Songs

Sunday, December 8, 2013

Dhinar Ayu

SISTEM PEREKONOMIAN SYARIAH DI PESANTREN SIDOGIRI PASURUAN TAHUN 1996-2003


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian
yang dibina oleh Prof. Dr. Hariyono, M. Pd dan Indah W. P. Utami, S.Pd., S. Hum., M.Pd


Oleh:

DHINAR AYU M

110731435530


I.                   PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
System ekonomi Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan idil yang bersumber dari isi Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki arti dalam beretika dan bermoral agama bukan menekankan dalam hal materialisme; Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab memiliki arti tidak adanya perilaku eksploitasi dan pemerasan; Persatuan Indonesia memiliki arti adanya persamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi dalam ekonomi; Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmad Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan memliki arti dalam mengutamakan kehidupan rakyat tanpa membedakan status; serta Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia memiliki arti persamaan dalam kemakmuran masyarakat yang utama bukan kemakmuran individu.
System ekonomi Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 mengandung nilai yang sama dengan nilai-niang terdapat dalam system ekonomi Islam yang berlandaskan pada Al-Quran dan Al-Hadist. Adanya persamaan nilai adalah usaha untuk untuk mencapai nilai keadilan dalam bidang ekonomi untuk setiap individu baik dengan menggunakan system ekonomi Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 maupun dengan menggunakan system ekonomi Islam. Didalam pesantren terdapat pemberdayaan ekonomi ummat yang melalui lembaga keuangan mikro syariah seperti Baitul Maall wa Tamwil (BMT).  BMT ini membawa dampak yang baik ditengah pendapat yang kurang baik terhadap penilaian pesantren. Dengan program pendidikan diniyah atau pendidikan yang berorientasi pada penguasaan khazanah ilmu-ilmu Islam tradisional seperti fiqh, tauhid, akhlak, tafsir, hadits dan ilmu-ilmu lainnya baik yang dilaksanakan melalui pendidikan secara madrasiyah dikelas ataupun melalui pelajaran langsung dari seorang kyai kepada santrinya. Pesantren menjadi pusat pendidikan tradisional bagi kalangan generasi muda terutama di daerah pedesaan. Pondok Pesantren Sidogiri merupakan salah satu pesantren tertua di Jawa Timur tepatnya di Pasuruan yang telah  berusia ratusan tahun. Sebagai pesantren tradisional, aktifitas pendidikan yang dilaksanakan terdiri dari pendidikan klasik dan non klasikal. Pendidikan klasikal terdiri atas pendidikan ibtidaiyah, tsanawiyah dan Aliyah. Sedangkan pendidikan non klasikal lebih banyak mengarah kepada aktifitas pendidikan tambahan dan pelatihan kepada santri agar kelak bisa menjadi seseorang yang baik-baiknya umat yang mengedepankan akhlakul karimah dalam setiap aktifitasnya. Oleh karena itu, Pondok Pesantren Sidogiri melatih para santrinya untuk menangani bidang perekonomian. Sehingga dalam kesempatan ini penulis memberikan judul mengenai “Sistem Perekonomian Syariah Di Pesantren Sidogiri Pasuruan Tahun 1996-2003 ”.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sistem perekonomian syariah?
2.      Bagaimana koperasi pondok pesantren Sidogiri?
3.      Bagaimana penerepan perekonomian syariah di Pesantren Sidogiri?

1.3  Tujuan Masalah
1.      Mengetahui sistem perekonomian syariah
2.      Mengetahui koperasi pondok pesantren Sidogiri
3.      Mengetahui penerapan sistem perekonomian syariah di Pesantren Sidogiri

1.4  Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan untuk memperoleh suatu pengetahuan atau memecahkan masalah yang dihadapi, (Ali, 1982:21). Metode yang dipakai peneliti dalam penelitian ini menggunakan pendekatan melalui pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif.  Penelitian ini menggunakan metode penelititan sejarah (historical method). Sumber data dibagi menjadi dua yakni sumber data primer dan sumber data sekunder (Notosusanto, 1971: 21). Dalam mendapatkan data penulis hanya menggunakan sumber data sekunder. Sumber sekunder yang digunakan untuk penulisan makalah ini berupa kajian pustaka yang diperoleh dari buku sejarah yang sudah diuji kebenarannya dan sumber berupa artikel. Kemudian hasil dari pengumpulan sumber yang penulis peroleh di analisis dan di intrepetasi terlebih dahulu kemudian  diuraikan dalam bentuk tulisan berupa makalah penelitian.


















