang benar-benar apa yang nampaknya demikian, dan bahwa imajinasinya ditujukan terhadap re-kreasi dan bukan kreasi. Limit-limit itulah yang membedakan sejarah dari fiksi, puisi, drama dan fantasi (Gottschalk, 1983:33). Sementara itu penelitian kualitatif adalah penelitian yang sasaran kajian atau penelitian adalah gejala-gejala sebagai saling terkait satu sama lainnya dalam hubungan-hubungan fungsional dan yang keseluruhannya merupakan sebuah satuan yang bulat dan menyeluruh dan holistik atau sistemik. Pentingnya konteks dari gejala-gejala yang diamati (Patilima, 2005:6).
Penelitian sejarah mempunyai lima tahap penelitian, yakni (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi ada kritik sumber dan keabsahan sejarah, (4) intrepetasi dan analisis, dan (5) Historiogarif yakni penulisan sejarah (Kuntowijoyo, 1999:89). Dikarenakan penelitian ini adalah penelitian sejarah maka metode yang digunakan seperti yang dijelaskan Kuntowijoyo yakni menggunakan tahap-tahap sebagai berikut:
1.      Pemilihan Topik
Pada bagian ini Kuntowijoyo (2005:91) menjelaskan bahwa dalam pemilihan topik yang mendasari peneliti memilih suatu objek penelitian adalah dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual
a.      Kedekatan Emosional
Penelitian ini mengambil tempat atau lokasi di Mojokerto karena kedekatan emosional peneliti terhadap daerah tersebut yang mana peneliti telah dibesarkan dan masih berdomisili disana. Lokasi penelitian yakni kecamatan Mojosari sangat dekat dengan tempat tinggal peneliti yang bertempat tinggal di kecamatan Bangsal. Lokasi penelitian hanya berbatasan secara wilayah kecamatan. Pemain waria show memang tidak hanya berasal dari Mojosari namun juga ada yang berasal dari Bangsal. Selain itu sejak masa kecil, peneliti sering jalan-jalan di daerah Mojosari dan sering mengetahui kediaman waria atau salon waria yang ikut “waria show”. sehingga secara tidak langsung, hal ini dapat menjadi rujukan awal peneliti untuk meneliti. Karena jarak waktu yang ditempuh dari Bangsal ke Mojosari hanya 15 menit, tentunya kondisi ini dapat memudahkan peneliti dalam merencanakan proses penelitian.
b.      Kedekatan Intelektual
Pertimbangan peneliti mengambil topik ini adalah dikarenakan peneliti memilki ketertarikan dan mengembangkan kajian tentang fenomena sosial dan kebudayaan. Peneliti juag suka menonton di televisi mengenai acara-acara yang bertemakan kehidupan antroplogi sosial seperti “Human Planet” di BBC earth, dan juga acara “Eagle documentary award” di Metro Tv. Dalam acara tersebut ternyata dapat diketahui bahwa kehidupan yang dilakukan oleh manusia itu berbagai macam jenisnya, dan menarik untuk diteliti, khususnya kehidupan manusia yang memilki keunikan seperti halnya kehidupan waria.
Kedekatan intelektual peneliti mengenai “waria show” ini dimulai ketika salah seorang saudara peneliti menyelenggerakan acara pernikahan dan mengadakan hiburan “waria show” pada juli 2013 lalu, disitu peneliti melihat bagaimana pementasan”waria show” dilakukan dan ternyata hal itu sangat menarik perhatian masyarakat yang melihat, dan disitu peneliti mulai berpikiran mengapa kehadiran “waria show’ ini dapat menarik perhatian masyarakat, hal ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada masa-masa yang lalu atau sekitar satu dekade yang lalu yang mana ketika itu waria cenderung menutupi dirinya dan dihindari oleh masyarakat. Oleh karena itu peneliti ingin tertarik untuk meneliti “waria show”
2.      Heuristik
Mencari bahan atau menyelidiki sumber sejarah untuk mendapatkan bahan disebut heristik (heuristik). Orang berusaha untuk sampai pada sumber asal, dengan sedapatnya menjauh sumber perantara. Bahan yang langsung lebih dipentingkan dari pada yang sudah terjalin menjadi sejarah. Bahan yang sudah tersusun dalam sejarah sudah terjalin dengan tafsiran dan ulasan, sehingga tidak murni lagi menjadi bahan. Dalam heuristik sekarang, studi sumber sejarah yang seksama dimungkinkan oleh penerbitan bahan sejarah dalam bentuk ekstenso atau ikhtisar dan penyusunan ilmiah arsip yang terbuka bagi sejarawan. Arsip nasional di Jakarta banyak dapat memberikan bahan sejarah kepada sejarawan (Gazalba, 1981:114)
Sebelum kita memulai mengumpulkan data dalam rangka melakukan penelitian, maka terlebih dahulu kita harus mengecek apakah data yang kita perlukan sesuai dengan persoalan yang kita hadapi (Supranto, 1981:36). Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari pengamatan dan pencatatan dilapangan sementara itu data sekunder diperoleh dari literatur yang berhubungan dengan tema penelitian. Klasifikasi data berdasarkan sumbernya adalah:
a.      Sumber data primer
Sumber primer berarti kesaksian dari seorang saksi atau pelaku dalam peristiwa tersebut atau pula dengan dokumen yang dibuat pada saat itu. Data primer yang digunakan peneliti untuk menulis “Waria Show” tonggak sejarah masa keemasan waria di Mojosari, Mojokerto 1985-2013, diantaranya data-data tersebut berasal dari:
·         Acil selaku ketua PERWAMOS (persatuan waria Mojosari),
·         Jibun selaku pemain “waria show”
·         Icha selaku pemain “waria show”
·         Fira selaku pemain “waria show”
·         Mamik selaku pemain“waria show”
·         Hindun selaku pemain “waria show”
·         Tamara selaku pemain “waria show”
b.      Sumber data sekunder
Sumber-sumber sekunder merupakan orang yang melihat atau saksi mata dalam penelitian sejarah. Dalam penelitian ini sumber sekunder yang digunakan adalah pelaku atau pemain “waria show” dan juga saksi mata dalam pertunjukan “waria show”, seperti penonton atau masyarakat yang melihat “waria show” dan yang berhubungan dengan waria, seperti teman atau tetangga waria.
Selain dari sumber lisan, sumber sekunder juga ada yang dalam bentuk tertulis yakni berupa tulisan-tulisan yang menunjang penelitian. Karya tulis tersebut diantaranya adalah buku Politik Identitas Etnis Pergulatan Tanda Tanpa Identitas yang ditulis oleh Ubed Abdilah. Ada pula buku Kami Bukan Lelaki Sebuah Sketsa Kehidupan Waria yang ditulis oleh Atmojo. Ada juga Waria dan Penyakit Menular Seksual Kasus Dua Kota Di jawa yang ditulis oleh Koeswinarno. Skripsi yang berjudul  Konsep Diri Kaum Waria Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Prasangka Sosial yang ditulis oleh Tresnanti.
