Uang
dibalik Nazi, Hitler dan Perang Dunia II
MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah
Perekonomian
Yang
dibina oleh Bapak Hariono, Prof. Dr. M.Pd dan Ibu Indah W.P. Utami S.Pd, M. Hum
Oleh:
Harwin
Galih A 110731435537
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Jerman,
sebuah negara yang saat ini dikenal dengan kemajuan transportasi dan
teknologinya, pernah mengalami masa-masa terkelam perekonomiannya pasca Perang
Dunia I yang ditandai dengan penandatangan Perjanjian Versailles. Berawal dari
retribusi yang ditetapkan kepada Jerman oleh Perjanjian Versailes sebagai denda
atas kerusakan yang timbul akibat PDI sebesar 132 milyar mark per tahun
(terhitung ekuivalen dengan 1/4 nilai ekspor Jerman). Pendudukan Ruhr oleh
Prancis dan Belgia membuat situasi tambah rumit bagi Jerman, yang hampir
kehabisan nafas dalam melakukan pembayaran. Hal ini dibaca jeli oleh para
bankir Wall Street, yang kemudian pada tahun 1924 diprakarsai J.P. Morgan
membentuk “Komite Perbankan untuk Jerman” dengan program Dawes Plan 1924, semacam
IMF untuk Indonesia, dan berhasil menggelontorkan serangkaian sindikasi
pinjaman sebesar 800 juta dolar Amerika, yang sebagian besar dialirkan ke
industri strategis Jerman yang dikonsolidasikan oleh I.G. Farben dan Vereinigte
Stahlwerke yang merupakan industri pengadaan bahan kimia terutama yang
mendukung material perang yang digunakan Jerman selama PD II (termasuk bahan
peledak dan bom).
Kontribusi
yang disumbangkan sindikasi korporasi Amerika dan Inggris untuk persiapan
Jerman menjelang Perang Dunia II boleh dikatakan fenomenal, bahkan sangat
krusial kepada evolusi kemampuan militer Jerman. Tak cukup disitu, mereka
bahkan terjun langsung memproduksi mesin perang Jerman melalui dua manufaktur
kendaraan lapis baja terbesar, yakni Opel yang sahamnya dimiliki General Motors
(manajemen dikontrol penuh oleh J.P. Morgan), dan Ford A.G. Jerman (anak
perusahaan Ford Motor Company Detroit). Singkatnya, sindikasi para elit
industrialis Amerika yang dipimpin oleh bankir-bankir grup finansial
Morgan-Rockefeller telah memberikan peran yang tak ternilai bagi kebangkitan
Jerman menjadi negara adidaya dibawah rezim Nazi. Beberapa kucuran dana
(diantara dari sekian banyak) yang berasal dari Wall Street. Diketahui mengalir
langsung masuk ke jantung industri strategis Jerman untuk memastikan
metamorfosis Jerman menjelma menjadi negara adidaya:
1.
IG. Farben, supplier terbesar
industri perang Jerman (bahan kimia, plastik, karet sintetis, amunisi, dll.)
mendapat suntikan dana dari Chase Bank, Standard Oil & Ford Motor Co.
2.
Fritz Thyssen & Krupp, produsen baja strategis terbesar Jerman mendapat
suntikan dana dari Union Banking Corp, Ford Motor Co. & General Electric.
3.
OPEL yang merupakan produsen 60% Panzerkampfwagen
(kendaraan tempur lapis baja) merupakan anak perusahaan dari Ford Motor Co.
4.
Hampir seluruh alat komunikasi pada mesin perang Jerman disuplai oleh ITT &
General Electric.
5.
DAPAG (Deutsche-Amerikanische Petrolieum AG) perusahaan minyak terbesar Jerman yang
merupakan industri perang paling strategis, merupakan anak perusahaan Standard
Oil milik Rockefeller.
Dengan fakta-fakta yang ada di atas, meskipun dalam
makalah tidak semua perusahaan Jerman diatas ikut di bahas, penulis tertarik
untuk menunjukkan bahwa ada peran para pemilik saham dan modal Amerika dalam
kebangkitan ekonomi Jerman pasca Perang Dunia I dan sebelum Perang Dunia II
yang dirangkum dalam judul “Uang dibalik Nazi, Hitler dan Perang Dunia II”.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud Dawes Plan dan Young
Plan ?
2.
Apa peran I.G. Farben pada perekonomian
Jerman, berkuasanya Hitler dan Wehrmact
?
3.
Apa Peran Lingkaran Keppler pada Nazi
dan Perkeonomian Jerman ?
1.3
Tujuan
1.
Mendiskripsikan Dawes Plan dan Young
Plan
2.