II.                PEMBAHASAN
2.1  SISTEM PEREKONOMIAN SYARIAH
A.    Definisi Ekonomi Syariah
Ekonomi Syariah menurut bahasa, ekonomi Islam terdiri dari dua kata yaitu ekonomi dan Islam. Kata “ekonomi”, berarti perihal pengurus dan mengatur kemakmuran, dan sebagaianya. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995: 524). Dan kata “syariah”, yaitu hokum atau undang-undang yang ditentukan Allah swt. Untuk hamba-Nya sebagaimana terkandung dalam Al-Quran dan diterangkan oleh Rasulullah dalam bentuk sunnahnya (Razak, 1989: 59). System ekonomi Syariah atau Islam secara sederhana adalah suatu system ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari keseluruhan nilai yang berdasarkan Al-Quran, As-Sunnah, Ijma dan qiyas (Nasution dkk, 2007: 11). Menurut Mannan Ekonomi Islam adalah Ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Syariah (Nastangin, 1993: 19). Hal ini dapat dipahami bahwa ekonomi Islam adalah perihal mengenai ekonomi atau mengurus dan mengatur kemakmuran dengan berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga dalam perjalanannya menurut Mannan berpendapat bahwa ekonomi Syariah merupakan Ilmu ekonomi positif dan normative karena keduanya saling berhubungan dalam membentuk perekonomian yang baik dalam evaluasinya nanti. 
System ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang mengandung unsur nilai-nilai Islam. System ekonomi Islam ini berbeda dengan system kapitalisme maupun sosialisme. Perbedaan dari kapitalisme ini Islam menentang adanya eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin dan melarang adanya penumpukan kekayaan. Ekonomi menurut Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus ajaran yang memiliki aplikasi dalam etika dan moral. System ekonomi syariah merupakan system yang didasari nilai-nilai keislaman dan diterapkan berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadist yang bertujuan memberikan kesempatan yang sama kepada individu-individu lainnya sehingga tercapai kesejahteraan bersama juga sekaligus menjalankan anjuran yang berdasrkan Islam. Dari pemikiran tersebut saat ini sedang dikembangkan Sistem Ekonomi Syariah di banyak Negara Islam termasuk di Indonesia.
            Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigm Islam. Pengembangan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi system ekonomi kapitalis atau system ekonomi sosialis tetapi ditujukan untuk mencari suatu system ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari system ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke bumi ini untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi.
            Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Dalam Islam, kesejahteraan social dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dimanfaatkan sebagaimana mestinya, sehingga dengan pengaturan kembali keadaannyha, tidak seorang pun menjadi lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk di dalam kerangka Al-Quran atau Sunnah (Nasution dkk, 2007: 16). Sehingga ekonomi syariah adalah ekonomi atau perihal yang mengurus dan mengatur kemakmuran berdasarkan agama atau aturan-aturan yang telah disyariatkan oleh Islam, atau pengaturan kemakmuran berdasarkan prinsip ekonomi dalam Islam.