3.      Verifikasi (Kritik sumber)
Kritik sejarah terbagi dalam kritik luar dan kritik dalam. Kritik luar berusaha memastikan kesejatian atau ketulenan dan hubungan antara bahan-bahan. Kritik dalam berusaha memastikan peristiwa yang dinyatakan oleh bahan. Kritik sejarah adalah kerja terpenting sejarawan sebelum ia menulis. Ia merupakan kerja persiapan sebelum dilakukan kerja yang sesungguhnya, yaitu melukiskan masa lalu berdasarkan bahan yang ada padanya dan tanggapannya yang ditimbulkan oleh bahan itu (Gazalba, 1981:115).
a.      Kritik Eksternal
Kritik eksternal yang dilakukan peneliti terhadap sumber primer yang berupa tulisan atau arsip adalah memilih arsip mana yang sesuai dengan keperluan penelitian, arsip diperoleh peneliti dari sumbernya secara langsung, seperti dari PERWAMOS (Persatuan Waria Mojosari) dan masing-masing individu waria. Peneliti menilai bentuk tulisan dan juga jenis kertas yang digunakan dan juga kapan arsip itu dibuat. Hal ini dilakukan untuk menilai keaslian sumber yang akan digunakan oleh peneliti.
Sedangkan untuk kritik eksternal yang dilakukan peneliti untuk sumber primer lisan adalah dengan beberapa cara diantaranya adalah: 1) Usia dari narasumber, apakah sesuai dengan jaman atau temporal yang diinginkan oleh peneliti. Jika dilihat dari segi temporal, seharusnya sumber yang diwawancarai pernah menjalani kehidupan dimasa tahun 1985-2013 dan tentunya mereka juga dapat dikatakan sebagai pemain langsung dalam peristiwa, sehingga informasi yang ingin diketahui oleh peneliti mengenai peristiwa “waria show” dapat diperoleh sesuai harapan. 2) Bahasa, kata, kalimat dan gaya bicara yang digunakan oleh narasumber saat diwawancarai oleh peneliti. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan kedudukan narasumber di dalam “waria show”, cara atau gaya bicaranya yang menyampaikannya dengan semangat dan serius akan membantu peneliti dalam memperoleh informasi. Keabsahan mengenai narasumber dapat diperoleh dari informasi narasumber lain yang memang benar-benar mengenal beliau dan benar-benar memiliki kedudukan atau andil besar dalam “waria show”
b.         Kritik Internal
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penyeleksian terhadap sumber serta melakukan pengujian terhadap isi dari sumber. Peneliti melakukan penyeleksian terhadap data yang telah didapat, hal ini dilakukan agar data-data yang digunakan dalam proses penulisan penelitian merupakan data yang valid. Seperti misalnya dalam penelitian ini dalam melaksanakan kritik sumber internal: bagi sumber lisan yang diperoleh dari hasil wawancara, peneliti dapat melihat dari penekanan suara, mimik wajah, bicara, dan gerak-gerik narasumber. Dari hasil penelitian tersebut peneliti dapat mengkroscek mengenai kebenaran narasumber tersebut dengan menanyakannya kepada narasumber yang lain dan melalui observasi pastinya. Jika ada kesamaan dari hasil informasi dari narasumber lain dan juga hasil observasi maka narasumber tersebut dapat diakui kebenarannya atau dapat dipercaya dan tentu informasinya dapat dipertanggungjawabkan.


4.      Interpretasi
Sebelum sampai pada tahap historiografi, terlebih dahulu fakta sejarah tersebut digabung-gabungkan (disentasakan) berdasarkan pada subjek kajian. Dalam kaitan itu, tema pokok kajian merupakan kaidah yang dijadikan sebagai kriteria dalam menggabungkan data sejarah. Data yang tidak penting yang tidak berkaitan dengan tema studi dipisahkan agar tidak mengganggu peneliti dalam merekontruksi peristiwa sejarah, pada tahap ini dituntut kecermatan dan sikap objektif sejarawan, terutama dalam hal interpretasi subjektif terhadap fakta sejarah (Hamid, 2011:50).
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan semua data-data dari berbagai sumber, baik itu sumber primer maupun sumber sekunder yang sudah melalui tahap verifikasi. Setelah dikelompokan dari pengelompokan tersebut data disusun menjadi sebuah laporan deskriptif yang merupakan hasil penguraian data. Setelah tentursusun, data tersebut dihubungkan dengan konsep yang disampaikan di kajian pustaka  untuk memperoleh hasil kesimpulan penelitian sehingga menghasilkan interpretasi data yang baik.
Peneliti melakukan proses intepretasi secara berurutan berdasarkan rumusan masalah yang disampaikan dalam bab-bab atau permasalahan dalam laporan penelitian. Pada bab “Waria Show” tonggak sejarah masa keemasan waria di Mojosari, Mojokerto 1985-2013, peneliti mengelompokkan lagi pada data tentang kondisi waria sebelum adanya wari show, sejarah waria show, dan dampak dari “waria show”, hal ini dilakukan agar pada tahap historiografi data lebih runtut dan perubahan-perubahan yang terjadi dapat dilihat dengan baik. 
5.      Historiografi
Historiografi merupakan puncak dari segala-galanya dalam metode penelitian sejarah. Sejarawan pada fase ini mencoba menangkap dan memahami histoire ralite atau sejarah sebagaimana terjadinya (Abdullah dan Sorjomiharjo, 1985:xv) dalam (Hamid, 2011:53). Dalam konteks itu, penulisan sejarah tidak hanya sebatas menjawab pertanyaan-pertanyaan elementer atau deskriptif mengenai: “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “bagaimana” suatu peristiwa terjadi (disebut histoire evenementielle atau sejarah prosessual menurut Sartono Kartodirjo), melainkan suatu eksplanasi secara kritis dan mendalam tentang “bagaimana” dan “mengapa” atau sebab musabab terjadinya suatu peristiwa (Hamid, 2011:53).
Pada tahap historiogarfi ini peneliti memberikan gambaran dan penjelasan yang mengenai hal yang dikaji dalam bentuk tulisan yang dilengkapi dengan kutipan-kutipan dan juga analisis dari teori-teori yang sesuai dengan kajian penelitian. Secara umum hasil penelitian ini ditulis sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Negeri Malang sebagai pedoman utama dalam menyusun skripsi atau laporan penelitian peneliti. Langkah kedua adalah melakukan pembenaran-pembenaran atau modifikasi sesuai dengan arahan dosen pembimbing. Selain itu peneliti juga mendapatkan bantuan dari beberapa rekan dan pengajar atau dosen selain pembimbing, untuk memberikan masukan mengenai penulisan peneliti. Pengkoreksian yang dilakukan oleh rekan-rekan dan dosen menyangkut masalah kepenulisan fisik (tulisan, bahasa) dan juga mengenai konsep pemikiran dari peneliti, dengan cara yang seperti itu dapat ditemukan kesalahan-kesalahan yang kemudian dapat diperbaiki oleh peneliti.

















