SISTEM PEREKONOMIAN
SYARIAH DI PESANTREN SIDOGIRI PASURUAN TAHUN 1996-2003
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian
yang dibina oleh Prof. Dr. Hariyono, M.
Pd dan Indah W. P. Utami, S.Pd., S. Hum., M.Pd
Oleh:
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
System
ekonomi Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan
idil yang bersumber dari isi Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki
arti dalam beretika dan bermoral agama bukan menekankan dalam hal materialisme;
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab memiliki arti tidak adanya perilaku
eksploitasi dan pemerasan; Persatuan Indonesia memiliki arti adanya persamaan,
asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi dalam ekonomi;
Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmad Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan memliki arti dalam mengutamakan kehidupan rakyat
tanpa membedakan status; serta Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia
memiliki arti persamaan dalam kemakmuran masyarakat yang utama bukan kemakmuran
individu.
System
ekonomi Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 mengandung nilai
yang sama dengan nilai-niang terdapat dalam system ekonomi Islam yang
berlandaskan pada Al-Quran dan Al-Hadist. Adanya persamaan nilai adalah usaha
untuk untuk mencapai nilai keadilan dalam bidang ekonomi untuk setiap individu
baik dengan menggunakan system ekonomi Indonesia yang berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945 maupun dengan menggunakan system ekonomi Islam. Didalam pesantren
terdapat pemberdayaan ekonomi ummat yang melalui lembaga keuangan mikro syariah
seperti Baitul Maall wa Tamwil (BMT).
BMT ini membawa dampak yang baik ditengah pendapat yang kurang baik
terhadap penilaian pesantren. Dengan program pendidikan diniyah atau pendidikan
yang berorientasi pada penguasaan khazanah ilmu-ilmu Islam tradisional seperti
fiqh, tauhid, akhlak, tafsir, hadits dan ilmu-ilmu lainnya baik yang
dilaksanakan melalui pendidikan secara madrasiyah dikelas ataupun melalui
pelajaran langsung dari seorang kyai kepada santrinya. Pesantren menjadi pusat
pendidikan tradisional bagi kalangan generasi muda terutama di daerah pedesaan.
Pondok Pesantren Sidogiri merupakan salah satu pesantren tertua di Jawa Timur
tepatnya di Pasuruan yang telah berusia
ratusan tahun. Sebagai pesantren tradisional, aktifitas pendidikan yang
dilaksanakan terdiri dari pendidikan klasik dan non klasikal. Pendidikan
klasikal terdiri atas pendidikan ibtidaiyah, tsanawiyah dan Aliyah. Sedangkan
pendidikan non klasikal lebih banyak mengarah kepada aktifitas pendidikan
tambahan dan pelatihan kepada santri agar kelak bisa menjadi seseorang yang
baik-baiknya umat yang mengedepankan akhlakul karimah dalam setiap
aktifitasnya. Oleh karena itu, Pondok Pesantren Sidogiri melatih para santrinya
untuk menangani bidang perekonomian. Sehingga dalam kesempatan ini penulis
memberikan judul mengenai “Sistem Perekonomian Syariah Di Pesantren Sidogiri
Pasuruan Tahun 1996-2003 ”.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
sistem perekonomian syariah?
2. Bagaimana
koperasi pondok pesantren Sidogiri?
3. Bagaimana
penerepan perekonomian syariah di Pesantren Sidogiri?
1.3
Tujuan
Masalah
1. Mengetahui
sistem perekonomian syariah
2. Mengetahui
koperasi pondok pesantren Sidogiri
3. Mengetahui
penerapan sistem perekonomian syariah di Pesantren Sidogiri
1.4
Metode
Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan
untuk memperoleh suatu pengetahuan atau memecahkan masalah yang dihadapi, (Ali,
1982:21). Metode yang dipakai peneliti dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan melalui pendekatan kualitatif dengan
analisis deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode penelititan
sejarah (historical method). Sumber data dibagi menjadi dua yakni sumber data
primer dan sumber data sekunder (Notosusanto, 1971: 21). Dalam mendapatkan data
penulis hanya menggunakan sumber data sekunder.
Sumber sekunder yang digunakan untuk penulisan makalah
ini berupa kajian
pustaka yang diperoleh dari buku sejarah yang sudah diuji kebenarannya dan sumber
berupa artikel. Kemudian hasil dari pengumpulan
sumber yang penulis peroleh di analisis dan di intrepetasi terlebih dahulu
kemudian diuraikan dalam bentuk tulisan
berupa makalah penelitian.
II.
PEMBAHASAN
2.1
SISTEM
PEREKONOMIAN SYARIAH
A.
Definisi
Ekonomi Syariah
Ekonomi Syariah menurut bahasa, ekonomi
Islam terdiri dari dua kata yaitu ekonomi dan Islam. Kata “ekonomi”, berarti
perihal pengurus dan mengatur kemakmuran, dan sebagaianya. (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1995: 524). Dan kata “syariah”, yaitu hokum atau
undang-undang yang ditentukan Allah swt. Untuk hamba-Nya sebagaimana terkandung
dalam Al-Quran dan diterangkan oleh Rasulullah dalam bentuk sunnahnya (Razak,
1989: 59). System ekonomi Syariah atau Islam secara sederhana adalah suatu
system ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber
dari keseluruhan nilai yang berdasarkan Al-Quran, As-Sunnah, Ijma dan qiyas
(Nasution dkk, 2007: 11). Menurut Mannan Ekonomi Islam adalah Ilmu pengetahuan
social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh
nilai-nilai Syariah (Nastangin, 1993: 19). Hal ini dapat dipahami bahwa ekonomi
Islam adalah perihal mengenai ekonomi atau mengurus dan mengatur kemakmuran
dengan berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga dalam perjalanannya
menurut Mannan berpendapat bahwa ekonomi Syariah merupakan Ilmu ekonomi positif
dan normative karena keduanya saling berhubungan dalam membentuk perekonomian
yang baik dalam evaluasinya nanti.