B.     Karakteristik Ekonomi Islam
Ada beberapa hal yang mendorong perlunya mempelajari karakteristik ekonomi Islam (Nasution dkk, 2007: 17-18):
1.      Meluruskan kekeliruan pandangan yang menilai ekonomi kapitalis (memberikan penghargaan terhadap prinsip hak milik) dan sosialis (memberikan) penghargaan terhadap persamaanhak dan keadilan) tidak bertentangan dengan metode ekonomi Islam.
2.      Membantu para ekonom Muslim yang telah berkecimpungan dalam teori ekonomi konvensional dalam memahami ekonomi Islam.
3.      Membantu para peminat studi fiqih muamalah dalam melakukan studi perbandingan antara ekonomi Islam dengan ekonomi Konvensional.
Sumber karakteristik Ekonomi Islam adalah Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi Islam yaitu asas akidah, akhlak dan asas hukum.
Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-ilmiyah wa al-annaliyah al-islamiyah yang sebagai berikut (Nasution dkk, 2007: 18):
1.      Harta Kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah Atas Harta
Karakteristik pertama ini teridiri dari dua bagian yaitu :
Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik (kepunyaan Allah). Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya.
2.      Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (Hukum), dan Moral
Hubungan ekonomi Islam dengan akidah Islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandangan Islam terhadap alam semesta yang ditundukkan (disediakan) untuk kepentingan manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syariah tersebut memungkinkan aktivitas ekonomi dalam Islam menjadi ibadah.
3.      Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Para ahli barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap islam, mereka menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka firi). Selain itu para ahli menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia). Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dengan dunia. Setiap aktivitas manusia di dunia akan berdampak pada kehidupannya kelak di akhirat.
4.      Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan Umum
Arti keseimbangan dalam system social Islam adalah, Islam tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batas-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum.
5.      Kebebasan Individu Dijamin dalam islam
Individu-individu baik dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan itu tidak boleh melanggar aturan aturan yang telah digariskan Allah SWT dalam Al-Quran maupun Al-HAdis.
6.      Negara Diberi Wewenang Turut CAmpur dalam Perekonomian
Islam memperkenankan Negara untuk mengatur maslah perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun social dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam Negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat masyarakat dari ketiidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari Negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.
7.      Bimbingan Konsumsi
Adanya larangan suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum karena kekayaan.
8.      Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-ilmiyah wa al-amaliyah al-islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu :
a.       Proyek yang baik menurut islam
b.      Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat
c.       Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
d.      Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.
e.       Melindungi kepentingan anggota masyarakat.
9.      Zakat
Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidka terdapat dalam perekonomian lain. System perekonomian di luar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki dan dendam.
10.  Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Di antara factor yang menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba).
            Ada bebrapa ciri-ciri dalam ekonomi Syariah yang dapat digunakan sebagai identifikasi (Al-Assal & Hakim, 1999: 32) :
a.       Ekonomi Syariah merupakan bagian dari system Syariah yang menyeluruh.
b.      Ekonomi Syariah merealisasikan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum.
C.    Manfaat Menggunnakan Ekonomi Syariah
Menggunakan ekonomi syariah jelas mendatangkan manfaat yang besar bagi umat Islam itu sendiri. Manfaat dalam menggunakan Ekonomi Syariah dibagi menjadi enam. Pertama, mewujudkan integritas seorang Muslim yang kaffah, sehingga Islamnya tidak lagi persial. Bila umat Islam masih bergelut dan mengamalkan ekonomi ribawi, berarti keIslamannya belum kaffah, sebab ajaran ekonomi syariah diabaikannya. Kedua, menerapkan dan menggunakan ekonomi syariah melalui bank syariah, asuransi syari’ah, reksadana syari’ah, pegadaian syari’ah, atau BMT, mendapatkan keuntungan duniawi dan ukhrawi. Keuntungan duniawi berupa keuntungan bagi hasil, keuntungan ukhrawi adalah terbebasnya dari unsur riba yang diharamkan. Selain itu seorang Muslim yang mengamalkan ekonomi syariah, mendapatkan pahala, karena telah mengamalkan ajaran Islam dan meninggalkan ribawi. Ketiga, praktek ekonominya berdasarkan syariah Islam bernilai ibadah, karena telah mengamalkan syari’ah Allah Swt. Keempat, mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga bank syariah, Asuransi atau BMT, berarti mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat Islam sendiri. Kelima, mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau menjadi nasabah Asuransi Syari’ah, berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat Islam itu sendiri, sebab dana yang terkumpul di lembaga keuangan syariah itu dapat digunakan umat Islam itu sendiri untuk mengembangkan usaha-usaha kaum muslimin. Keenam, mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau proyek –proyek halal. Bank syariah tidak akan mau membiayai usaha-usaha haram, seperti pabrik minuman keras, usaha perjudian, usaha narkoba, hotel yang digunakan untuk kemaksiatan atau tempat hiburan yang bernuansa munkar, seperti diskotik, dan sebagainya (Choir, 2010).
Penerapan ekonomi syariah ini juga mendapat persetujuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengatakanan ekonomi syariah bisa menjadi solusi untuk mengurangi atau mencegah terjadinya krisis keuangan global. “Ekonomi syariah juga dapat meningkatkan resiliency ekonomi nasional terhadap dampak negative gejolak keuangan global yang kita rasakan akhir-akhir ini” (Fiqhislam, 2013). Presiden mengklaim, selama masa pemerintahannya, berbagai inisiatif pengembangan yang ditempuh pemerintahan beserta regulator, parlemen, dan berbagai stakeholder telah mendorong perkembangan system ekonomi syariah secara signifikan. Kemudian dalam asset industry perbankan syariah juga meningkat hamper 14 kali atau rata-rata 151 persen per tahun. Selain itu milestone penting sejarah keuangan syariah Indonesia juga telah diwujudkan (FiqhIslam, 2013).