BAB III
PEMBAHASAN

1.      Keadaan Sosial Ekonomi Waria Sebelum Ada “Waria Show”
Gambaran umum mengenai waria di Mojosari pada tahun 90-an dapat diketahui bahwa pada umumnya keadaan sosial mereka lebih cenderung menutup diri dari masyarakat, hal ini disebabkan karena mereka sadar bahwa tindakan atau hidup yang mereka lakukan itu melanggar norma dalam masyarakat. Sehingga membuat mereka cenderung menghindar dari kehidupan masyarakat yang normal. Banyak pula masyarakat yang memandang bahwa kehidupan waria itu cenderung negatif, yakni lebih bebas dan tidak bernorma, padahal kenyataannya mereka tidak seluruhnya seperti itu, mereka para waria juga melakukan pekerjaan yang baik yakni bekerja di salon seperti memotong rambut, toning, creambath, facial, pedicure, menicure dan tata rias. Hal ini dilakukan waria karena dalam mencari pekerjaan terasa sangat sulit dengan kondisi jati diri mereka, sehingga banyak pula diskriminasi yang mereka dapatkan.
Dalam bidang ekonomi, para waria terkonsentrasi pada kegiatan salon. Mereka mempunyai pendapatan dari salon dan itu  hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dan membeli peralatan salon. Bahkan ada pula waria yang bekerja sebagai pelacur, dan mereka biasanya banyak ditemui di kawasan komplek industri PT Ajinomoto, tepatnya di sebelah utara sungai Brantas di Kota Mojokerto. Hal ini disebabkan mereka tidak mempunyai keahlian sama sekali, sehingga tidak ada pekerjaan lain selain menjajahkan diri untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Sebenarnya kaum waria mempunyai hak yang sama dengan warga negara lain, hal ini dapat diketahui melalui disahkannya UU No 39/1999 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 3 ayat (2) undang-undang tersebut menyebutkan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum” dan ayat (3) berbunyi ,”Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi”. Bahkan Pasal 5 ayat (3)  menyebut,”…berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya”. Berdasar aturan ini, kelompok waria oleh Komnas HAM kini ditempatkan sebagai kelompok minoritas dalam Subkomisi Perlindungan Kelompok Khusus.
Namun kenyataannya banyak masyarakat yang ketika itu masih memandang waria sebagai orang yang abnormal dan tidak selayaknya hidup dalam masyarakat, banyak yang menjauhinya dan melakukan diskriminasi terhadapnya tidak hanya masyarakat saja, namun juga dari pemerintah. Seharusnya pemerintah melakukan upaya untuk meningkatkan taraf kehidupan waria, jika tidak bisa melakukan pekerjaan selayaknya masyarakat normal dan bahkan tidak boleh menjadi pegawai negeri karena keadaan orientasi seks yang menyimpang, seharusnya pemerintah melakukan pelatihan kerja terhadap para waria, seperti menjahit, memasak dan memotong rambut. Karena dengan hal tersebut dapat mencegah waria untuk melakukan pelacuran secara bebas.
Menurut Hindun salah seorang waria senior yang sudah berusia 53 tahun dan ikut pula waria show sejak tahun 1985 yang bisa dibilang sebagai pencetak atau pencetus waria show, mengungkapkan jika pada masa sebelum adanya waria show  keadaan waria tidak baik seperti sekarang ini, “ya kalau dulu dicemooh mas, karena kan memang banci itu identik dengan pekerjaan malam ya gampangane ngondol ngunulah mas, tapi sekarang sudah tidak ada mas,sekarang kan masyarakat juga membutuhkan waria. Tergantung masing-masing aja mas, ada yang seneng juga ada yang kesel”. Sementra menurut Jibun salah seorang pemain waria show mengungkapkan bahwa sebelum dia menggeluti sebagai pemain seni di waria show dia bekerja sebagai buruh di pabrik dan pembuat genteng dirumahnya. “kebanyakan teman-teman saya waria itu kerja di salon mas, kalau saya dulu kerja di pabrik mas dan membuat genteng di kampung dan hasilnya itu tidak seberapa” ungkap jibun.
Sementara itu menurut Icha salah seorang waria yang peneliti temui di salonnya di daerah Bangsal mengungkapkan “Kalau dulu itu sekitar tahun 90-an waria hanya melakukan pertunjukan di acara ludruk, namun sekarang kan sudah tidak ada yang tertarik lagi dengan ludruk, jadi ya ada yang baru ini, waria show”. Icha juga menambahkan bahwa “adapula waria yang melacurkan dirinya, kebanyakan mereka menjajahkan diri di daerah Ajinomoto Mojokerto sana, ya hal itu mungkin karena mereka gak ada keahlian, jadinya ya mereka kerjanya melacurkan diri, hanya itu yang mereka bisa lakukan untuk sesuap nasi” tambahnya . Sementara itu ada pula Mamik yang menjelaskan mengenai gambaran waria di era 90-an atau sebelum ada waria show, waria yang bisa dikatakan sudah senior dan bercita-cita jadi guru ini mengatakan “dulu itu salon ya jarang mas, dulu saya pernah menjadi pembantu rumah tangga, sebulan hanya digaji 20.000 mas, saya juga mencoba berjualan dari nasi goreng, martabak di Surabaya, akhirnya saya ke Mojokerto coba membuka salon, ya alhamdulilah lancar mas, dan pada awal tahun 2000-an ikut waria show tambah sukses mas ” ungkapnya.
Jadi dapat diketahui ternyata sebelum ada waria show mereka bekerja tidak hanya di bidang salon saja namun juga ada yang menjadi buruh pabrik, pembuat genteng, pemain ludruk, pembantu rumah tangga dan pedagang. Kehidupan perekenomian mereka sangat terpuruk, bahkan dengan kerja di salon saja pendapatan mereka tidak pasti. Dalam menjalani kehidupannya khususnya dalam bidang ekonomi para waria di daerah Mojosari dan sekitarnya ini memulai karirnya dari bawa, dari tidak punya apa-apa dan terus berusaha sampai sukses seperti sekarang ini. Bagaimana dalam kehidupan sosial?