System
ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah
ekonomi rakyat yang mengandung unsur nilai-nilai Islam. System ekonomi Islam
ini berbeda dengan system kapitalisme maupun sosialisme. Perbedaan dari
kapitalisme ini Islam menentang adanya eksploitasi oleh pemilik modal terhadap
buruh yang miskin dan melarang adanya penumpukan kekayaan. Ekonomi menurut
Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus ajaran yang memiliki aplikasi
dalam etika dan moral. System ekonomi syariah merupakan system yang didasari
nilai-nilai keislaman dan diterapkan berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadist yang
bertujuan memberikan kesempatan yang sama kepada individu-individu lainnya
sehingga tercapai kesejahteraan bersama juga sekaligus menjalankan anjuran yang
berdasrkan Islam. Dari pemikiran tersebut saat ini sedang dikembangkan Sistem
Ekonomi Syariah di banyak Negara Islam termasuk di Indonesia.
Sistem
Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigm Islam. Pengembangan Sistem
Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi system ekonomi kapitalis atau system
ekonomi sosialis tetapi ditujukan untuk mencari suatu system ekonomi yang
mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari system
ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke bumi ini untuk mengatur hidup
manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di
akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi.
Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan social yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai
Islam. Dalam Islam, kesejahteraan social dapat dimaksimalkan jika sumber daya
ekonomi juga dimanfaatkan sebagaimana mestinya, sehingga dengan pengaturan
kembali keadaannyha, tidak seorang pun menjadi lebih baik dengan menjadikan
orang lain lebih buruk di dalam kerangka Al-Quran atau Sunnah (Nasution dkk, 2007:
16). Sehingga ekonomi syariah adalah ekonomi atau perihal yang mengurus dan
mengatur kemakmuran berdasarkan agama atau aturan-aturan yang telah
disyariatkan oleh Islam, atau pengaturan kemakmuran berdasarkan prinsip ekonomi
dalam Islam.
B.
Karakteristik
Ekonomi Islam
Ada beberapa hal yang
mendorong perlunya mempelajari karakteristik ekonomi Islam (Nasution dkk, 2007:
17-18):
1. Meluruskan
kekeliruan pandangan yang menilai ekonomi kapitalis (memberikan penghargaan
terhadap prinsip hak milik) dan sosialis (memberikan) penghargaan terhadap
persamaanhak dan keadilan) tidak bertentangan dengan metode ekonomi Islam.
2. Membantu
para ekonom Muslim yang telah berkecimpungan dalam teori ekonomi konvensional
dalam memahami ekonomi Islam.
3. Membantu
para peminat studi fiqih muamalah dalam melakukan studi perbandingan antara
ekonomi Islam dengan ekonomi Konvensional.
Sumber
karakteristik Ekonomi Islam adalah Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas
pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi Islam yaitu
asas akidah, akhlak dan asas hukum.
Ada
beberapa karakteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah
Al-ilmiyah wa al-annaliyah al-islamiyah yang sebagai berikut (Nasution dkk,
2007: 18):
1. Harta
Kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah Atas Harta
Karakteristik
pertama ini teridiri dari dua bagian yaitu :
Pertama,
semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik (kepunyaan Allah).
Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya.
2. Ekonomi
Terikat dengan Akidah, Syariah (Hukum), dan Moral
Hubungan
ekonomi Islam dengan akidah Islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandangan
Islam terhadap alam semesta yang ditundukkan (disediakan) untuk kepentingan
manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syariah tersebut memungkinkan
aktivitas ekonomi dalam Islam menjadi ibadah.
3. Keseimbangan
antara Kerohanian dan Kebendaan
Para
ahli barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap islam, mereka menyatakan bahwa
Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka firi). Selain
itu para ahli menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan
(mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia). Islam tidak
memisahkan antara kehidupan dunia dengan dunia. Setiap aktivitas manusia di
dunia akan berdampak pada kehidupannya kelak di akhirat.
4. Ekonomi
Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan
Umum
Arti
keseimbangan dalam system social Islam adalah, Islam tidak mengakui hak mutlak
dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batas-batasan tertentu, termasuk dalam
bidang hak milik. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan
dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan
orang lain dan masyarakat secara umum.
5. Kebebasan
Individu Dijamin dalam islam
Individu-individu
baik dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik
secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan itu
tidak boleh melanggar aturan aturan yang telah digariskan Allah SWT dalam
Al-Quran maupun Al-HAdis.
6. Negara
Diberi Wewenang Turut CAmpur dalam Perekonomian
Islam
memperkenankan Negara untuk mengatur maslah perekonomian agar kebutuhan
masyarakat baik secara individu maupun social dapat terpenuhi secara
proporsional. Dalam Islam Negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat
masyarakat dari ketiidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang, ataupun dari Negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan
sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.
7. Bimbingan
Konsumsi
Adanya
larangan suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum karena kekayaan.
8. Petunjuk
Investasi
Tentang
kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-ilmiyah wa
al-amaliyah al-islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan islam
untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu :
a. Proyek
yang baik menurut islam
b. Memberikan
rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat
c. Memberantas
kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
d. Memelihara
dan menumbuhkembangkan harta.
e. Melindungi
kepentingan anggota masyarakat.