2.2  KOPERASI PONDOK PESANTREN SIDOGIRI
Pondok Pesantren Sidogiri merupakan salah satu pesantren tertua di Pasuruan Jawa Timur. Pondok Pesantren Sidogiri didirikan tahun 1718 Sidogiri oleh seorang Sayyid dari Cirebon Jawa Barat bernama Sayyid Sulaiman. Pondok Pesantren ini terletak di sebelah barat Kota Pasuruan, tepatnya di desa Sidogiri Kecamatan Kraton Pasuruan Jawa Timur. Pondok Pesantren bukan hanya sebagai lembaga pendidikan keagamaan untuk mencetak generasi berperilaku Islami, tetapi sekaligus mampu membuktikan diri sebagai lembaga perekonomian guna menyejahterakan santri serta masyarakat luas. Hal ini dibuktikan dengan berhasilnya mengembangkan konsep ekonomi syariah. Peran pondok pesantren tersebut di bidang ekonomi diawali keinginan untuk mandiri atau tanpa mengharapkan bantuan pihak lain dengan mendirikan koperasi. Koperasi yang diterapkan oleh Pondok Pesantren Sidogiri terdiri 3 jenis antara lain:
A.    Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri
Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri merupakan lembaga yang memiliki manfaat yang besar bagi pesantren, santri dan masyarakat. Bagi pesantren, keberadaan Koperasi Pondok Pesantren sangat menunjang upaya kemandirian pesantren karena sebagian pendapatan pesantren yang digunakan untuk operasionalnya merupakan pemasukan dari SHU (Sisa Hasil Usaha) Koperasi Pondok Pesantren (Bakhri, 2004: 33). Bagi santri dengan adanya koperasi pondok pesantren ini selain menyediakan kebutuhan sehari-hari juga sebagai tempat belajar kemandirian, kewirausahaan dan pengabdian. Sedang bagi masyarakat umum, koperasi pondok pesantren menyediakan kebutuhan sehari-hari dengan harga yang kompetitif.
Cikal bakal berdirinya Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri dapat dilihat dari tahun 1961. Pada waktu itu, Ketua Umum sekaligus Penanggung Jawab Pondok Pesantren Sidogiri KA. Sa’doellah Nawawie merintis berdirinya koperasi sebagai wadah belajar mandiri, wirausaha dan pengabdian santri. Laboratorium praktiknya barulah berupa kedai dan took kelontong. Praktik yang diselenggrakan masih sederhana. Pondok pesantren Sidogiri hanya membuka kedai yang menyediakan nasi dan makanan ringan untuk memenuhi kebutuhan santri sendiri. Motto koperasi yang sering disampaikan oleh KA. Sa’doellah Nawawie adalah “dari santri, oleh santri dan untuk santri”. Maksudnya, koperasi Pondok Pesantren Sidogiri dibentuk modalnya dikumpulkan dari para santri. Modal tersebut kemudian dikelola melalui usaha perdagangan oleh para santri yang menjadi pengurus Koperasi Pondok Pesantren. Keuntungan atau laba usaha yang dilakukan oleh Koperasi pondok pesantren nantinya akan dikembalikan kepada santri.
Modal awal koperasi dihimpun dari simpanan pokok anggotanya yaitu para santri. Setiap akhir tahun dihitung hasil usahanya dan labanya dibagikan kepada para santri yang menjadi anggota. Namun setelah berjalan selama dua tahun, pengurus Koperasi Pondok Pesantren kesulitan dalam membagikan labanya (SHU) kepada para santri. Kesulitan itu disebabkan karena banyaknya santri yang menjadi anggotanya pulang di pertengahan tahun. Akhirnya, pengurus Koperasi Pondok Pesantren kemudian merubah system pembagian SHU dengan cara yang lebih bermanfaat baik kepada santri secra perorangna maupun santri secara keseluruhan. Pada waktu pengurus Koperasi Pondok Pesantren meminta keikhlasan para santri untuk mengikhlaskan simpanannya untuk disedekahkan kepada Pondok Pesantren Sodogiri. Dana itu kemudian dijadikan sebagai tambahan modal koperasi. Sehingga SHU tidak dibagikan kepada anggota tetapi dimasukkan sebagai salah satu sumber pendapatan Pondok Pesantren Sidogiri. Sistem ini dianggap lebih cocok dan lebih tepat untuk santri dan pondok pesantren Sidogiri.
Sekalipun kegiatan usaha Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri sudah dimulai sejak 1961, namun secara resmi baru mengajukan permohonan Badan Hukum Koperasi pada April 1997 (Bakhri, 2004: 35). Pada 15 Juli 1997 terbitlah Akta Badan Hukum Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri nomor: 441/BH/KWK.13/VII/97. Seiring dengan terbitnya Badan Hukumnya, Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri terus berbenah menata manajemen dan kinerja usahanya dengan mengikut sertakan pengurus dan manajer pada berbagai kegiatan pelatihan dan workshop manajemen koperasi (Bakhri, 2004: 36). Adanya ketekunan dan kehematan pengurus, selisih untung dari membuka kedai kemudian dikembangkan dengan usaha lain mendirikan toko kelontong yang berjualan sembako dan kebutuhan rumah tangga. Awalnya yang hanya terbatas bagi lingkungan pesantren, namun kemudian mendirikan toko buku dan toko bangunan di sejumlah pasar di Pasuruan. Saat ini jenis usaha yang dijalankan oleh Koperasi Pondok Pesantren sangat beragam antara lain kantin, toko kelontong (menjual sembako), toko buku, toko alat-alat rumah tangga, kosmetik, toko bangunan, mini market, wartel, pertanian, pembuatan sarung dan baju muslim (Bakhri, 2004: 36). Selain itu masih ada usaha percetakan kitab, buku tulis dan undangan.
Sejak 31 Desember 2003 Koperasi Pondok Pesantren telah berkembang menjadi 10 unit pelayanan, 3 unit diantaranya dibuka khusus untuk melayani masyarakat umum (Bakhri, 2004: 37). Dalam beberapa tahun 2003 ini, Koperasi Pondok Pesantren menjalin kerjasama dengan PT Bromo Tirta Lestari, sebuah perusahaan air kemasan di kawasan Probolinggo, dalam memproduksi air minum dalam kemasan dengan nama “Santri”. Semula air minum dalam kemasan yang diproduksi hanya dua ukuran yaitu ukuran gelas 250 ml dan ukuran botol sedang 600 ml. Kemudian pada pertengahan bulan Januari 2004, Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri mulai menjual produk baru yang berukuran botol besar yaitu 1500 ml. setiap bulannya Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri menjual sekitar 16.000 kardus “Santri” dengan menggunakan jaringan distribusi dan pemasaran mulai dari Bali, Probolinggo, Pasuruan, Surabaya sampai Madura.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2003, omzet usaha yang dikelola Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri sudah mencapai sekitar Rp. 16,5 miliar. Padahal pada laporan keuangan per 31 Desember 1996, omzetnya baru mencapai Rp. 3,1 miliar. Dengan demikian dalam rentang waktu selama tujuh tahun, omzet Koperasi Pondok Pesantren tumbuh lebih dari lima kali lipat.
B.     Koperasi BMT MMU Sidogiri
Awal dari keprihatinan guru-guru dan pengurus Madrasah Miftahul Ulum (MMU) Pondok Pesantren Sidogiri dan madrasah-madrasah ranting MMU Pondok Pesantren Sidogiri atas perilaku masyarakat yang cenderung kurang memperhatikan kaidah-kaidah Syariah di bidang muamalat. Yaitu adanya praktik-praktik yang mengarah pada ekonomi ribawi yang dilarang secara tegas oleh agama (Bakhri, 2004: 38). Kemudian berdirilah Koperasi BMT MMU tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal 1418 H atau 17 Juli 1997 M yang berkedudukan di kecamatan Wonorejo Pasuruan. Modal yang dipakai untuk usaha di dapat dari simpanan anggota yang berjumlah Rp. 13.500.000 dengan anggota yang berjumlah 348 orang terdiri atas para asatidz dan pimpinan serta Pengurus MMU Ponpes Sidogiri dan beberapa orang asatidz, pengurus Pondok Pesantren Sidogiri.
Koperasi BMT MMU telah mendapat legalitas berupa Badan Hukum Koperasi dengan nomor 608/BH/KWK.13/IX/97 tanggal 4 September 1997 selain itu juga telah memiliki TDP nomor 13252600099, TDUP nomor 133/13.25/UP/IX/98 dan NPWP nomor 1-718-668.5-624 (Bakhri, 2004: 41). Maksud dan tujuan dari pendirian Koperasi BMT MMU Sidogiri yaitu (1) Koperasi bermaksud menggalang kerja sama untuk membantu kepentingan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan, (2) Koperasi ini bertujuan memajukan kesejahteraan anggota dan masyarakat serta ikut membangun perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat madani yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta di ridlai Allah SWT (Bakhri, 2004: 42).
Usaha yang  dilakukan Koperasi BMT MMU Sidogiri meliputi : (1) Simpan pinjam pola Syariah, (2) Industri rumah tangga (home industry) produksi roti, (3) Toko dan perdagangan umum, (4) Sektor jasa penggilingan padi, (5) Usaha yang mendapat prioritas adalah usaha BMT (Bakhri, 2004: 42). Dalam hal ini manfaatnya sangat dirasakan oleh anggota dan masyarakat umum.
Struktur Organisasi dari Koperasi BMT MMU dibagi menjadi tiga yaitu :
a.      Rapat Anggota
Sesuai dengan UU RI no 25/1992 tentang Perkoperasian, bahwa anggota adalah pemilik sekaligus sebagai pelanggan atau pengguna jasa koperasi. Oleh karenanya Rapat Anggota merupakan kekuasaan tertinggi dalam lembaga koperasi (Bakhri, 2004: 42). Kemudian keanggotaan diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi. Keanggotaan koperasi melekat pada diri anggota sendiri dan tidak dapat dipindahkan kepada orang lain dengan alas an apapun. Setiap anggota harus tunduk kepada ketentuan dalam AD/ART Koperasi, peraturan khusus dan keputusan-keputusan rapat anggota.
Pada garis besarnya, anggota koperasi ada dua macam yaitu anggota biasa dan anggota luar biasa. Perbedaan yang mencolok dari keduanya adalah anggota luar biasa tidak berhak untuk memilih atau dipilih menjadi pengurus atau pengawas. Rapat anggota dalam lembaga koperasi merupakan kekuasaan tertinggi. Rapat Anggota biasa menetapkan: (a) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, (b) kebijaksanaan umum di bidang organisasi manajemen dan usaha koperasi, (c) Pemilihan, pengangkatan atau pemberhentian pengurus dan/atau pengawas, (d) Penyusunan dan menetapkan RK, RAPB (Rencana Kerja dan Rencana Anggaran Pendapatan dan belanja), (e) Pengesahan atau penolakan atas pertanggungjawaban pengurus dan/atau pengawas tentang aktifitas dan usahanya, (f) Pembagian SHU dan (g) Penggabungan/pembubaran koperasi (Bakhri, 2004: 43-44).
b.      Pengurus
Pengurus Koperasi diangkat oleh anggota dalam Rapat Anggota yang diselenggarakan untuk kepentingan pengangkatan pengurus atau dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan rapat Anggota Tahunan (RAT). Pengurus adalah penerima amanat anggota untuk menjalankan organisasi dan usaha koperasi dengan berlandasan pada RK-RAPB (Rencana Kerja-Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja) yang diputuskan/ditetapkan dalam rapat anggota (Bakhri, 2004: 45).
Jumlah anggota pengurus sedikitnya 3 (tiga) orang terdiri atas Ketua, Sekretaris, Bendahara. Sesuai dengan Anggaran Dasar Koperasi, masa jabatan pengurus adalah 3 tahun. Pengurus harus dipilih dari/oleh anggota dan bertanggung jawab kepada anggota dalam rapat anggota. Pengurus tidak menerima gaji akan tetapi berhak menerima uang jasa atau uang kehormatan.