Menyebutkan Peran I.G. Farben pada
perekonomian Jerman, berkuasanya Hitler dan Wehrmact
3.
Mendeskripsikan Peran Lingkaran Keppler
pada Nazi dan Perkeonomian Jerman
1.4
Metode Penelitian
1.
Pendekatan dan jenis penelitian
Peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif yang didukung dengan data
hasil studi pustaka yang relevan.
2.
Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui Over Air
Protocol, atau lebih dikenal dengan Internet, karena sumber-sumber pustaka yang
didapat semua diambil dari Website penyedia E-Book.
3.
Sumber data
Data hasil studi pustaka yang relevan
4.
Prosedur pengumpulan data
Pengumpulan data penelitian ini menggunakan
metode studi pustaka.
a.
Studi
Pustaka
Studi
kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan
terhadap buku-buku, litertur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan
yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Studi Kepustakaan yaitu
mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur
yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian.
5.
Analisis Data
Setelah melakukan
pengumpulan data peneliti langsung melakukan analisis data dengan menggunakan
beberapa langkah-langkah dalam penelitian :
1.
Reduksi data
2.
Penyajian data
3.
Menarik kesimpulan
4.
Verifikasi
6.
Pengecekan Keabsahan Temuan
Menurut Moleong kriteria keabsahan data
ada empat macam yaitu :
1.
Kepercayaan ( kreadibility )
Kepercayaan
atau kreadibility data adalah langkah-langkah pembuktian data yang sudah
dkumpulkan oleh peneliti baik data primer maupun data sekunder.
2. Kebergantungan
( depandibility)
Kebergantungan salah
satu langkah dalam pengecekan keabsahan temuan yang ada dilapangan yang
digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan teradinya kemungkinan kesalahan
dalam mengumpulkan dan menginterpretasi data sehingga data yang diperoleh dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
3.
Kepastian ( konfermability )
Langkah
ini digunkan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan
cara mengecek data dan informasi serta menginterpretasikan hasil penelitian
yang didukung oleh materi tersebut.
7.
Tahap-tahap penelitian
Dalam penyusunan hasil
penelitian yang baik harus memperhatikan tahap-tahap penelitian. Suatu
penelitian yang baik harus melakukan beberapa tahapan sebagai berikut :
1.
Tahap perencanaan penelitian . memuat :
·
Peneliti harus menentukan judul
·
Peneliti menentukan objek penelitian
·
Peneliti menentukan lokasi-lokasi
penelitian
·
Peneliti menentukan agenda observasi
·
Peneliti mengurus surat izin penelitian
·
Peneliti melakukan konsultasi dengan
dosen pembimbing
·
Peneliti memilih sampel penelitian,
disini peneliti menggunakan sampel random ( acak )
·
Peneliti menyusun insrument penelitian
2.
Tahap pelaksanaan penelitian ( pekerjaan
lapangan )
·
Peneliti mencari bahan-bahan yang
digunakan untuk referensi
·
Peneliti terjun ke lapangan
·
Peneliti mengamati lokasi penelitian
·
Peneliti mendokumentasikan pengamatan
yang ada di lapangan
·
Peneliti melakukan wawancara dengan
objek kajian atau narasumber
3.
Tahap analisis data hasil penelitian
·
Peneliti mengumpulkan semua data-data
hasil penelitian
·
Peneliti melakukan pengecekan keabsahan
temuan
·
Peneliti membuat analisis data hasil
penelitian
4.
Tahap penulisan laporan
·
Peneliti melakukan penyusunan hasil
penelitian
·
Peneliti melakukan konsultasi dengan
dosen pembimbing untuk mendapatkan saran dan perbaikan
·
Peeliti membuat laporan penelitian
BAB
II
Pembahasan
2.1.
Dawes
Plan & Young Plan
A. Dawes Plan 1924
Perang Dunia I telah membawa dampak
yang mengerikan bagi negara-negara yang mengalami kekalahan, tidak terkecuali
Jerman. Pasca perjanjian Versailles, Jerman mengalami kehancuran ekonomi yang
maha dahsyat. Pembayaran pajak perang yang sangat tidak rasional membuat nilai
tukar mata uang Jerman hancur lebur, bahkan pada masa itu harga 1 potong roti
bisa mencapai 1 miliar Mark. Ditambah dengan pendudukan wilayah ruhr oleh
Belgia dan Prancis semakin memperparah keadaan itu.