9. Zakat
Zakat
adalah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidka
terdapat dalam perekonomian lain. System perekonomian di luar Islam tidak
mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta
tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki dan dendam.
10. Larangan
Riba
Islam
menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu
sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Di antara factor yang
menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba).
Ada bebrapa ciri-ciri dalam ekonomi Syariah yang dapat
digunakan sebagai identifikasi (Al-Assal & Hakim, 1999: 32) :
a. Ekonomi
Syariah merupakan bagian dari system Syariah yang menyeluruh.
b. Ekonomi
Syariah merealisasikan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan
umum.
C.
Manfaat
Menggunnakan Ekonomi Syariah
Menggunakan ekonomi syariah jelas mendatangkan manfaat yang besar
bagi umat Islam itu sendiri. Manfaat dalam menggunakan Ekonomi Syariah dibagi
menjadi enam. Pertama, mewujudkan integritas
seorang Muslim yang kaffah, sehingga Islamnya tidak lagi persial. Bila umat
Islam masih bergelut dan mengamalkan ekonomi ribawi, berarti keIslamannya belum
kaffah, sebab ajaran ekonomi syariah diabaikannya. Kedua,
menerapkan dan menggunakan ekonomi syariah melalui bank syariah, asuransi
syari’ah, reksadana syari’ah, pegadaian syari’ah, atau BMT, mendapatkan
keuntungan duniawi dan ukhrawi. Keuntungan duniawi berupa keuntungan bagi
hasil, keuntungan ukhrawi adalah terbebasnya dari unsur riba yang diharamkan.
Selain itu seorang Muslim yang mengamalkan ekonomi syariah, mendapatkan pahala,
karena telah mengamalkan ajaran Islam dan meninggalkan ribawi. Ketiga, praktek ekonominya berdasarkan
syariah Islam bernilai ibadah, karena telah mengamalkan syari’ah Allah Swt. Keempat, mengamalkan ekonomi syariah
melalui lembaga bank syariah, Asuransi atau BMT, berarti mendukung kemajuan
lembaga ekonomi umat Islam sendiri. Kelima,
mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau menjadi
nasabah Asuransi Syari’ah, berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat
Islam itu sendiri, sebab dana yang terkumpul di lembaga keuangan syariah itu
dapat digunakan umat Islam itu sendiri untuk mengembangkan usaha-usaha kaum
muslimin. Keenam, mengamalkan ekonomi
syariah berarti mendukung gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sebab dana yang
terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau proyek
–proyek halal. Bank syariah tidak akan mau membiayai usaha-usaha haram, seperti
pabrik minuman keras, usaha perjudian, usaha narkoba, hotel yang digunakan
untuk kemaksiatan atau tempat hiburan yang bernuansa munkar, seperti diskotik,
dan sebagainya (Choir, 2010).
Penerapan ekonomi syariah ini juga mendapat persetujuan dari
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengatakanan ekonomi syariah bisa
menjadi solusi untuk mengurangi atau mencegah terjadinya krisis keuangan
global. “Ekonomi syariah juga dapat meningkatkan resiliency ekonomi nasional
terhadap dampak negative gejolak keuangan global yang kita rasakan akhir-akhir
ini” (Fiqhislam, 2013). Presiden mengklaim, selama masa pemerintahannya,
berbagai inisiatif pengembangan yang ditempuh pemerintahan beserta regulator,
parlemen, dan berbagai stakeholder telah mendorong perkembangan system ekonomi
syariah secara signifikan. Kemudian dalam asset industry perbankan syariah juga
meningkat hamper 14 kali atau rata-rata 151 persen per tahun. Selain itu
milestone penting sejarah keuangan syariah Indonesia juga telah diwujudkan
(FiqhIslam, 2013).
2.2
KOPERASI
PONDOK PESANTREN SIDOGIRI
Pondok Pesantren Sidogiri merupakan salah satu
pesantren tertua di Pasuruan Jawa Timur. Pondok Pesantren Sidogiri didirikan
tahun 1718 Sidogiri oleh seorang Sayyid dari Cirebon Jawa Barat bernama Sayyid
Sulaiman. Pondok Pesantren ini terletak di sebelah barat Kota Pasuruan,
tepatnya di desa Sidogiri Kecamatan Kraton Pasuruan Jawa Timur. Pondok
Pesantren bukan hanya sebagai lembaga pendidikan keagamaan untuk mencetak
generasi berperilaku Islami, tetapi sekaligus mampu membuktikan diri sebagai
lembaga perekonomian guna menyejahterakan santri serta masyarakat luas. Hal ini
dibuktikan dengan berhasilnya mengembangkan konsep ekonomi syariah. Peran
pondok pesantren tersebut di bidang ekonomi diawali keinginan untuk mandiri
atau tanpa mengharapkan bantuan pihak lain dengan mendirikan koperasi. Koperasi
yang diterapkan oleh Pondok Pesantren Sidogiri terdiri 3 jenis antara lain:
A.
Koperasi
Pondok Pesantren Sidogiri
Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri merupakan lembaga
yang memiliki manfaat yang besar bagi pesantren, santri dan masyarakat. Bagi
pesantren, keberadaan Koperasi Pondok Pesantren sangat menunjang upaya
kemandirian pesantren karena sebagian pendapatan pesantren yang digunakan untuk
operasionalnya merupakan pemasukan dari SHU (Sisa Hasil Usaha) Koperasi Pondok
Pesantren (Bakhri, 2004: 33). Bagi santri dengan adanya koperasi pondok
pesantren ini selain menyediakan kebutuhan sehari-hari juga sebagai tempat
belajar kemandirian, kewirausahaan dan pengabdian. Sedang bagi masyarakat umum,
koperasi pondok pesantren menyediakan kebutuhan sehari-hari dengan harga yang
kompetitif.