Dalam kehidupan sosialnya waria di daerah Mojosari ini mengalami berbagai masalah sebelum adanya waria show, menurut Fira waria yang memiliki hobi menari ini menjelaskan “dulu keluarga saya kecewa dan marah dengan saya karena bertentangan, bahkan saya pernah ditampar oleh bapak saya mas, dan dalam kehidupan masyarakat, ada yang suka dan ada yang tidak suka mas, tapi saya pernah ikut pengajian “tibaan” laki-laki di desa saya, ketuanya itu ngerti mas kalau saya itu banci, ya udah saya dikeluarkan dari kumpulan tibaan, ya alasanya mungkin takut nama kumpulannya ikut jelek, tapi ketika itu banyak teman-teman saya yang aslinya gak pengen saya keluar mas, tapi mau gimana lagi” ungkapnya. Sementara itu menurut Mamik “ya banyak mas masyarakat sekitar ini yang tidak suka ada pula yang suka, tapi ya kita kan tidak mengurusi masalah dia, kita juga menjaga sikap di lingkungan masyarakat, ya biarinlah”ungkapnya, bahkan Jibun juga mengungkapkan ketika awal mula berkarir “dulu ketika awal-awal manggung saya sering dimarahi sama penonton mas, bahkan ada yang mengatakan gini “bencong iki kok gak ndang mari nyanyine, gak gelem mudun tak antem boto koen yo” ada yang ngomomg kayak gitu mas, tapi ya saya mencoba sabar saja mas” ungkapnya .
Jadi dapat diketahui dalam kehidupan sosial ternyata para waria mengalami berbagai problematika sosial, banyak masyarakat yang memandang bahwa waria itu cenderung dengan hal yang negatif atau melanggar norma. Dalam kehidupan keluarga mereka juga dipandang buruk dan bahkan mereka juga mendapatkan kekerasan dari pihak keluarga karena keadaan mereka yang abnormal, dalam kehidupan bermasyarakat mereka juga mendapatkan perlakuan diskriminatif dari masyarakat disekitarnya. Banyak dari mereka yang memang dihindari oleh masyarakat dan tidak diakui dalam lingkungan masyarakat, bahkan adapula yang ketika awalmula berkarir sudah mendapatkan cemoohan dari masyarakat, namun dengan hal yang seperti itu para waria ini bisa menjalani kehidupan secara mandiri tanpa mengantungkan diri pada orang lain.
Maka dari itu ada upaya dari waria untuk membentuk sebuah komunitas seperti komunitas waria yang terdapat di Mojosari yakni Persatuan Waria Mojosari (PERWAMOS). Awal mula dari dibentuknya PERWAMOS ini menurut ketua PERWAMOS yakni Acil mengungkapkan bahwa “kumpulan ini awal mulanya itu ingin mendirikan kawasan waria, untuk bertukar pikiran agar bisa kumpul-kumpul pastinya komunitas ini dididirikan sekitar 5 tahun yang lalu, untuk tujuannya itu ya ingin menguatkan persaudaraan atau persatuan waria di kawasan Mojosari ini”.
Sementara itu menurut Hindun yang merupakan Humas Persatuan Waria Mojokerto (PERWAMO) mengatakan bahwa “ya kan dulu waria itu dicemooh oleh masyarakat mas, mengenai kehidupan malamnya itu, maka dari itu dibuatlah kumpulan waria PERWAMO kalau di Mojosari itu rantingnya namanya PERWAMOS. Di Mojokerto itu ketuanya namannya Jimy, kalau saya bagian Humasnya. Untuk anggotanya sekarang 167 waria, tujuannya ya dibuat sebagai arisan kecil-kecilan antar waria gitu mas, terus ya bagi waria yang menganggur akan diberi pekerjaan atau usaha, dan supaya kehidupan atau seks bebas yang dilakukan oleh waria itu dipersempit dengan cara ya diberi pekerjaan tadi”.
Dapat diketahui bahwa perkumpulan waria di Mojokerto atau khususnya di daerah Mojosari ini memang diawali dengan permasalahan yang dihadapi oleh waria yakni dari segi sosial mereka banyak mengalami antisosial dari masyarakat, seperti mendapatkan cemooh dari masyarakat, dan waria ketika itu juga dipandang jelek oleh masyarakat karena kehidupan malamnya atau kehidupan bebas yang mereka lakukan. Dari segi ekonomi banyak waria yang tidak punya keterampilan atau keahlian dalam bekerja sehingga mereka banyak yang tidak bekerja atau nganggur. Oleh karena itu dibentuklah komunitas waria yang bernama Persatuan Waria Mojokerto (PERWAMO) dan Persatuan Waria Mojosari (PERWAMOS). Tujuan dari komunitas waria ini adalah untuk melakukan kumpul-kumpul antar waria di Mojokerto dan Mojosari khususnya, mereka juga bertukar pikiran mengenai permasalahan yang dihadapi oleh waria, dan juga melakukan arisan untuk memperkuat kebersamaan antar waria seluruh Mojokerto dan khususnya waria Mojosari.
2.      Sejarah Perkembangan Waria Show
Awal mula adanya waria show ini telah dijelaskan oleh Hindun yakni seorang pemain waria show yang bisa dibilang pionernya atau pencetak dari waria show yang mengungkapkan “ya saya ini yang mencetak waria show di Mojokerto ini mas, bisa dibilang yang pertama kali melakukan kesenian orkes waria di Mojokerto ini saya. Jadi awal mulanya waria show itu dimualai dari acara Nasubah, Nasubah itu ya orkes tapi kebanyakan yang main itu penyanyi wanita mas, warianya cuma satu, dua. Awalnya ikut ludruk pada tahun 1970an, akhirnya ludruk surut dan ikut akhirnya pada tahun 1989 itu saya buat waria show, dengan menampilkan orkes  tapi lipsinc, dan menampilkan remo, disitu mulai waria show di Mojokerto, dan akhire ya berkembang pas tahun 2000-an, tapi tampilnya itu pecah-pecah mas, dan mereka juga membuat kreatifitas sendiri-sendiri, sementara itu bayarannya ya seiklhlasnya aja mas, saya gak tau matok harga, tapi kalau sekarang ini per orangnnya itu 100.000”.
 sementara itu Jibun pemain waria show yang juga terkenal di daerah Mojosari dan sekitarnya menceritakan bahwa “awal mula dulu saya manggung sendiri mas,saya dulu bernyanyi dengan penyanyi-penyanyi wanita, cuma saya saja yang yang waria dan saya meliat cuma saya saja ketika itu yang bernyanyi ala waria” dia juga menambahkan mengenai waktu awal mula dia berkarir “saya lupa tahun berapa saya memulai menyanyi, tapi yang saya ingat itu masih terkenalnya lagu kumbang-kumbang ditaman mas. Awalmula saya manggung dulu satu kali mentas itu cuma dikasih uang 10.000-15000, paling besar ketika itu saya manggungng di Pacet diberi 50.000, teman-teman saya juga bilang, seharusnya kamu matok harga aja, saya bilang saya gak bisa matok, saya gak mau karena dari hati saya itu gak ada pemikiran mengenai itu, karena saya juga sadar diri saya hanya seorang waria, apa didapatkan dari saya?, suara saya saja nol”.