Melihat hal ini, para bankir di
Amerika tergerak untuk membantu Jerman lepas dari krisis ekonomi yang
melandanya. Pada tahun 1924, sekutu merancang sebuah program untuk pembangunan
Jerman yang diketuai oleh Charles G Dawes. In
1924 the Allies appointed a committee of bankers (headed by American banker
Charles G. Dawes) to develop a program of reparations payments (Sutton,
2000 : ...). Hasil dari pertemuan para bankir ini adalah, Dawes Plan yang
dimulai tahun 1924 yang bertujuan untuk membantu Jerman dengan mengucurkan dana
sebesar 800 Juta Dolar Amerika untuk pembangunan negaranya dan membayar tagihan
perang yang dibayarkan secara berkala pada Prancis. Sebenarnya tujuan dari
Dawes Plan ini bukanlah untuk membantu Jerman, melainkan untuk mengeruk
keuntungan sendiri. Meskipun pada dasarnya tidak disponsori oleh pemerintah,
namun pada akhirnya terkuak bahwa rencana ini memang sengaja dirancang untuk
mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari negara-negara yang mengalami
kehancuran akibat perang.
Orang-orang Amerika dibalik Dawes
Plan ini diantaranya adalah Charles G Dawes, seorang bankir terkemuka di
Amerika pada saat itu dan Owen Young, yang mewakili J.P.Morgan, Presiden dari
General Electric Amerika. Sementara orang-orang Jerman yang ikut berandil dalam
Dawes Plan ini diantaranya adalah Hjalmar Schacht, Presiden dari Reichsbank,
dan A.Voegler, seorang pengusaha besi baja dengan perusahaannya Stahlwerke
Vereinigte (Sutton, 2000 : ......). Bisa dikatakan Dawes Plan inilah awal mula
keajaiban ekonomi yang diciptakan Hitler pada masa Reich Ketiga nya, dikemudian
hari Dawes Plan ini dilanjutkan dengan kebijakan Young Plan pada tahun 1928
yang menurut Hjalmar Schacht adalah salah satu penyebab mengapa Hitler bisa
berkuasa pada tahun 1933.
Dalam Dawes Plan ini, gabungan
pengusaha yang bergerak di bidang industri kimia menggabungkan 6 perusahaan
besar mereka diantaranya Badische Anilin, Bayer, Agfa, Hoechst, Weiler-ter-Meer,
dan Griesheim-Elektron,
untuk membentuk sebuah korporasi baru yang bernama Inter-nationale Gesellschaft Farbenindustrie
A.G.atau biasa disingkat I.G. Farben, memperoleh banyak kucuran dana dari para
penanam modal asing yang turut serta dalam Dawes Plan. Dari sanalah kemudian
I.G. Farben memainkan peran kunci sebagai produsen dan supplier militer Jerman
pada Perang Dunia II.
B. Young Plan 1928
Pasca Dawes Plan yang bertahan
selama 4 tahun, para bankir-bankir Amerika ini merasa memerlukan kebijakan lain
untuk semakin membawa Jerman ke dalam lingkaran Wall Street. Maka pada 1928
diberlakukanlah Young Plan sebagai suksesor dari Dawes Plan. Seperti namanya,
kebijakan ini diprakarsai oleh Owen Young yang merupakan salah satu anak buah
J.P.Morgan. Kebijakan inilah yang memuluskan jalan Hitler untuk berkuasa pada
1933 nantinya.
Perbedaan dari 2 kebijakan ini
terletak pada sistem pembayarannya, dimana Dawes Plan menggunakan pembayaran
berupa barang yang diproduksi Jerman melalui pinjaman modal asing, sementara
Young Plan mewajibkan Jerman membayarnya dalam bentuk uang dan hutang finansial
yang digunakan untuk mengganggu seluruh sistem ekonomi reich (Sutton, 2000 :
.....). rencana sebenarnya dari Young
Plan ini adalah untuk menghancurkan perekonomian Jerman dengan cara menyuplai
dana bagi perusahaan-perusahaan mereka atau menanamkan modal ke dalam
perusahaan-perusahaan Jerman. Perlu diketahui juga bahwa Franklin Delano
Roosevelt adalah salah satu “teman baik” dari para bankir wall street ini jadi
tidak mengherankan jika kebijakan ini pada dasarnya disponsori pemerintah
Amerika untuk mengeruk keuntungan dari hyper inflasi yang terjadi di Jerman.
Kerja sama ini dikemudian hari
membawa dunia perbankan kepada era baru, kerja sama bank internasional antara
reichsbank yang saat itu dipimpin Hjalmar schacht dan the New York Federal
Reserve System, yang saat itu dipimpin J.P.Morgan membuahkan sebuah ide untuk
membuat sebuah bank penyimpanan internasional, yang kemudian dikenal dengan
nama Bank for International Settlements atau disingkat B.I.S, berkedudukan di
Basel, Swiss. Bank ini tetap bekerja pada masa Perang Dunia II, tentunya yang
bekerja sama adalah para bankir-bankir yang tidak sedang terlibat dalam perang.