Cikal bakal berdirinya Koperasi Pondok Pesantren
Sidogiri dapat dilihat dari tahun 1961. Pada waktu itu, Ketua Umum sekaligus
Penanggung Jawab Pondok Pesantren Sidogiri KA. Sa’doellah Nawawie merintis
berdirinya koperasi sebagai wadah belajar mandiri, wirausaha dan pengabdian
santri. Laboratorium praktiknya barulah berupa kedai dan took kelontong.
Praktik yang diselenggrakan masih sederhana. Pondok pesantren Sidogiri hanya
membuka kedai yang menyediakan nasi dan makanan ringan untuk memenuhi kebutuhan
santri sendiri. Motto koperasi yang sering disampaikan oleh KA. Sa’doellah
Nawawie adalah “dari santri, oleh santri dan untuk santri”. Maksudnya, koperasi
Pondok Pesantren Sidogiri dibentuk modalnya dikumpulkan dari para santri. Modal
tersebut kemudian dikelola melalui usaha perdagangan oleh para santri yang
menjadi pengurus Koperasi Pondok Pesantren. Keuntungan atau laba usaha yang
dilakukan oleh Koperasi pondok pesantren nantinya akan dikembalikan kepada
santri.
Modal awal koperasi dihimpun dari simpanan pokok
anggotanya yaitu para santri. Setiap akhir tahun dihitung hasil usahanya dan
labanya dibagikan kepada para santri yang menjadi anggota. Namun setelah
berjalan selama dua tahun, pengurus Koperasi Pondok Pesantren kesulitan dalam
membagikan labanya (SHU) kepada para santri. Kesulitan itu disebabkan karena
banyaknya santri yang menjadi anggotanya pulang di pertengahan tahun. Akhirnya,
pengurus Koperasi Pondok Pesantren kemudian merubah system pembagian SHU dengan
cara yang lebih bermanfaat baik kepada santri secra perorangna maupun santri
secara keseluruhan. Pada waktu pengurus Koperasi Pondok Pesantren meminta
keikhlasan para santri untuk mengikhlaskan simpanannya untuk disedekahkan
kepada Pondok Pesantren Sodogiri. Dana itu kemudian dijadikan sebagai tambahan
modal koperasi. Sehingga SHU tidak dibagikan kepada anggota tetapi dimasukkan
sebagai salah satu sumber pendapatan Pondok Pesantren Sidogiri. Sistem ini
dianggap lebih cocok dan lebih tepat untuk santri dan pondok pesantren
Sidogiri.
Sekalipun kegiatan usaha Koperasi Pondok Pesantren
Sidogiri sudah dimulai sejak 1961, namun secara resmi baru mengajukan
permohonan Badan Hukum Koperasi pada April 1997 (Bakhri, 2004: 35). Pada 15
Juli 1997 terbitlah Akta Badan Hukum Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri nomor:
441/BH/KWK.13/VII/97. Seiring dengan terbitnya Badan Hukumnya, Koperasi Pondok
Pesantren Sidogiri terus berbenah menata manajemen dan kinerja usahanya dengan
mengikut sertakan pengurus dan manajer pada berbagai kegiatan pelatihan dan
workshop manajemen koperasi (Bakhri, 2004: 36). Adanya ketekunan dan kehematan
pengurus, selisih untung dari membuka kedai kemudian dikembangkan dengan usaha
lain mendirikan toko kelontong yang berjualan sembako dan kebutuhan rumah
tangga. Awalnya yang hanya terbatas bagi lingkungan pesantren, namun kemudian
mendirikan toko buku dan toko bangunan di sejumlah pasar di Pasuruan. Saat ini
jenis usaha yang dijalankan oleh Koperasi Pondok Pesantren sangat beragam
antara lain kantin, toko kelontong (menjual sembako), toko buku, toko alat-alat
rumah tangga, kosmetik, toko bangunan, mini market, wartel, pertanian,
pembuatan sarung dan baju muslim (Bakhri, 2004: 36). Selain itu masih ada usaha
percetakan kitab, buku tulis dan undangan.
Sejak 31 Desember 2003 Koperasi Pondok Pesantren
telah berkembang menjadi 10 unit pelayanan, 3 unit diantaranya dibuka khusus
untuk melayani masyarakat umum (Bakhri, 2004: 37). Dalam beberapa tahun 2003
ini, Koperasi Pondok Pesantren menjalin kerjasama dengan PT Bromo Tirta
Lestari, sebuah perusahaan air kemasan di kawasan Probolinggo, dalam
memproduksi air minum dalam kemasan dengan nama “Santri”. Semula air minum
dalam kemasan yang diproduksi hanya dua ukuran yaitu ukuran gelas 250 ml dan
ukuran botol sedang 600 ml. Kemudian pada pertengahan bulan Januari 2004,
Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri mulai menjual produk baru yang berukuran
botol besar yaitu 1500 ml. setiap bulannya Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri
menjual sekitar 16.000 kardus “Santri” dengan menggunakan jaringan distribusi
dan pemasaran mulai dari Bali, Probolinggo, Pasuruan, Surabaya sampai Madura.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2003,
omzet usaha yang dikelola Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri sudah mencapai
sekitar Rp. 16,5 miliar. Padahal pada laporan keuangan per 31 Desember 1996,
omzetnya baru mencapai Rp. 3,1 miliar. Dengan demikian dalam rentang waktu
selama tujuh tahun, omzet Koperasi Pondok Pesantren tumbuh lebih dari lima kali
lipat.