c.       Pengawas
Sesuai dengan UU RI no 25/1992 pasal 21 bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri dari : (a) Rapat Anggota, (b) Pengurus, (c) Pengawas. Maka keberadaan pengawas koperasi benar-benar diakui disamping merupakan satu diantara tiga perangkat organisasi. Pengawasan koperasi dilakukan oleh pengawas yang diangkat dari dan oleh anggota dalam rapat anggota sekaligus bertanggung jawab kepada anggota.
            Sistem Operasional BMT singkatan dari Baitul Mal wat Tamwil/Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah merupakan system simpan pinjam dengan pola Syariah. System BMT ini adalah konsep muamalah Syariah, tenaga yang menangani kegiatan BMT ini telah mendapat pelatihan dari BMI (Bank Muamalat Indonesia) cabang Surabaya dan PINBUK (Pusat Inskobasi Bisnis Usaha Kecil) Pasuruan dan Jawa Timur. Dalam muamalah pola syariah tidak menggunakan imbalan bunga, tapi menggunakan imbal hasil untuk mudharobah dna masyarakah atau imbalan laba untuk murabahan dan bai’bitsamanil ajil (BBA). Qord hasan biasanya dipakai untuk kegiatan yang bersifat social (nirlaba).
C.    Koperasi UGT Sidogiri
Koperasi Usaha Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri mulai beroperasi pada 5 Robiul Awal 1421 H atau 6 Juni 2000. Secara resmi mendapat badan hukum koperasi dari KAnwil DInas Koperasi PK dan M Propinsi Jawa Timur dengan Surat Keputusan Nomor: 09/BH/KWK.13/VII/2000 tertanggal 22 Juli 2000 (Bakhri, 2004: 54). Koperasi UGT ini didirikan oleh beberapa guru dan pimpinan madrasah filial Madrasah Miftahul Ulum (MMU) Ponpes Sidogiri, alumni Pondok Pesantren Sidogiri dan para simpatisan yang menyebar di wilayah Jawa Timur yang berada dalam satuan kegiatan Urusan Guru Tugas (UGT) Pondok Pesantren (Ponpes) Sidogiri. Dalam jangka panjang Koperasi UGT diharapkan bias dibuka beberapa unit pelayanan di kabupaten-kabupaten yang banyak ditempati oleh anggota Koperasi UGT.
Koperasi UGT merupakan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) kedua yang berlatar belakang Pondok Pesantren Sidogiri (Bakhri, 2004: 55). Apabila Koperasi BMT MMU khusus beroperasi di kabupaten Pasuruan, maka Koperasi UGT, sebagaimana izin yang didapatkan, beroperasi di kabupaten/kota di Jawa Timur. Unit pelayanan lainnya beberapa saat kemudian pada September 2000 dibuka Unit Pelayanan Koperasi UGT di Kota Jember. Sedang pada 5 Robiul Awal 1422 atau 28 Mei 2001 dibuka Unit Pelayanan Koperasi yang ditempatkan di Maesan Bondowoso. Sehingga sampai bulan Agustus 2001 Koperasi UGT Sidogiri sudah memiliki tiga Unit Pelayanan Koperasi. Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2003, unit pelayanan Koperasi UGT berkembang menjadi 9 unit di kota/kabupaten di Jawa Timur yaitu: Jember, Rambipuji (Jember), Bondowoso, Surabaya, Bangkalan, Probolinggo, Besuki (Situbondo), Bawean dan Bantaran (Probolinggo).
Struktur organisasi Koperasi UGT Sidogiri yaitu (Bakhri, 2004: 60-61):
1.      Rapat Anggota  merupakan lembaga tertinggi dalam koperasi RApat Anggota dapat memutuskan perubahan AD dan RT (Anggaran DAsar dan Rumah Tangga), menetapkan susunan pengurus, pegawai dan lain-lain.
2.      Pengurus koperasi diangkat dan dipilih oleh anggota melalui mekanisme Rapat Anggota. Pengurus mengemban amanah dari anggota dan menjalankan program kerja yang telah ditetapkan oleh dalam Rapat Anggota. Pengurus berhak mengangkat Manajer atau Direktur untuk menjalankan roda usaha koperasi. Pengangkatannya dituangkan melalui kontrak kerja dengan batas waktu tertentu.
3.      Pengawas memiliki kedudukan yang sejajar dengan Pengurus yang diangkat dan diberhentikan oleh anggota dalam Rapat Anggota. Susunan Pengawas terdiri atas Pengawas Bidang Manajemen, Pengawas Bidang Keuangan dan Pengawas Bidang Syariah.
4.      Manajer diangkat dan diperhentikan oleh Pengurus dengan system kontrak kerja dalam waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama. Tugas utama manajer adalah menjalankan usaha koperasi sesuai dengan mekanisme kerja yang telah ditetapkan oleh Pengurus. Dalam menjalankan tugasnya, Manajer berkoordinasi dengan kepala-kepala unit dan para karyawan.
5.      Kepala unit diangkat dan diberhentikan oleh Manajer dengan berkonsultasi dengan Pengurus. Kepala Unit diberi wewenang untuk memimpin usaha pada unit yang telah ditentukan. Kepala Unit dibantu oleh beberapa orang karyawan. 