Tabel berikut ini menunjukkan
bagaimana kebijakan-kebijakan para bankir wall street itu sangat berpengaruh
besar terhadap ekonomi Jerman.
Tabel A
Nama
Perusahaan (Jerman)
|
Perusahaan
penanam Modal (Wall Street, USA)
|
Jumlah Total saham
|
Allgemeine
Elektrizitats- Gesellschaft (A.E.G.) (German General Electric)
|
National
City
Co.
|
$35,000,000
|
Vereinigte
Stahlwerke
(United
Steelworks)
|
Dillon,
Read &
Co.
|
$70,225,000
|
American
I.G. Chemical (I.G. Farben)
|
National
City
Co.
|
$30,000,000
|
(Sutton, 2000 : ........)
Tabel di atas menjelaskan bahwa ada 3 sindikat besar yang
memiliki saham cukup banyak dalam perusahaan-perusahaan besar yang ada di
Jerman, 3 perusahaan Jerman inilah yang nantinya menjadi tulang punggung utama
pemasok dan produsen peralatan perang Jerman, selain Rhein Metal Industries,
Volkswagen, BMW, OPEL dan Messerchmift yang memproduksi kendaraan-kendaraan
berat maupun ringan (truk, tank, sepeda motor dll) dan pesawat terbang. Dari
kesemuanya itu hanya sebagian kecil yang ada, masih ada perusahaan lain di
Jerman yang juga melakukan hal yang sama namun didanai oleh sindikat wall
street yang berbeda.
Tabel B
Perusahaan Penanam Modal (wall
street, USA)
|
Modal yang ditanamkan di
perusahaan Jerman (dalam US Dolar)
|
Keuntungan (dalam US Dolar)
|
Total
(dalam persen)
|
Dillon,
Read & Co.
|
241,325,000
|
2.7 Juta
|
29.2
|
Harris,
Forbes & Co.
|
186,500,000
|
1.4 Juta
|
22.6
|
National
City Co.
|
173,000,000
|
5.0 Juta
|
20.9
|
Speyer
& Co.
|
59,500,000
|
0.6 Juta
|
7.2
|
Lee,
Higginson &
Co.
|
53,000,000
|
Tidak ada data
|
6.4
|
Guaranty
Co. of
N.Y.
|
41,575,000
|
0.2 Juta
|
5.0
|
Kuhn,
Loeb & Co.
|
37,500,000
|
0.2 Juta
|
4.5
|
Equitable
Trust Co.
|
34,000,000
|
0.3 Juta
|
4.1
|
Total
|
826,400,000
|
10.4 Juta
|
99.9
|
(Kuczynski, 1932 : 127)
Tabel B menunjukkan data yang lebih mengejutkan lagi, sebanyak
826,4 juta US dolar yang ditanamkan pada industri-industri Jerman kebanyakan
berasal dari para “Apex”, istilah yang disebut Antony C Sutton dalam bukunya,
yakni those firms controlled through the
handful of financial houses, the Federal Reserve Bank system, the Bank for
International Settlements, and their continuing international cooperative arrangements
and cartels which attempt to control the course of world politics and economics.
Secara tidak langsung pada masa itu telah ada konsep Economic Hit Man yang baru muncul setelah John Perkins membuka
suara melalui bukunya The Confession of
an Economic Hit Man. Dimana para pemodal besar Amerika berusaha untuk
mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari negara-negara yang sedang berkembang
(pada masa itu Jerman sedang carut marut sehingga bisa digolongkan negara besar
yang sedang berusaha menemukan kembali kebesarannya), selain berusaha
mengontrol jalannya pemerintahan mereka melalui “tangan tangan tidak terlihat”.
Setelah ini, Amerika juga ikut andil dalam membentuk dan mendanai partai Nazi
dan Adolf Hitler nya, membiarkan perang terjadi demi keuntungan para pemilik
modal. Diagram berikut menggambarkan bagaimana Arus “pinjaman” Amerika kembali
lagi ke Amerika.
2.2.
I.G.