B.
Koperasi
BMT MMU Sidogiri
Awal dari keprihatinan guru-guru dan pengurus
Madrasah Miftahul Ulum (MMU) Pondok Pesantren Sidogiri dan madrasah-madrasah
ranting MMU Pondok Pesantren Sidogiri atas perilaku masyarakat yang cenderung
kurang memperhatikan kaidah-kaidah Syariah di bidang muamalat. Yaitu adanya
praktik-praktik yang mengarah pada ekonomi ribawi yang dilarang secara tegas
oleh agama (Bakhri, 2004: 38). Kemudian berdirilah Koperasi BMT MMU tepatnya
pada tanggal 12 Rabiul Awal 1418 H atau 17 Juli 1997 M yang berkedudukan di kecamatan
Wonorejo Pasuruan. Modal yang dipakai untuk usaha di dapat dari simpanan
anggota yang berjumlah Rp. 13.500.000 dengan anggota yang berjumlah 348 orang
terdiri atas para asatidz dan pimpinan serta Pengurus MMU Ponpes Sidogiri dan
beberapa orang asatidz, pengurus Pondok Pesantren Sidogiri.
Koperasi BMT MMU telah mendapat legalitas berupa
Badan Hukum Koperasi dengan nomor 608/BH/KWK.13/IX/97 tanggal 4 September 1997
selain itu juga telah memiliki TDP nomor 13252600099, TDUP nomor
133/13.25/UP/IX/98 dan NPWP nomor 1-718-668.5-624 (Bakhri, 2004: 41). Maksud
dan tujuan dari pendirian Koperasi BMT MMU Sidogiri yaitu (1) Koperasi
bermaksud menggalang kerja sama untuk membantu kepentingan ekonomi anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan, (2)
Koperasi ini bertujuan memajukan kesejahteraan anggota dan masyarakat serta
ikut membangun perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat madani
yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta di ridlai Allah SWT (Bakhri,
2004: 42).
Usaha yang
dilakukan Koperasi BMT MMU Sidogiri meliputi : (1) Simpan pinjam pola
Syariah, (2) Industri rumah tangga (home industry) produksi roti, (3) Toko dan
perdagangan umum, (4) Sektor jasa penggilingan padi, (5) Usaha yang mendapat
prioritas adalah usaha BMT (Bakhri, 2004: 42). Dalam hal ini manfaatnya sangat
dirasakan oleh anggota dan masyarakat umum.
Struktur Organisasi dari Koperasi BMT MMU dibagi
menjadi tiga yaitu :
a.
Rapat
Anggota
Sesuai
dengan UU RI no 25/1992 tentang Perkoperasian, bahwa anggota adalah pemilik
sekaligus sebagai pelanggan atau pengguna jasa koperasi. Oleh karenanya Rapat
Anggota merupakan kekuasaan tertinggi dalam lembaga koperasi (Bakhri, 2004:
42). Kemudian keanggotaan diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Koperasi. Keanggotaan koperasi melekat pada diri anggota sendiri dan tidak
dapat dipindahkan kepada orang lain dengan alas an apapun. Setiap anggota harus
tunduk kepada ketentuan dalam AD/ART Koperasi, peraturan khusus dan
keputusan-keputusan rapat anggota.
Pada
garis besarnya, anggota koperasi ada dua macam yaitu anggota biasa dan anggota
luar biasa. Perbedaan yang mencolok dari keduanya adalah anggota luar biasa
tidak berhak untuk memilih atau dipilih menjadi pengurus atau pengawas. Rapat
anggota dalam lembaga koperasi merupakan kekuasaan tertinggi. Rapat Anggota
biasa menetapkan: (a) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, (b)
kebijaksanaan umum di bidang organisasi manajemen dan usaha koperasi, (c)
Pemilihan, pengangkatan atau pemberhentian pengurus dan/atau pengawas, (d)
Penyusunan dan menetapkan RK, RAPB (Rencana Kerja dan Rencana Anggaran
Pendapatan dan belanja), (e) Pengesahan atau penolakan atas pertanggungjawaban
pengurus dan/atau pengawas tentang aktifitas dan usahanya, (f) Pembagian SHU
dan (g) Penggabungan/pembubaran koperasi (Bakhri, 2004: 43-44).
b.
Pengurus
Pengurus
Koperasi diangkat oleh anggota dalam Rapat Anggota yang diselenggarakan untuk
kepentingan pengangkatan pengurus atau dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan
rapat Anggota Tahunan (RAT). Pengurus adalah penerima amanat anggota untuk
menjalankan organisasi dan usaha koperasi dengan berlandasan pada RK-RAPB
(Rencana Kerja-Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja) yang
diputuskan/ditetapkan dalam rapat anggota (Bakhri, 2004: 45).
Jumlah
anggota pengurus sedikitnya 3 (tiga) orang terdiri atas Ketua, Sekretaris,
Bendahara. Sesuai dengan Anggaran Dasar Koperasi, masa jabatan pengurus adalah
3 tahun. Pengurus harus dipilih dari/oleh anggota dan bertanggung jawab kepada
anggota dalam rapat anggota. Pengurus tidak menerima gaji akan tetapi berhak
menerima uang jasa atau uang kehormatan.
c.