2.3  PENERAPAN SISTEM PEREKONOMIAN SYARIAH DI PESANTREN SIDOGIRI
Walaupun Pondok Pesantren Sidogiri merupakan lembaga pendidikan Islam Tradisional tetapi saat ini juga dikenal kemajuan di bidang ekonominya khususnya dalam bidang ekonomi syariahnya disamping kemajuan yang telah dicapai dalam bidang pendidikan. Padahal, Pondok Pesantren Sidogiri yang berdiri sejak 1745 M dan telah lebih dari 259 tahun berkiprah dalam bidang pendidikan, sedangkan kegiatan ekonominya hanyalah 5% dari keseluruhan aktifitas pondok (Bakhri, 2004: 63).  Hal yang membuat prestasi ekonomi syariahnya yang dinilai lebih menonjol karena pengembangan bidang ekonomi khususnya dalam bidang ekonomi syariah dangat jarang dilakukan oleh pondok pesantren modern sekalipun. Bisa jadi Pondok Pesantren Sidogiri merupakan satu-satunya pondok pesantren tradisional yang fokusnya terhadap sosialisasi dan pengembangan wacana dan praktik ekonomi syariah. Sehingga tidak mengherankan apabila Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Kantor Pusat Jakarta memilih Pondok sidogiri sebagai tuan rumah “Pertemuan Ulama dan Tokoh Masyarakat tentang Perekonomian dan Perbankan Syariah” yang menghadirkan Dr. Ahamad Ali Abdalla dari Sudan (Bakhri, 2004: 64).
Selain itu, seperti yang diungkapkan oleh H. Mahmud Ali Zain, sebagai Ketua Koperasi Pondok Pesantren dan Pengawas Bidang Manajemen Koperasi BMT MMU (Bai-tul Mal wa Tamwil Mas-lahah Mursalah lil Ummah) , lebih dikenalnya kegiatan ekonomi Pondok Pesantren Sidogiri adalah karena orang cenderung memberikan penilaian dan apresiasi pada sesuatu yang tampak secara fisik atau material dariapada sesuatu yang sofatnya non-fisik atau non-material. Kemajuan di bidang ekonomi Pondok Pesantren Sidogiri dapat dilihat dengan mata mislanya gedung-gedung yang digunakan untuk aktifitas ekonominya berdiri dengan megah (Bakhri, 2004: 64-65). Sedangkan petran pesantren dalam pendidikan Islam yang telah meluluskan ribuan orang alumni yang tersebar di seluruh pelosok negeri yang seakan tak begitu kelihatan wujudnya.
Ada tiga institusi ekonomi di lingkungan Pondok Pesantren Sidogiri yang mendapat penilaian sangat menonjol yaitu Koperasi Pondok Pesantren, Koperasi BMT MMU dan Koperasi Usaha Gabungan Terpadu (UGT). Berdasarkan laporan keadaan keuangan per 31 Desember 2003, modal usaha yang dikelola oleh ketiganya mencapai Rp. 3.266.237.442,-, omsetnya Rp 72.358.768.086,- dan SHU-nya mencapai Rp 1.758.731.703,- (Bakhri, 2004: 65). Seiring dengan perkembangan waktu, lembaga ekonomi yang berlatar belakang Pondok Pesantren Sidogiri tumbuh dengan pesat. Koperasi BMT MMU telah membuka 9 cabang, yaitu; Sidogiri, Wonorejo, Kraton, Warungdowo, Rembang, Nongkojajar, Grati Gondangwetan dan Prigen. Selain itu, juga memiliki 3 unit usaha yang pasti yaitu penggilingan padi di Jetis, produksi roti di Jeruk dan toko peralatan rumah tangga di Sidogiri. Sedang Koperasi UGT memiliki 9 cabang yang tersebar di beberapa kota di Jawa Timur yaitu : kota Surabaya, Bangkalan, kota Jember, Rambipuji, kota Probolinggo, Besuki, Bawean, Bantaran Probolinggo dan Bondowoso. Begitupun dengan Koperasi Sidogiri, saat ini telah memiliki 10 unit yaitu 6 unit berada di lingkungan pondok, 2 unit di Sidogiri, sisanya terletak di Gembyang dan Rembang (Bakhri, 2004 : 66). Ada perkembangan menarik yang tidak lazim. Biasanya sebuah BMT mendapatkan bantuan likuiditas dan manajemen dari Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Di Sidogitri malah sebaliknya yaitu pada tahun 2001 Koperasi BMT MMU ikut dalam memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Untung Surapati Bangil sebagai pemilik modal mayoritas (62%) (Bakhri, 2004: 67). Sebagai pemilik modal mayoritas, Koperasi BMT MMU mengubah system operasional BPR Untung Suropati dari konvensional ke syariah. Tepatnya, pada ggal 11 Agustus 2001, ijin usaha dari Bank Indonesia untuk beroperasi secara syariah telah diterbitkan maka sejak saat itu, berubah nama menjadi BPR Syariah Untung Surapati.
Sejak Koperasi BMT MMU mengubh pengelolaan dari konvensional ke syariah, BPR Syariah Untung Surapati Bangil mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Seiring dengan itu, tingkat kesehatannya pun terus meningkat. Pada tahun 2002 tingkat kesehatannya 93,13 tahun 2003 meningkat 95,57 padahal ketika masih beroperasi secara konvensional, mengalami kerugian atau laba minus sehingga manajemennya mengajak Koperasi BMT MMU untuk menanamkan modal. (Bakhri, 2004: 67). Kemudian cita-cita besar yang hendak dicapai melalui tiga institusi ekonomi itu, menurut H. Mahmud Ali Zain ialah untuk memasyarakatkan syariah Islam di segala segi kehidupan baik dibidang ibadah ataupun di bidang muamalat dan sosial.
 Khusus untuk Koperasi BMT MMU, telah mendapatkan bantuan dana dari PNM dengan skema Mudharabah dan dari BNI Syariah cabang Malang (Bakhri, 2004: 67). Perkembangan terbarunya, PNM telah setuju untuk memberikan bantuan dana lagi yang nilainya lebih besar dari bantuan dana yang pertama. Selain itu, untuk membangun jaringan ekonomi syariah juga menjalin kerjasama dengan koperasi yang beroperasi secara syariah seperti dengan Koperasi Muawanah yang anggotanya dari kalangan nelayan warga Nahdiyyin yang beroperasi di daerah pesisir pantai utara dan Koperasi PER Malabar yang melayani konsumen di daerah pegunungan. Kesuksesan yang telah dicapai oleh Koperasi Pondok Pesantren, Koperasi BMT MMU dan Koperasi UGT merupakan angin segar bagi peningkatan peran pesantren dalam pemberdayaan ekonomi ummat melalui lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) yang berbadan hukum koperasi. Kesuksesan itulah yang mendorong beberapa pihak untuk berkunjung ke Sidogiri.
Setelah Basofi Sudirman yang saat ini aktif sebagai Ketua Bidang Perekonomian PBNU berkunjung ke Sidogiri untuk menjajaki kerjasama di bidnag pengembangan ekonomi antara Pondok Pesantren Sidogiri dengan PBNU, dua hari kemudian pada tanggal 29 Maret 2004 rombongan pejabat Bank Indonesia antara lain Aulia Pohan selaku Deputi Gubernur BI, Zainal Abidin Hasni, Mulya E Siregar dan Setiawan Budi Utomo berkunjung ke Sidogiri dengan membawa Dr. Ahmed Ali Abdalla, Pakar Perbankan Syariah dari negeri Sudan (Afrika) (Bakhri, 2004: 68).