Farben
2.2.1. Sejarah Singkat I.G. Farben
I.G. Farben adalah sebuah
perusahaan hasil gabungan pengusaha-pengusaha di bidang industri kimia
terkemuka pada zamannya, namanya tercatat sebagai salah satu produsen dan
supplier peralatan perang Wehrmact
Jerman semasa Perang Dunia II, meskipun sejauh apa keterlibatan perusahaan ini
dalam pemerintahan Reich ketiga masih belum diketahui secara pasti akibat
dimusnahkannya semua berkas-berkas penting Jerman sebagai antisipasi ketika
pasukan sekutu dan tentara merah menyeberangi sungai Rhine dan mulai memasuki
kota Berlin dan memperoleh kemenangannya namun sudah jelas bahwa perusahaan ini
adalah perusahaan yang membuat Adolf Hitler dan Perang Dunia II mungkin
terjadi. Bahkan perkataan Senator Amerika Homer T Bone yang dikutip oleh Antony
C Sutton dalam bukunya Wall street and
The rise of Hitler menyatakan pada senat Amerika tahun 1943 “Farben was Hitler and Hitler was Farben”
, merepresentasikan bagaimana pentingnya I.G. Farben dalam keberlangsungan
Jerman di Perang Dunia II.
Bermula pada tahun 1925 ketika
inflasi besar-besaran melanda Jerman dan mulai masuknya bantuan-bantuan dari
Amerika melalui Dawes Plan, I.G. Farben dibentuk dengan menggabungkan 6
perusahaan besar Jerman yang bergerak di industri kimia, Badische
Anilin, Bayer, Agfa, Hoechst, Weiler-ter-Meer, dan Griesheim-Elektron, untuk
membuat 1 perusahaan raksasa yang kemudian diberi nama Inter-nationale
Gesellschaft Farbenindustrie A.G.atau biasa disingkat I.G. Farben. Dengan
dukungan Herman Schmitzz yang diback up secara finansial oleh Wall street,
dalam 14 tahun terhitung sejak 1925 I.G. Farben menjadi sebuah raksasa industri
kimia, bukan hanya di Jerman namun juga di Amerika. Tanpa I.G. Farben yang
memasok sebagian besar peralatan tempur ringan dan kebutuhan logistik prajurit
dan mesin-mesin Jerman kemungkinan besar Perang Dunia II tidak akan pernah
terwujud (Sutton, 2000 : ....).
Pada 1928, I.G. Farben melebarkan
sayap industrinya dengan membentuk I.G. Chemic (Inter-nationale Gesellschaft
fur Chemisehe Unternehmungen A. G) bermarkas di Swiss namun tetap dibawah
pengawasan I.G. Farben Jerman, hal ini didasarkan atas permintaan para pemegang
saham Amerika yang ada di dalamnya. Setahun kemudian, perusahaan yang ada di
Swiss ini berganti nama menjadi American I. G. Chemical Corporation yang
kemudian diganti lagi menjadi General Aniline & Film (Sutton, 2000 : ....).
Herman Schmitzz ditunjuk untuk menjadi direktur utama kedua perusahaan ini,
yang kemudian menjadi aktor utama pembuatan gas-gas di kamp konsentrasi Nazi.
Herman sendiri adalah salah satu pendukung awal Hitler sebelum naik menjadi
kanselir Jerman dan berkuasa pada 1933. Gambar dibawah ini menunjukkan
bagaimana hubungan I.G. Farben dengan Komponen-komponen penting wall street dan
berbagai korporasi di Amerika, baik melalui America I.G. maupun melalui
I.G.Farben sendiri.
2.2.2.
I.G. Farben, Nazi dan Wehrmacht
Seperti yang telah dijabarakan bahwa I.G. Farben adalah
salah satu alasan mengapa Jerman begitu digdaya pada awal-awal Perang Dunia II.
Keterlibatannya dalam pemerintahan Third
Reich tidak dapat dipungkiri lagi, mengingat Herman Schmittz sebagai salah
satu pencetusnya adalah pendukung Adolf Hitler. Keberadaannya sebagai salah
satu perusahaan besar di bidang industri kimia juga tidak luput dari mata
seorang Hitler, I.G. Farben menjadi produsen dan pemasok terbesar angkatan
bersenjata Jerman untuk beberapa kebutuhan tertentu, terutama pasokan bahan
kimia bagi para prajurit (Infantri). Chart berikut akan menunjukkan betapa
besar peranan I.G. Farben bagi Wehrmact
(Angkatan bersenjata) Jerman.
(Sutton, 2000 :
.......)
Chart diatas menjelaskan bagaimana pentingnya I.G. Farben
bagi Wehrmact Jerman pada Perang
Dunia II, bahkan perusahaan ini adalah satu-satunya pemasok Gas beracun jenis
Zyklon B (Sutton, 2000 : ....) yang digunakan di kamp-kamp konsentrasi Jerman
seperti di Auschwitz. Perusahaan ini bisa berkembang begitu besar karena
memiliki pertambangan sendiri, seperti batu bara, minyak mentah, besi dan baja.