Pengawas
Sesuai
dengan UU RI no 25/1992 pasal 21 bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri
dari : (a) Rapat Anggota, (b) Pengurus, (c) Pengawas. Maka keberadaan pengawas
koperasi benar-benar diakui disamping merupakan satu diantara tiga perangkat
organisasi. Pengawasan koperasi dilakukan oleh pengawas yang diangkat dari dan
oleh anggota dalam rapat anggota sekaligus bertanggung jawab kepada anggota.
Sistem
Operasional BMT singkatan dari Baitul Mal wat Tamwil/Balai Usaha Mandiri
Terpadu adalah merupakan system simpan pinjam dengan pola Syariah. System BMT
ini adalah konsep muamalah Syariah, tenaga yang menangani kegiatan BMT ini
telah mendapat pelatihan dari BMI (Bank Muamalat Indonesia) cabang Surabaya dan
PINBUK (Pusat Inskobasi Bisnis Usaha Kecil) Pasuruan dan Jawa Timur. Dalam
muamalah pola syariah tidak menggunakan imbalan bunga, tapi menggunakan imbal
hasil untuk mudharobah dna masyarakah atau imbalan laba untuk murabahan dan
bai’bitsamanil ajil (BBA). Qord hasan biasanya dipakai untuk kegiatan yang
bersifat social (nirlaba).
C.
Koperasi
UGT Sidogiri
Koperasi Usaha Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri mulai
beroperasi pada 5 Robiul Awal 1421 H atau 6 Juni 2000. Secara resmi mendapat
badan hukum koperasi dari KAnwil DInas Koperasi PK dan M Propinsi Jawa Timur
dengan Surat Keputusan Nomor: 09/BH/KWK.13/VII/2000 tertanggal 22 Juli 2000
(Bakhri, 2004: 54). Koperasi UGT ini didirikan oleh beberapa guru dan pimpinan
madrasah filial Madrasah Miftahul Ulum (MMU) Ponpes Sidogiri, alumni Pondok
Pesantren Sidogiri dan para simpatisan yang menyebar di wilayah Jawa Timur yang
berada dalam satuan kegiatan Urusan Guru Tugas (UGT) Pondok Pesantren (Ponpes)
Sidogiri. Dalam jangka panjang Koperasi UGT diharapkan bias dibuka beberapa
unit pelayanan di kabupaten-kabupaten yang banyak ditempati oleh anggota
Koperasi UGT.
Koperasi UGT merupakan Lembaga Keuangan Mikro
Syariah (LKMS) kedua yang berlatar belakang Pondok Pesantren Sidogiri (Bakhri,
2004: 55). Apabila Koperasi BMT MMU khusus beroperasi di kabupaten Pasuruan,
maka Koperasi UGT, sebagaimana izin yang didapatkan, beroperasi di
kabupaten/kota di Jawa Timur. Unit pelayanan lainnya beberapa saat kemudian
pada September 2000 dibuka Unit Pelayanan Koperasi UGT di Kota Jember. Sedang
pada 5 Robiul Awal 1422 atau 28 Mei 2001 dibuka Unit Pelayanan Koperasi yang
ditempatkan di Maesan Bondowoso. Sehingga sampai bulan Agustus 2001 Koperasi
UGT Sidogiri sudah memiliki tiga Unit Pelayanan Koperasi. Berdasarkan laporan
keuangan per 31 Desember 2003, unit pelayanan Koperasi UGT berkembang menjadi 9
unit di kota/kabupaten di Jawa Timur yaitu: Jember, Rambipuji (Jember),
Bondowoso, Surabaya, Bangkalan, Probolinggo, Besuki (Situbondo), Bawean dan
Bantaran (Probolinggo).
Struktur organisasi Koperasi UGT Sidogiri yaitu
(Bakhri, 2004: 60-61):
1. Rapat
Anggota merupakan lembaga tertinggi
dalam koperasi RApat Anggota dapat memutuskan perubahan AD dan RT (Anggaran
DAsar dan Rumah Tangga), menetapkan susunan pengurus, pegawai dan lain-lain.
2. Pengurus
koperasi diangkat dan dipilih oleh anggota melalui mekanisme Rapat Anggota.
Pengurus mengemban amanah dari anggota dan menjalankan program kerja yang telah
ditetapkan oleh dalam Rapat Anggota. Pengurus berhak mengangkat Manajer atau
Direktur untuk menjalankan roda usaha koperasi. Pengangkatannya dituangkan
melalui kontrak kerja dengan batas waktu tertentu.
3. Pengawas
memiliki kedudukan yang sejajar dengan Pengurus yang diangkat dan diberhentikan
oleh anggota dalam Rapat Anggota. Susunan Pengawas terdiri atas Pengawas Bidang
Manajemen, Pengawas Bidang Keuangan dan Pengawas Bidang Syariah.
4. Manajer
diangkat dan diperhentikan oleh Pengurus dengan system kontrak kerja dalam
waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama. Tugas utama manajer adalah
menjalankan usaha koperasi sesuai dengan mekanisme kerja yang telah ditetapkan
oleh Pengurus. Dalam menjalankan tugasnya, Manajer berkoordinasi dengan
kepala-kepala unit dan para karyawan.
5. Kepala
unit diangkat dan diberhentikan oleh Manajer dengan berkonsultasi dengan
Pengurus. Kepala Unit diberi wewenang untuk memimpin usaha pada unit yang telah
ditentukan. Kepala Unit dibantu oleh beberapa orang karyawan.