III.             Kesimpulan
Ekonomi syariah adalah ekonomi atau perihal yang mengurus dan mengatur kemakmuran berdasarkan agama atau aturan-aturan yang telah disyariatkan oleh Islam, atau pengaturan kemakmuran berdasarkan prinsip ekonomi dalam Islam. Dalam menghadapi krisis ekonomi dan moneter yang menjatuhkan lembaga-lembaga keuangan keuangan yang berbasis pada riba, lembaga-lembaga keuangan yang berbasis syariah terhindar dari krisis. Dampak kerugian yang sangat banyak akibat fluktuasi nilai tukar rupiah.
 Pondok Pesantren Sidogiri merupakan salah satu pesantren tertua di Pasuruan Jawa Timur. Pondok Pesantren Sidogiri didirikan tahun 1718 Sidogiri oleh seorang Sayyid dari Cirebon Jawa Barat bernama Sayyid Sulaiman. Pondok Pesantren ini terletak di sebelah barat Kota Pasuruan, tepatnya di desa Sidogiri Kecamatan Kraton Pasuruan Jawa Timur. Pondok pesantren Sidogiri menerapkan system perekonomian syariah yang sangat berguna bagi santri dan masyarakat umum. Dalam menerapkan system perekonomian syariah pondok pesantren Sidogiri menggunakan tiga system yaitu dengan menggunakan koperasi Pondok Pesantren Sidogiri, Koperasi BMT MMU dan Koperasi UGT. Usaha awal berupa kedai dan warung kelontong di dalam lingkungan pesantren untuk memenuhi kebutuhan para santri. Setelah menggunakan system perekonomian syariah Perekonomian di Pondok Pesantren Sidogiri mengalami perkembangan yang pesat.