Selain itu I.G. Farben juga memiliki pembangkit listrik sendiri, yang terpisah
dari kepemilikan pemerintahan Jerman, memiliki Bank, dan berbagai hal lain sehingga
bisa dikatakan I.G. Farben adalah sebuah negara dalam negara.
Produk-produknya tidak hanya dipasarkan di Jerman maupun
negara-negara Eropa, melainkan juga sampai ke Amerika melalui kerja sama dengan
Standard Oil, DuPont, Alcoa, Dow Chemicals dan berbagai perusahaan lain yang
ada di Amerika dan yang pasti salah satunya adalah melalui American I.G.
Farben. Secara tidak langsung Amerika ikut andil dalam pengembangan industri
I.G. Farben, melalui sokongan dana pada awal-awal terbentuknya. Namun tanpa
menyadarinya, ada tujuan lain dibalik semua kerja sama I.G. Farben dengan
perusahaan-perusahaan Amerika ini. Mereka ingin menyebarluaskan paham-paham
Nazi ke dalam struktur masyarakat Amerika, tujuan lainnya adalah menjalankan
spionase, hal ini berkaitan erat dengan keinginan Nazi untuk memperluas wilayah
Jerman. Hal ini mungkin terjadi karena setiap perjanjian yang dilakukan I.G.
Farben mewajibkan setiap pihak kedua untuk membeli/menghentikan pembuatan
produk yang sama yang telah dibuat oleh Farben Industries. Sebagai contoh
adalah Standard Oil of New Jersey menghentikan pembuatan Karet sintetis (Synthetic Rubber) berkat tekanan I.G.
Farben, hasil dari perjanjian ini adalah karet-karet sintetis yang sangat
diperlukan dalam perlengkapan militer harus dibeli dari I.G. Farben, dengan
kata lain ikut memperkuat ekonomi Jerman Nazi.
Di akhir Perang Dunia II, ketika Jerman menyerah pada
sekutu ada satu fakta unik yang jarang sekali di ekspose. Bahwa pabrik-pabrik
I.G. Farben yang ada di Jerman lolos dari pemboman pesawat-pesawat sekutu,
belum diketahui secara pasti mengapa itu bisa terjadi entah karena memang ada
teknologi yang sengaja digunakan untuk menghindari dampak dari pemboman atau
memang ada sebuah konspirasi agar pabrik-pabrik ini tidak dijadikan salah satu
sasaran untuk di bom mengingat daerah lain di sekitarnya hancur lebur dan rata
dengan tanah. Selain itu menurut investigasi yang dilakukan pada beberapa
petinggi I.G. Farben, diketahui bahwa perusahaan ini memang mengetahui politik
ekspansi luar negeri Jerman dan kamp-kamp konsentrasinya. Mereka juga
mengetahui bahwa gas-gas beracun mereka digunakan sebagai alat pembunuh massal
pada kamp-kamp konsentrasi Yahudi namun mereka tidak berhenti untuk
memproduksinya. Selain sebagai pelaku dapat ditelaah juga bahwa Farben juga
sebagai inisiator politik luar negeri Nazi mengingat Herman Schmittz adalah
salah satu otak dibalik The Jews and The
Final Solution.
2.3.
Lingkaran
Keppler (The Keppler Circle)
Adolf Hitler, Herman Goering (Reichmarschall Luftwaffe/Angkatan Udara Jerman), dan Heinrich Himmler (Reichfuhrer der SS/Waffen SS) adalah 3 kepala naga utama dalam pemerintahan Reich
ketiga Jerman. Ketiganya adalah pimpinan di kesatuannya masing-masing, Goering
di AU, Himmler di SS yang meskipun bagian dari angkatan darat Jerman namun
memiliki fungsi yang berbeda dari angkatan darat pada umumnya, sementara Hitler
adalah pimpinan tertinggi mereka, Commander
Of The Army, kanselir sekaligus presiden Reich ketiga. Seperti yang sudah
dijabarkan di bab sebelumnya bahwa kekuatan ekonomi Nazi terletak pada dukungan
finansial para penguasa ekonomi yang ada di Jerman saat itu. Para pengusaha
pendukung Nazi Jerman ini dikenal dengan sebutan The keppler circle atau bisa juga disebut The Circle of friends/The Himmler friends (Sutton, 2000 : ....).
Lingkaran ini bermula ketika Wilhelm Keppler, Salah satu pengusaha tersukses
Jerman saat itu, menjadi pendukung Hitler dan berbicara dengannya sekitar tahun
1931. Hitler memintanya untuk mengajak para pebisnis lain untuk mendukung Nazi,
meskipun tidak secara legal menjadi anggota partainya, agar Nazi mendapatkan
ketenangan dalam pemerintahan karena ada jaminan keuangan dari para pebisnis
handal di Jerman.