Jibun juga menambahkan pengalamannya ketika awal-awal manggung, “dulu saja ketika saya awal-awal manggung saya sering dimarahi sama penonton, bahkan saya ingat ada yang bilan gini, bencong iki kok ndang mari nyanyine, nek gak gelem mudun tak antem boto koen yo, sampai ada yang kayak gitu mas, tapi saya ya yang sabar aja mas”.
Jadi dapat diketahui awal mula waria show dilakukan sekitar tahun 1985, yang mana ketika itu waria melakukan pertunjukan Nasubah yakni waria manggung hanya sebagai pengiring saja, yakni pengiring penyanyi perempuan di orkes melayu, mereka hanya menyanyikan satu atau dua lagu saja. Sementara itu pendapatan yang mereka dapatkan hanya sangat sedikit, bahkan mereka (para waria) tidak dapat mematok bayaran yang ia inginkan.karena waria ketika itu masih berpikiran bahwa dia tidak dapat memberikan apa-apa kepada penonton, karena suara aja dia tidak sebagus suara penyanyi yang profesional. Bahkan mereka juga mendapatkan cemooh yang tidak sepantasnya mereka dapatkan dari para penonton atau masyarakat ketika awal mereka manggung, hal ini disebabkan karena ketika itu pandangan masyarakat mengenai waria memang cenderung negatif, sehingga tak sedikit masyarakat yang meremehkan para waria.
Pada sekitar awal tahun 2000-an Jibun menjelaskan awal perkembangan waria show, ia menjelaskan “setelah itu saya buat grup yang kita namai grup trio omplong. Saya juga tidak tahu pasti itu kapan, tapi ketika itu masih ramai-ramainya lagu aduh abang sayang. Jibun juga menambahkan “saya ketika itu sudah show kemana-mana mas, tidak hanya di daerah Mojosari atau Mojokerto saja, namun juga ke Jombang, Sidoarjo, ke Surabaya itu ke Dolly pernah, Perak, Jagir pernah mas. Bahkan pernah ikut lomba nyanyi humor di Sidoarjo dan menjadi juara mas sama trio omplong”.
Jibun juga menambahkan bahwa “dulu yang pertama kali melakukan waria show atau pionernya itu saya mas, sehingga banyak waria-waria lainnya yang ikut dan meniru gaya saya”. Bahkan beberapa narasumber yang peneliti temui menjelaskan bahwa sejak ramaja mereka sudah terjun didunia hiburan, misalnya seperti Icha ia menjelaskan ”sejak saya masih SMP, saya sudah show menyanyi di Studio East salah satu diskotik di Kota Surabaya”. Sementara itu Fira juga menjelaskan awal mula ia berkarir “saya mulai terjun di waria show itu sekitar tahun 2005 mas, keetika saya baru lulus dari SMA”. Hal serupa juga dialami oleh Tamara salah seorang pemain waria show ia mengutarakan bahwa “aku awalnya tahun 2000-an dulu diajak sama teman ikut waria show, ya udah aku ikut aja, dan bayarane itu ya kalau pertama berkarir dulu ya Cuma 10.000 tapi sekarang ini sudah 100.000”.
Jadi dapat diketahui pada awal perkembangannya waria show, mereka sudah membuat grup, dan mereka pada awal perkembangannya ikut berbagai festival menyanyi, hingga akhirnya mereka bisa tampil diacara yang diselenggarakan oleh masyarakat. awal perkembangan waria show diperkirakan sekitar tahun 2007 yang mana ketika itu sedang populernya lagu dangdut aduh abang sayang. Mereka sudah manggung dengan waktu yang cukup lama, tidak lagi menjadi pengiring lagi, namun mereka masih tetap ikut orkes melayu yang umumnya artisnya adalah wanita tulen. Mereka sudah manggung dimana-mana, tidak hanya sebatas pada wilayah Mojosari saja. Dapat diketahui pula bahwa Jibun adalah sebagai pioner waria show di Mojosari, dan ia menjadi inspirasi bagi waria lainnya untuk ikut pula dalam perunjukan waria show. Dari beberapa waria yang peneliti wawancara ternyata mereka telah terjun didunia hiburan sejak masih remaja, yakni ketika masih SMP dan SMA.
Dimasa sekarang ini “waria show” semakin berkembang, bahkan sudah saya sampaikan diatas, tak sedikit para waria ini mendadak menjadi artis desa, beberapa yang sudah dikenal dalam masyarakat diantaranya adalah Jibun, Icha dan Hindun. Jibun mengutarakan mengenai kondisi sekarang ini “saya sudah manggung dimana-mana mas, dari kampung ke kampung. Dan saya bisa dibilang sekarang ini sudah dapat nama lah dari masyarakat” Jibun juga menambahkan “akhirnya sekarang ini nama saya sudah dikenal mas, kalau saya manggung, ketika saya jalan menuju panggung, ada suara dari penonton sering bilang endi se sing jenenge Jibun iku, saya kalau manggung selalu digriring sama masyarakat mas.
Dalam masalah pembayaran Jibun juga mengatakan “sampai sekarang ini saya tidak berani matok mas, kalau ada keluarga yang tidak mampu ya seikhlasnya saja, tapi untuk yang grup Omplong yang tiga orang itu 350.000 mas, kalau grup yang lima orang itu 550.000-600.000 mas”. Ketika sudah sukses, waria mengatakan berbagai perasaannya seperti Jibun, ia mengatakan “saya itu merasa takut mas bila nanti saya manggungnya itu kurang enerjik atau bagaimana gitu mas. Jadi saya tetap biasa-biasa aja mas meskipun banyak masyarakat yang suka dengan saya, bahkan untuk bayaran, saya tidak mematok harga kok mas”.
Jadi dapat diketahui bahwa sekarang ini waria show sudah sangat berkembang para waria semakin dikenal oleh masyarakat, mereka bagaikan artis desa yang ditunggu-tunggu kedatangannya oleh masyarakat. Dalam masalah bayaran mereka tidak mematok bayaran. Namun bayaran yang ia peroleh tetap saja besar dan itu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Apalagi ketika peneliti datang ke kediaman para waria, setiap harinya mereka selalu disibukan dengan acara waria show, mereka manggung di berbagai acara dari desa ke desa.
Waria show memang sangat digemari oleh masyarakat, menurut Jibun ia menjelaskan “ya karena pertunjukannya itu ya lebih ke nyanyi-nyanyi humor, orkesan humor gitu mas, jadi joged itu ya jungkir walik, kutang’e di plorot, wig e di uncalne, pokok e humor la mas, biar masyarakat bisa ketawa dan itulah yang disukai oleh masyarakat”. jibun juga menambahkan “la kalau dipikir-pikir waria itu ya emangnya bisa apa mas?, wong suara yo suarane waria, gak punya suara bagus mas, suaraku ya nol besar, oleh karena itu saya dan teman-teman harus punya kelebihan mas, kelebihannya ya di humor tadi”.