2.3
PENERAPAN
SISTEM PEREKONOMIAN SYARIAH DI PESANTREN SIDOGIRI
Walaupun Pondok Pesantren Sidogiri merupakan lembaga
pendidikan Islam Tradisional tetapi saat ini juga dikenal kemajuan di bidang
ekonominya khususnya dalam bidang ekonomi syariahnya disamping kemajuan yang
telah dicapai dalam bidang pendidikan. Padahal, Pondok Pesantren Sidogiri yang
berdiri sejak 1745 M dan telah lebih dari 259 tahun berkiprah dalam bidang
pendidikan, sedangkan kegiatan ekonominya hanyalah 5% dari keseluruhan
aktifitas pondok (Bakhri, 2004: 63). Hal
yang membuat prestasi ekonomi syariahnya yang dinilai lebih menonjol karena
pengembangan bidang ekonomi khususnya dalam bidang ekonomi syariah dangat
jarang dilakukan oleh pondok pesantren modern sekalipun. Bisa jadi Pondok
Pesantren Sidogiri merupakan satu-satunya pondok pesantren tradisional yang
fokusnya terhadap sosialisasi dan pengembangan wacana dan praktik ekonomi
syariah. Sehingga tidak mengherankan apabila Direktorat Perbankan Syariah Bank
Indonesia Kantor Pusat Jakarta memilih Pondok sidogiri sebagai tuan rumah
“Pertemuan Ulama dan Tokoh Masyarakat tentang Perekonomian dan Perbankan
Syariah” yang menghadirkan Dr. Ahamad Ali Abdalla dari Sudan (Bakhri, 2004:
64).
Selain itu, seperti yang diungkapkan oleh H. Mahmud
Ali Zain, sebagai Ketua Koperasi Pondok Pesantren dan Pengawas Bidang Manajemen
Koperasi BMT MMU (Bai-tul Mal wa Tamwil Mas-lahah Mursalah lil Ummah) , lebih
dikenalnya kegiatan ekonomi Pondok Pesantren Sidogiri adalah karena orang
cenderung memberikan penilaian dan apresiasi pada sesuatu yang tampak secara
fisik atau material dariapada sesuatu yang sofatnya non-fisik atau
non-material. Kemajuan di bidang ekonomi Pondok Pesantren Sidogiri dapat
dilihat dengan mata mislanya gedung-gedung yang digunakan untuk aktifitas
ekonominya berdiri dengan megah (Bakhri, 2004: 64-65). Sedangkan petran
pesantren dalam pendidikan Islam yang telah meluluskan ribuan orang alumni yang
tersebar di seluruh pelosok negeri yang seakan tak begitu kelihatan wujudnya.
Ada tiga institusi ekonomi di lingkungan Pondok
Pesantren Sidogiri yang mendapat penilaian sangat menonjol yaitu Koperasi
Pondok Pesantren, Koperasi BMT MMU dan Koperasi Usaha Gabungan Terpadu (UGT).
Berdasarkan laporan keadaan keuangan per 31 Desember 2003, modal usaha yang
dikelola oleh ketiganya mencapai Rp. 3.266.237.442,-, omsetnya Rp 72.358.768.086,-
dan SHU-nya mencapai Rp 1.758.731.703,- (Bakhri, 2004: 65). Seiring dengan
perkembangan waktu, lembaga ekonomi yang berlatar belakang Pondok Pesantren
Sidogiri tumbuh dengan pesat. Koperasi BMT MMU telah membuka 9 cabang, yaitu;
Sidogiri, Wonorejo, Kraton, Warungdowo, Rembang, Nongkojajar, Grati
Gondangwetan dan Prigen. Selain itu, juga memiliki 3 unit usaha yang pasti
yaitu penggilingan padi di Jetis, produksi roti di Jeruk dan toko peralatan
rumah tangga di Sidogiri. Sedang Koperasi UGT memiliki 9 cabang yang tersebar
di beberapa kota di Jawa Timur yaitu : kota Surabaya, Bangkalan, kota Jember,
Rambipuji, kota Probolinggo, Besuki, Bawean, Bantaran Probolinggo dan
Bondowoso. Begitupun dengan Koperasi Sidogiri, saat ini telah memiliki 10 unit
yaitu 6 unit berada di lingkungan pondok, 2 unit di Sidogiri, sisanya terletak
di Gembyang dan Rembang (Bakhri, 2004 : 66). Ada perkembangan menarik yang
tidak lazim. Biasanya sebuah BMT mendapatkan bantuan likuiditas dan manajemen
dari Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Di Sidogitri malah sebaliknya
yaitu pada tahun 2001 Koperasi BMT MMU ikut dalam memiliki Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) Untung Surapati Bangil sebagai pemilik modal mayoritas (62%)
(Bakhri, 2004: 67). Sebagai pemilik modal mayoritas, Koperasi BMT MMU mengubah
system operasional BPR Untung Suropati dari konvensional ke syariah. Tepatnya,
pada ggal 11 Agustus 2001, ijin usaha dari Bank Indonesia untuk beroperasi
secara syariah telah diterbitkan maka sejak saat itu, berubah nama menjadi BPR
Syariah Untung Surapati.
Sejak Koperasi BMT MMU mengubh pengelolaan dari
konvensional ke syariah, BPR Syariah Untung Surapati Bangil mengalami
perkembangan yang cukup signifikan. Seiring dengan itu, tingkat kesehatannya
pun terus meningkat. Pada tahun 2002 tingkat kesehatannya 93,13 tahun 2003
meningkat 95,57 padahal ketika masih beroperasi secara konvensional, mengalami
kerugian atau laba minus sehingga manajemennya mengajak Koperasi BMT MMU untuk
menanamkan modal. (Bakhri, 2004: 67). Kemudian cita-cita besar yang hendak
dicapai melalui tiga institusi ekonomi itu, menurut H. Mahmud Ali Zain ialah
untuk memasyarakatkan syariah Islam di segala segi kehidupan baik dibidang
ibadah ataupun di bidang muamalat dan sosial.