DAFTAR RUJUKAN
Rujukan Buku:
Ali, M. 1982. Penelitian Kependidikan Prosedur Dan Strategi. Badung : Angkasa.
Al-Assal, A. M. & Hakim, F.A.A. 1999. Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Syariah. Bandung : CV Pustaka Setia.
Bakhri, Syaiful. 2004. Kebangkitan Ekonomi Syariah Di Pesantren : Belajar dari Pengalaman Sidogiri. Pasuruan : Cipta Pustaka Utama.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Nastangin. 1993. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Nasution dkk. 2007. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Notosusanto, N. 1971. Norma-Norma Dasar Penelitian Sejarah. Jakarta : pustaka Sedjarah ABRI Dephankam.
Razak, Nasaruddin. 1989. Dienul Islam. Bandung : Al-Ma’arif.
Rujukan Internet :
Choir. 2010. Manfaat Mengamalkan Ekonomi Syariah. (Online), http://zonaekis.com/manfaat-mengamalkan-ekonomi-syari’ah/, diakses tanggal 20 November 2013.
Fiqihislam. 2013. SBY : Ekonomi Syariah Kurangi Dampak Negatif Keuangan Global. (Online), http://fiqihislam.com/SBY-ekonomi-syariah-kurangi-dampak-negatif-keuangan-global/, diakses tanggal 17 November 2013.

No comments:

Post a Comment