Jadi dapat diketahui bahwa kunci waria show dapat menarik perhatian dari masyarakat adalah dari sisi humornya, jadi mereka bernyanyi dan berjoged dengan gaya yang lucu sehingga dapat membuat penonton atau masyarakat tertawa. Para waria sadar jika mereka tidak memiliki suara yang bagus mungkin mereka bisa menari saja, oleh karena itu dengan kreativitas yang mereka buat, mereka membuat acara menjadi humor saja tidak menyanyi secara profesional seperti yang dilakukan oleh penyanyi orkes melayu pada umumnya. Karena kehumorannya ini membuat masyarakat senang dan tertarik untuk melihat dan menanggap mereka.
Mengenai pementasan Jibun menjelaskan “kita kalau pentas itu diiringi orkes melayu mas, dan itu tidak hanya satu orkes saja, jaringan kita banyak mas. Bahkan kita pernah sama OM SERA, tapi ketika itu bukan seranya yang ngajak tapi tuan rumahnya yang ngundang saya mas”. Jibun juga menambahkan “awal mula orkes ngajak kita itu gini mas, jadi dulu itu saya kenal banyak penyanyi wanita mas, teman-teman penyanyi wanita saya itu mengusulkan pada orkse melayunya itu, ayo ngajak bencong, ben lucu pertunjukane, ya itu mas akhirnya saya mulai diajak gabung sama orkes melayu itu”.
Sementara itu untuk jalannya pertunjukan waria show, para waria yang peneliti temui menjelaskan secara detail, bahwa perunjukannya sebagai berikut:
·         Pembukaan
Dalam pembukaan ini MC memanggil satu persatu waria sebagai pengenalan kepada penonton, mereka dipanggil dengan nama perempuannya dan prianya, contohnya “ini dia Susi alias Paito”, hal itu dimaksudkan agar bisa membuat penonton tertawa.
·         Mode Show
Dalam mode show ini waria melakukan peragaan seperti model profesional di atas panggung, dan mereka juga sering menjatuhkan diri dan saling menjaili dengan temannya hal ini dimaksudkan agar penonton bisa tertawa.
·         Menyanyi
Dalam acara menyanyi ini, waria tidak menyanyi seperti halnya penyanyi profesional, namun mereka menyanyi dengan jungkir walik, weeknya mencelat, dan bahkan kutangnya terkadang di pelorot. Dan hal itu memang dimaksudkan untuk humor semata, agar masyarakat bisa senang dan tertawa.
·         Tari Ular
Tari ular ini waria menari bersama dengan ular, dan jenis ular yang dipakai biasanya adalah ular phyton, dan saat penampilan tari ular sama halnya seperti saat penampilan bernyanyi, biasanya itu kutangnya  di pelorot. Pada saat itu terjadi, penonton bisa tertawa terbahak-bahak.
Begitu sistematisnya acara waria show membuat acara ini sudah menjadi acara yang bisa dibilang besar, seperti halnya acara orkes atau ludruk di Jawa Timur. Hal ini juga ditambah dengan penonton yang semakin suka dengan waria show, namun ada juga waria yang maih menjadi pengiring orkes melayu, dan biasanya mereka diundang oleh si tuan rumah untuk menghibur masyarakat atau agar ada unsur kelucuan dalam orkes tersebut.
Sementara itu untuk keanggotaannya waria show sendiri Hindun menjelaskan bahwa “kalau itu ya saya sudah mencetak Trio Macan itu mas, yang sekarang sudah terkenal di TV, itu kan asalnya dari Mojokerto, ya berhubung sudah terkenal ya saya ciptakan grup trio Omplong, itu versi warianya mas, ya gampangannya isinya sudah keluar yakni Trio Macan tadi, sekarang tinggal Omplong,e tok ngunu loh mas. Kalau dulu ada tujuh orang yang diambil dari PERWAMO di kontrak sama orkes di Mojokerto”. Sedangkan Tamara menjelaskan bahwa “kalau waria show itu punya job sendiri-sendiri gak ada perkumpulannya, mereka handle sendiri-sendiri, kalau ada job biasanya ngajak teman atau teman yang ngajak saya. Kalau komunitas waria ada perkumpulannya, kalau di daerah sini ya Acil itu”.
Jadi dapat diketahui bahwa dalam keanggotaaannya, waria show tidak ada anggotanya, namun mereka punya grup bahkan salah satu narasumber penulis yakni Hindun menceritakan bahwa ia telah mencetak grup trio macan yang beranggotakan tiga wanita cantik dan akhirnya juga terkenal seantero Indonesia, setelah itu ia membentuk grup waria yang ia namakan trio omplong, grup ini terkenal di kawasan Mojokerto. Mereka pada umumnya melakukan job atau pekerjaan itu sendiri-sendiri, mereka yang mengatur sendiri, jika ada seorang yang mendapat job maka akan mengajak temannya dan sebaliknya, untuk pendapatannya bisa dibagi.
3.      Masa Keemasan Waria di Mojosari (Dalam Bidang Sosial dan Ekonomi)
Ketika ada waria show ini kehidupan waria di Mojosari berubah, mereka yang dulunya dipandang negatif oleh masyarakat, akhirnya mereka dapat keluar dari stigma negatif masyarakat tersebut, yang akhirnya merubah kehidupannya khususnya dalam bidang sosial dan ekonomi, mereka jauh lebih baik daripada sebelumnya. Kerja keras yang mereka lakukan berdampak baik kepada mereka, beberapa waria yang ikut dalam waria show mengungkapkan berbagai hal mengenai kesuksesan yang mereka lakukan dari hasil melakukan pertunjukan waria show, pendapat mereka cenderung positif.
Salah satunya yang diungkapkan oleh Hindun, ia mengutarakan “ya sekarang ini masyarakat sudah senang dengan kita, masyarakat yang dulu mencemooh kita, sekarang gak ada lagi wes,an”. Ketua PERWAMOS, Acil juga mengungkapkan bahwa “ya sekarang masyarakat bisa lebih dekat dengan waria, mereka tanya-tanya ada waria show, ketika mereka tahu ya senang, jadinya masyarakat sekarang sudah mengenal kita dengan baik “. Hal serupa juga dikatakan Jibun, ia mengatakan “ya alhamduliah saya sekarang sudah lebih baik atau jauh lebih baik dari sebelumnya, saya sekarang dikenal oleh masyarakat, ya pokok e terkenal lah di masayarakat”. Hal senada juga disampaikan oleh Icha, “ya sekarang masyarakat semakin suka atau senang dengan saya, dan ini juga dapat memperbaiki nama waria dalam pandangan masyarakat”. sementara itu menurut Fira, “senang mas, masyarakat sekarang semakin suka”, Mamik juga menyampaikan “ya sekarang saya semakin dikenal oleh masyarakat, waria juga semakin baik dimata masyarakat dan kita bisa diterima dalam kehidupan masyarakat yang normal mas”.