Khusus untuk
Koperasi BMT MMU, telah mendapatkan bantuan dana dari PNM dengan skema
Mudharabah dan dari BNI Syariah cabang Malang (Bakhri, 2004: 67). Perkembangan
terbarunya, PNM telah setuju untuk memberikan bantuan dana lagi yang nilainya
lebih besar dari bantuan dana yang pertama. Selain itu, untuk membangun
jaringan ekonomi syariah juga menjalin kerjasama dengan koperasi yang
beroperasi secara syariah seperti dengan Koperasi Muawanah yang anggotanya dari
kalangan nelayan warga Nahdiyyin yang beroperasi di daerah pesisir pantai utara
dan Koperasi PER Malabar yang melayani konsumen di daerah pegunungan.
Kesuksesan yang telah dicapai oleh Koperasi Pondok Pesantren, Koperasi BMT MMU
dan Koperasi UGT merupakan angin segar bagi peningkatan peran pesantren dalam
pemberdayaan ekonomi ummat melalui lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) yang
berbadan hukum koperasi. Kesuksesan itulah yang mendorong beberapa pihak untuk
berkunjung ke Sidogiri.
Setelah Basofi Sudirman yang saat ini aktif sebagai
Ketua Bidang Perekonomian PBNU berkunjung ke Sidogiri untuk menjajaki kerjasama
di bidnag pengembangan ekonomi antara Pondok Pesantren Sidogiri dengan PBNU,
dua hari kemudian pada tanggal 29 Maret 2004 rombongan pejabat Bank Indonesia
antara lain Aulia Pohan selaku Deputi Gubernur BI, Zainal Abidin Hasni, Mulya E
Siregar dan Setiawan Budi Utomo berkunjung ke Sidogiri dengan membawa Dr. Ahmed
Ali Abdalla, Pakar Perbankan Syariah dari negeri Sudan (Afrika) (Bakhri, 2004:
68).
III.
Kesimpulan
Ekonomi syariah adalah ekonomi atau
perihal yang mengurus dan mengatur kemakmuran berdasarkan agama atau
aturan-aturan yang telah disyariatkan oleh Islam, atau pengaturan kemakmuran
berdasarkan prinsip ekonomi dalam Islam. Dalam menghadapi krisis ekonomi dan
moneter yang menjatuhkan lembaga-lembaga keuangan keuangan yang berbasis pada
riba, lembaga-lembaga keuangan yang berbasis syariah terhindar dari krisis.
Dampak kerugian yang sangat banyak akibat fluktuasi nilai tukar rupiah.
Pondok Pesantren Sidogiri merupakan salah satu
pesantren tertua di Pasuruan Jawa Timur. Pondok Pesantren Sidogiri didirikan
tahun 1718 Sidogiri oleh seorang Sayyid dari Cirebon Jawa Barat bernama Sayyid
Sulaiman. Pondok Pesantren ini terletak di sebelah barat Kota Pasuruan,
tepatnya di desa Sidogiri Kecamatan Kraton Pasuruan Jawa Timur. Pondok
pesantren Sidogiri menerapkan system perekonomian syariah yang sangat berguna
bagi santri dan masyarakat umum. Dalam menerapkan system perekonomian syariah
pondok pesantren Sidogiri menggunakan tiga system yaitu dengan menggunakan
koperasi Pondok Pesantren Sidogiri, Koperasi BMT MMU dan Koperasi UGT. Usaha
awal berupa kedai dan warung kelontong di dalam lingkungan pesantren untuk
memenuhi kebutuhan para santri. Setelah menggunakan system perekonomian syariah
Perekonomian di Pondok Pesantren Sidogiri mengalami perkembangan yang pesat.
DAFTAR RUJUKAN
Rujukan Buku:
Ali, M.
1982. Penelitian Kependidikan Prosedur
Dan Strategi. Badung : Angkasa.
Al-Assal,
A. M. & Hakim, F.A.A. 1999. Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Syariah.
Bandung : CV Pustaka Setia.
Bakhri,
Syaiful. 2004. Kebangkitan Ekonomi
Syariah Di Pesantren : Belajar dari Pengalaman Sidogiri. Pasuruan : Cipta
Pustaka Utama.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Nastangin. 1993.
Teori dan Praktek Ekonomi Islam.
Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Nasution dkk.
2007. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Notosusanto,
N. 1971. Norma-Norma Dasar Penelitian
Sejarah. Jakarta : pustaka Sedjarah ABRI Dephankam.
Razak,
Nasaruddin. 1989. Dienul Islam.
Bandung : Al-Ma’arif.
Rujukan
Internet :
Choir. 2010. Manfaat Mengamalkan Ekonomi Syariah.
(Online), http://zonaekis.com/manfaat-mengamalkan-ekonomi-syari’ah/,
diakses tanggal 20 November 2013.
Fiqihislam. 2013. SBY : Ekonomi Syariah Kurangi Dampak Negatif Keuangan Global.
(Online), http://fiqihislam.com/SBY-ekonomi-syariah-kurangi-dampak-negatif-keuangan-global/, diakses tanggal 17 November 2013.
No comments:
Post a Comment