Keppler adalah seorang
pebisnis-politik yang handal, ia tahu bahwa jika ia melawan Hitler akibatnya
adalah eliminasi oleh pasukan SS maka dari itu ia lebih memilih mendukung
Hitler dan partai Nazi nya dan tetap mendapat keuntungan finansial dari
dukungan itu, terutama di sini adalah jaminan bahwa usaha Keppler akan aman
dari razia. Pada 1933 ketika Hitler berkuasa, Keppler ditunjuk menjadi ahli
finansial Reich ketiga. Namun ini tidak bertahan lama, setahun sebelum Perang
Dunia II meletus Keppler dikirim ke Austria untuk menjadi Komisioner Reich
(semacam duta besar), posisinya digantikan oleh orang yang lebih berpengalaman
yakni Hjalmar Schacht.
Setelah Hitler berkuasa, para
pengusaha yang tergabung dalam The
Keppler Circle ini lebih sering bertemu dan berdiskusi dengan tangan kanan
Hitler, Heinrich Luopold Himmler, dikarenakan sang fuhrer sendiri lebih banyak
menghabiskan waktu dengan urusan luar negeri dan militer. Pasca 1933, lingkaran
ini bisa dibilang berganti nama, Antony C Sutton menyebutnya The Circle of friends/The Himmler friends.
Hal ini dikarenakan lebih seringnya mereka bertemu dengan Himmler daripada
Hitler sendiri, selain itu kelompok ini mendapat jaminan dan perlindungan
langsung dari pasukan SS yang dikomandoi Himmler.
Tabel A, Anggota asli The Circle of friends/The Himmler friends
Nama
|
Kedudukan
|
Afiliasi dengan Wallstreet
|
Tahun Bergabung
|
Wilhelm Keppler
|
Chairman I.G. Farben dan cabang
dari BRABAG (Braunkohle-Benzin A.G)
|
Ya
|
1932
|
Fritz Kranefuss
|
Anggota dewan dari BRABAG
|
Ya
|
1932
|
Emil Heinrich Meyer
|
Dewan dari Jerman I.T.T
(International Telephone & Telegraph)
|
Ya
|
1932
|
Emil Helffrich
|
Chairman dari DAPAG (cabang dari
Standard Oil Of New Jersey)
|
Ya
|
1932
|
Friedrich Flick
|
Direksi dari A.E.G
|
Ya
|
1932
|
Kurt Von Schroeder
|
Direksi dari I.G. Farben dan
I.T.T
|
Ya
|
1932
|
Heinrich Buetefisch
|
Direksi dari I.G. Farben
|
Ya
|
1932
|
Dr. Karl Rasche
|
Direksi dari I.G. Farben
|
Ya
|
1932
|
Karl Lindemann
|
Direksi dari Standard Oil of New
Jersey
|
Ya
|
1932
|
Heinrich Schmidt
|
Direksi dari I.G. Farben
|
Ya
|
1932
|
Kellmut Roehnert
|
Direksi dari A.E.G
|
Ya
|
1932
|
Kurt Schmidt
|
Direksi dari A.E.G
|
Ya
|
1932
|
Dr. Emil Meyer
|
Direksi dari I.T.T
|
Ya
|
1932
|
Karl Vincentz Kroggman
|
Walikota Hamburg
|
Tidak
|
1932
|
Hermann Schmitz
|
Direksi dari I.G. Farben
|
Ya
|
1932
|
Otto Scheinbrick
|
Wakil Presiden dari Vereinigte Stahlwerke
|
Ya
|
1932
|
Hjalmar Schacht
|
Presiden Reichsbank
|
Ya
|
1932
|
Friedrich Reinhardt
|
Chairman Commerzbank
|
Ya
|
1932
|
Tabel diatas menjelaskan bagaimana hampir semua Anggota
awal The Circle of friends/The Himmler
friends mempunyai afiliasi dengan para pengusaha-pengusaha yang ada di Wall
street, Amerika. Ini menjelaskan bagaimana kuatnya Finansial Reich ketiga
Jerman, didukung pengusaha-pengusaha kaya maupun direksi dari
perusahaan-perusahaan besar menjamin keberlangsungan finansial Reich ketiga.
Hal ini semakin memuluskan jalan Hitler untuk merobek-robek isi perjanjian
Versailles yang sangat memberatkan Jerman, dan mengembangkan militer Jerman
hingga mencapai puncaknya pada 1941, sebelum dilumat di Front Timur oleh
pasukan merah, dilemahkan di selatan dengan tumbangnya Mussolini membuat
pasukan Jerman tersebar yang menyebabkan Front Barat dibuka dengan operasi
Overlord yang didaratkan di pantai-pantai Normandia, Prancis dan berujung pada
kekalahan terakhir di Berlin yang membuat sekutu berhasil merebut Reichstag dan
membuat Jerman bertekuk lutut untuk kedua kalinya.