Dapat kita simpulkan bahwa dalam bidang sosial mereka para waria sudah mendapatkan pandangan yang baik dari masyarakat, mereka yang dulu dipandang negatif oleh masyarakat karena abnormal dan melanggar norma kehidupan masyarakat dengan adanya waria show para waria mendapatkan hati dari para penonton atau masyarakat, mereka banyak yang dikenal oleh masyarakat dari desa ke desa. Hal ini tidak hanya berdampak pada setiap individu waria saja, namun juga pada waria secara umum. Mereka dapat hati dari masyarakat, secara tidak langsung masyarakat secara umum memandang waria sudah tidak berbau negatif lagi, mereka memandang waria itu lucu dan hal ini secara tidak langsung  juga membuat konsep pandangan masyarakat mengenai waria menjadi positif dan dapat menerima mereka seperti halnya masyarakat normal lainnya.
Masa keemasan dalam bidang ekonomi ini dapat didapatkan dari beberapa keterangan para waria yang ikut waria show, bahkan ada salah satu pemain waria show yang menjadikan waria show sebagai pekerjaan utama mereka. Seperti Hindun, ia menutarkan, bahwa “dulu iku ya aku cma nyalon aj mas, pendapatane iku yo mek digawe mangan, salon biyen ya ngontrak, kulak,an kebutuhan nyalon iki mas, sekarang setelah ada waria show, ya alhamdulilah gawe tambahan bangun salon, nyicil sepeda, tuku kulkas mas”. Sementara itu Jibun juga mengatakan, “ya dalam bidang ekonomi alhamdulilah mas, waria show ini kan pekerjaan utama saya, karena saya tidak punya pekerjaan lain selain show, ya karena waria show ini saya bisa membangun rumah, beli sepeda motor, menyekolahkan anak saya dan dapat modal untuk membuka warung didepan rumah saya yang diurusi sama istri saya”.
Sementara itu Icha juga mengatakan “ya kalau dari segi ekonomi, alhamduliah aku iso tuku kulkas, LED TV, isok nyecel sepeda pisan, bayar kontrakan, ya digawe tuku perlengakpan make up juga, ya banyaklah”. Fira juga mengungkapkan bahwa “ya alhamdulilah mas, aku ya iso tuku peralatan salonku, make up, ma nyicil sepeda motor pisan mas”. Sementara Mamik juga mengungkapkan “ya akeh mas, ya iso bangun omah, bangun salon dewe, ya duwite teko waria show pisan, terus digawe perlengkapan salon sisan mas”. Tamara juga mengatakan bahwa “ya banyak wes mas hasile , ada TV, perlengkapan salon ku iki ada tempat keramas, yo nyicil sepeda, yo aku iso ngontrak ning tempat yang lebih bagus dan luas, kalau dulu tempate kecil mas”.
Dari segi perekonomian dapat diketahui bahwa keadaan perekonomian mereka jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahkan ada yang dari mereka menjadikan waria show sebagai profesi utama. Bayaran dari waria show memang lumayan tinggi, per pertunjukan mereka rata-rata dapat sekitar 100.000-250.000 per orang, dari pengamatan peneliti ternyata jadwal show para waria show juga sangat padat, bahkan hampir setiap hari mereka ada job untuk show. Mereka yang memilki salon biasanya harus membagi waktu, membuka salon dari pagi hingga sore hari saja selanjutnya malamnya mereka melakukan waria show. Banyak pendapatan yang mereka dapakan dari waria show dan hasilnya begitu nyata, mereka menggunakannya untuk membeli berbagai kebutuhan dalam hidupnya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat tabel berikut ini:




Tabel: Keadaan sebelum adanya “Waria Show”

Nama
Pekerjaan utama
Penghasilan perharinya
Hasil Dari Pekerjaan
Jibun
Karyawan Pabrik
Rp 10.000-Rp20..000
1.      Mencukupi kebutuhan sehari-hari
Icha
Salon
Rp 50.000-Rp 80.000
1.   Perlengkapan salon
2.   Kebutuhan Sehari-hari
3.   Kontrak/sewa tempat salon
4.   Make up
Fira
Ahli Gizi dan Salon
Rp 50.000- Rp 100.000
1.   Membangun salon
2.   Perlengkapan salon
3.   Mencukupi kebutuhan sehari-hari
Mamik 
Pedagang - Salon
Rp 20.000- 50.000
1.   Mencukupi kehidupan sehari-hari
2.   Membangun salon kecil-kecilan
3.   Membeli sepeda motor bekas.
Hindun
Salon dan Waria Show
10.000-50.000
1. Mencukupi kehidupan sehari-hari
3 Membeli perlengkapan salon
2. Kontrak tempat salon
Tamara
Salon dan Waria Show
10.000-50.000
1. Mencukupi kebutuhan sehari-hari
2.Membeli perlengkapan salon
3. Kontrak/sewa tempat salon

Tabel: Masa keemasan waria dalam bidang perekonomian