Bab III
Kesimpulan
3.1
Kesimpulan
Menarik menyimak bagaimana Wall Street “mendanai” Hitler
dan Reich ketiganya dan Amerika dengan sengaja membiarkan Militer Jerman
berkembang sedemikian dahsyat meskipun pada 1936 duta besar Amerika untuk
Jerman, William Dodd, sudah memperingatkan Franklin Delano Roosevelt sebagai
Presiden Amerika saat itu yang menyatakan kekhawatirannya mengenai bantuan-bantuan
industrialis Amerika kepada Nazi. Isi suratnya kurang lebih seperti ini :
“Much
as I believe in peace as our best policy, I cannot avoid the fears which
Wilson
emphasized more than once in conversations with me, August 15, 1915
and
later: the breakdown of democracy in all Europe will be a disaster to the
people.
But what can you do? At the present moment more than a hundred
American
corporations have subsidiaries here or cooperative understandings. The DuPonts
have three allies in Germany that are aiding in the armament
business.
Their chief ally is the I. G. Farben Company, a part of the
Government
which gives 200,000 marks a year to one propaganda
organization
operating on American opinion. Standard Oil Company (New
York
sub-company) sent $2,000,000 here in December 1933 and has made
$500,000
a year helping Germans make Ersatz gas for war purposes; but
Standard
Oil cannot take any of its earnings out of the country except in goods.
They
do little of this, report their earnings at home, but do not explain the facts.
The
International Harvester Company president told me their business here
rose
33% a year (arms manufacture, I believe), but they could take nothing out.
Even
our airplanes people have secret arrangement with Krupps. General
Motor
Company and Ford do enormous businesses/sic] here through their
subsidiaries
and take no profits out. I mention these facts because they
complicate
things and add to war dangers” (Nixon, 1969 : 456)
Hal ini sepertinya kurang menarik perhatian atau
sengaja dibiarkan oleh Franklin Delano Roosevelt (Mengingat dia adalah salah
satu Chairman di Wall Street), yang pada akhirnya benar-benar membawa
dunia dalam Perang Dunia II. Sepertinya Roosevelt menganggap bahwa keuntungan
Amerika adalah hal yang terpenting mengingat besarnya utang-utang Jerman pada
saat itu. Disisi lain, ketika Presiden Amerika berganti ke Dwight D.
Eisnehower, penundaan pendaratan pasukan di Normandy hingga 3 tahun, dari
rencana awal tahun 1941 ketika mengetahui Pasukan ke 6 Jerman terkepung di
Stalingrad, adalah salah satu cara untuk memperoleh dana perang dari para
industrialis dengan tetap membiarkan mereka bekerja sama dengan para
industrialis Jerman yang ada maupun tidak terkait langsung dengan Nazi. Dari
segi politik, Penyerbuan Jerman ke Danzig pada 1 September 1939 yang dianggap
pemicu perang sebenarnya bukanlah demikian. Keinginan awal Jerman adalah
Menukar Danzig dengan sebuah wilayah perindustrian di Cekoslovakia, namun
keinginan ini ditolak mentah-mentah oleh Inggris,sebagai protektor Polandia
saat itu,yang bersikeras apabila Jerman menganeksasi wilayah Polandia maka
Inggris akan siap berperang dengan Jerman. Hal ini yang menyebabkan Polandia
Gundah gulana, mereka sadar kekuatan militer mereka sendiri tidak akan mampu
menandingi kekuatan militer Jerman, hingga akhirnya mereka menerima keputusan
Inggris dan memilih mempertahankan Danzig. Tujuan Inggris sebenarnya adalah
membuat Jerman menyerang sehingga mereka akan disebut Aggresor, menghimpun
kekuatan dengan Prancis dan sekutu-sekutunya, memukul balik Jerman, memenangkan
perang dan memperoleh hasil “pajak” dari Jerman. Pada akhir perang Inggris
memang menang, namun menderita kerugian materiil yang tidak sedikit akibat
dibombardirnya kota London pada Battle Of Britain.
Sutton, Antony C. 2000. Wall Street and The Rise of Hitler. New
York : Studies in Reformed Theology.
Nixon, Edgar B. 1969. Franklin D. Roosevelt and Foreign Affairs,
Volume III:
September 1935-January
1937. Cambridge: Belknap Press.
Kuczynski,Robert R. 1932. Bankers
Profits from German Loans. Washington, D.C.: Brookings Institution.
No comments:
Post a Comment