Nama
Pekerjaan utama
Penghasilan perharinya
Hasil Dari Pekerjaan
Jibun
Waria Show
Rp 100.000-500.000
1.      Mencukupi kebutuhan sehari-hari
2.      Membangun rumah permanen
3.      Membeli sepeda motor Honda Beat
4.      Membangun warung
Icha
Salon dan waria show
Rp 100.000-Rp 500.000
1.      Perlengkapan salon
2.      Kontrak ditempat yang lebih luas
3.      Kebutuhan Sehari-hari
4.      Make up
5.      Membeli kulkas Sharp
6.      Membeli LED TV
7.      Membeli sepeda motor Honda Vario
Fira
Ahli Gizi dan Salon
Rp 50.000- Rp 100.000
1.      Membangun salon
2.      Perlengkapan salon
3.      Mencukupi kebutuhan sehari-hari
4.      Membeli sepeda motor Honda Vario
Mamik 
Pedagang - Salon
Rp 20.000- 50.000
1.      Mencukupi kebutuhan sehari-hari
2.      Membangun rumah dan salon permanen
3.      Membeli sepeda motor 2 buah.
4.      Membeli mobil Avanza
Hindun
Salon dan Waria Show
75.000-250.000
1. Memenuhi kebutuhan sehari-hari
2. Membeli perlengkapan salon
3. Membangun salon dan rumah secara permanen
4. Sepeda motor Honda Revo
Tamara
Salon dan Waria Show
50.000-200.000
1. Memenuhi kebutuhan sehari-hari
2. Membeli perlengkapan salon
3. Kontrak/sewa tempat yang lebih besar/luas.
4. Membeli LED TV
5. Sepeda motor Honda Vario

(Sumber: Hasil Wawancara dan Observasi Peneliti)
Dapat diketahui bahwa keadaan ekonomi para waria sebelum adanya waria show, mereka hanya terkonsentrasi pada kegiatan salon saja, dan pendapatan mereka tidak terlalu besar, bahkan pendapatan mereka dulu itu hanya cukup digunakan untuk makan sehari-hari saja, untuk membeli perlengkapan salon seperti shampo, semir rambut, dsb, dan untuk membayar kontrakan yang tempatnya kecil. Namun sekarang mereka bisa mendapatkan uang tambahan dari hasil waria show dan digunakan untuk membeli Peralatan salon, seperti tempat Creambath, peralatan elektronik/ gadget seperti TV LED  dan lemari es, bahkan hampir semua waria yang penulis teliti semuanya menggunakan gadget Blackberry, adapula yang bisa menyicil sepeda motor, bisa mengontrak ditempat yang lebih bagus dan luas, dan juga bisa membangun rumah dan salon secara permanen atau sudah tidak mengontrak lagi.
Dengan adanya waria show ini perekonomian para waria dapat lebih baik daripada sebelumnya, sehingga taraf kehidupannya juga jauh lebih baik daripada sebelumnya. Bahkan dimasa sekarang ini sudah jarang ditemui waria yang menggantugkan kehidupannya pada pelacuran, dengan adanya PERWAMO dan PERWAMOS mereka diberi keterampilan dan diberi pekerjaan seperti menjual wig, nyalon, dan juga waria show untuk mendapatkan pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Meskipun waria show bukanlah pekerjaan utamanya, dengan pendapatan waria show tersebut maka menambah pula pemasukan atau pendapatan waria perharinya, bisa diketahui bahwa para waria hampir setiap hari mendapatkan job untuk waria show, seperti di acara kondangan, hiburan malam/pasar malam, dan acara lainnya, pastinya mereka akan mendapatkan pendapatan yang fantastis, misalnya saja setiap harinya mereka manggung disatu sampai dua tempat, dan tiap tempatnya memperoleh 100.000, sudah dapat 100.000 -200.000 perharinya belum juga pendapatan dari salon, paling gak perharinya salon hanya mendapatkan sekitar 50.000-100.000 perharinya, jadi bisa dibilang bahwa pendapatan waria show lebih banyak daripada pendapatan dari salon. Oleh karena itu para waria pada umumnya membuka salon hanya sampai soreh hari saja, dan malam harinya mereka show di kampung-kampung atau desa-desa.

Pandangan masyarakat mengenai waria yang sudah baik dan sudah menerima waria dalam kehidupan masyarakat bahkan sekarang ini waria juga mendapatkan sanjungan atau disegani oleh masyarakat, hal ini disebabkan karena mereka sering menghibur masyarakat melalui waria show. Dalam bidang sosial para waria ini mendapatkan posisi yang bagus dimata masyarakat. Tidak hanya itu dengan adanya waria show ini perekonomian waria juga meningkat tajam, mereka dapat penghasilan tambahan selain pendapatan salon, hal ini mengakibatkan taraf hidup waria jauh lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena kemajuan yang diperoleh oleh waria ini maka penulis berani membuat sebuah statement yakni waria show ini merupakan tonggak penting masa keemasan waria di kawasan Mojosari, Mojokerto.





















                                                    BAB IV
                                                 PENUTUP
Kesimpulan
Keadaan waria sebelum adanya waria show dalam kehidupan sosial bermasyarakat mereka dipandang sebagai sekelompok orang yang melanggar norma masyarakat, sehingga mereka dijauhi oleh masyarakat, dihindari oleh masyarakat dan bahkan dicemooh oleh masyarakat, hal ini disebabkan karena waria itu cenderung dengan kehidupannya yang bebas atau keluar malam. Dari segi perekonomian mereka juga mendapatkan kendala, mereka hanya bertumpuh pada pekerjaan nyalon, dan pendapatannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan untuk membeli perlengkapan salon. Bahkan tak banyak dari mereka juga sulit untuk mencari pekerjaan, dengan keadaan yang seperti itu mereka sulit untuk mencari kerja selayaknya orang normal, apalagi jika ingin menjadi pegawai negeri sipil, pastinya perusahaan swasta maupun pemerintahan tidak mau memperkerjaan waria yang mengalami gangguan gender, hal ini semakin diperburuk dengan tidak adanya keterampilan yang mereka miliki, oleh karena itu banyak dari mereka yang melacurkan diri. Ketika ada waria show, yang dimulai dari tahun 1985 dengan hanya melakukan Nasubah, yakni orkes yang kebanyakan dimeriahkan oleh penyanyi perempuan dan waria hanya sebagai pengiring, hal ini mengalami perkembangan ketika tahun 2000-an, waria sudah tampil secara full . Mereka tampil dari kampung ke kampung melalui acara kondangan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Penampilan waria show lebih mengutamakan hiburan humor kepada masyarakat, sehingga penonton terasa dihibur. Dampak dari waria show ini adalah dari bidang sosial para waria sudah lebih dikenal dan disegani oleh masyarakat, mereka sudah diakui oleh masyarakat. Dari segi ekonomi mereka lebih baik, pendapatan mereka semakin tinggi, dibandingkan dengan pendapatan salon, pendapatan waria show yang mereka dapatkan jauh lebih besar. Dan mereka bisa membeli barang-barang prestisius, seperti peralatan salon, elektronik/gadged, kendaraan, dan membaangun rumah. Karena baiknya kehidupan waria dimasa sekarang ini, semakin berkembangnya kehidupan waria, penulispun memberikan statement bahwa waria show yang sampai saat ini berkembang, merupakan tonggak penting masa keemasan waria di Mojosari, Mojokerto.
DAFTAR RUJUKAN

Abdilah, Ubed. 2002. Politik Identitas Etnis Pergulatan Tanda Tanpa Identitas. Magelang: Indonesiatera
Atmojo. 1986. Kami Bukan Lelaki Sebuah Sketsa Kehidupan Waria. Jakarta: Erlangga.
Gottschalk, Louis. 1983. Mengerti Sejarah. Depok: Penerbit Universitas Indonesia.
Gazalba, Sidi. 1981. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Hamid, Patilima. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Hamid, Rahman, dkk. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Koeswinarno. 1998. Waria dan Penyakit Menular Seksual Kasus Dua Kota Di jawa. Surabaya: Usaha Nasional.
Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.
Riduwan, M.B.A. 2006. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan Dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta
Sjamsuddin, dkk. 1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.
Supranto, J. 1981. Metode Riset. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.
Tresnanti, Nadia. 2004. Konsep Diri Kaum Waria Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Prasangka Sosial. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.

 

No comments:

Post a Comment