Songs

Sunday, December 8, 2013

Harwin

Uang dibalik Nazi, Hitler dan Perang Dunia II

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian
Yang dibina oleh Bapak Hariono, Prof. Dr. M.Pd dan Ibu Indah W.P. Utami S.Pd, M. Hum
Oleh:

Harwin Galih A                      110731435537


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Jerman, sebuah negara yang saat ini dikenal dengan kemajuan transportasi dan teknologinya, pernah mengalami masa-masa terkelam perekonomiannya pasca Perang Dunia I yang ditandai dengan penandatangan Perjanjian Versailles. Berawal dari retribusi yang ditetapkan kepada Jerman oleh Perjanjian Versailes sebagai denda atas kerusakan yang timbul akibat PDI sebesar 132 milyar mark per tahun (terhitung ekuivalen dengan 1/4 nilai ekspor Jerman). Pendudukan Ruhr oleh Prancis dan Belgia membuat situasi tambah rumit bagi Jerman, yang hampir kehabisan nafas dalam melakukan pembayaran. Hal ini dibaca jeli oleh para bankir Wall Street, yang kemudian pada tahun 1924 diprakarsai J.P. Morgan membentuk “Komite Perbankan untuk Jerman” dengan program Dawes Plan 1924, semacam IMF untuk Indonesia, dan berhasil menggelontorkan serangkaian sindikasi pinjaman sebesar 800 juta dolar Amerika, yang sebagian besar dialirkan ke industri strategis Jerman yang dikonsolidasikan oleh I.G. Farben dan Vereinigte Stahlwerke yang merupakan industri pengadaan bahan kimia terutama yang mendukung material perang yang digunakan Jerman selama PD II (termasuk bahan peledak dan bom).
Kontribusi yang disumbangkan sindikasi korporasi Amerika dan Inggris untuk persiapan Jerman menjelang Perang Dunia II boleh dikatakan fenomenal, bahkan sangat krusial kepada evolusi kemampuan militer Jerman. Tak cukup disitu, mereka bahkan terjun langsung memproduksi mesin perang Jerman melalui dua manufaktur kendaraan lapis baja terbesar, yakni Opel yang sahamnya dimiliki General Motors (manajemen dikontrol penuh oleh J.P. Morgan), dan Ford A.G. Jerman (anak perusahaan Ford Motor Company Detroit). Singkatnya, sindikasi para elit industrialis Amerika yang dipimpin oleh bankir-bankir grup finansial Morgan-Rockefeller telah memberikan peran yang tak ternilai bagi kebangkitan Jerman menjadi negara adidaya dibawah rezim Nazi. Beberapa kucuran dana (diantara dari sekian banyak) yang berasal dari Wall Street. Diketahui mengalir langsung masuk ke jantung industri strategis Jerman untuk memastikan metamorfosis Jerman menjelma menjadi negara adidaya:
1. IG. Farben, supplier terbesar industri perang Jerman (bahan kimia, plastik, karet sintetis, amunisi, dll.) mendapat suntikan dana dari Chase Bank, Standard Oil & Ford Motor Co.
2. Fritz Thyssen & Krupp, produsen baja strategis terbesar Jerman mendapat suntikan dana dari Union Banking Corp, Ford Motor Co. & General Electric.
3. OPEL yang merupakan produsen 60% Panzerkampfwagen (kendaraan tempur lapis baja) merupakan anak perusahaan dari Ford Motor Co.
4. Hampir seluruh alat komunikasi pada mesin perang Jerman disuplai oleh ITT & General Electric.
5. DAPAG (Deutsche-Amerikanische Petrolieum AG) perusahaan minyak terbesar Jerman yang merupakan industri perang paling strategis, merupakan anak perusahaan Standard Oil milik Rockefeller.
            Dengan fakta-fakta yang ada di atas, meskipun dalam makalah tidak semua perusahaan Jerman diatas ikut di bahas, penulis tertarik untuk menunjukkan bahwa ada peran para pemilik saham dan modal Amerika dalam kebangkitan ekonomi Jerman pasca Perang Dunia I dan sebelum Perang Dunia II yang dirangkum dalam judul “Uang dibalik Nazi, Hitler dan Perang Dunia II”.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud Dawes Plan dan Young Plan ?
2.      Apa peran I.G. Farben pada perekonomian Jerman, berkuasanya Hitler dan Wehrmact ?
3.      Apa Peran Lingkaran Keppler pada Nazi dan Perkeonomian Jerman ?

1.3 Tujuan
1.      Mendiskripsikan Dawes Plan dan Young Plan
2.      Menyebutkan Peran I.G. Farben pada perekonomian Jerman, berkuasanya Hitler dan Wehrmact
3.      Mendeskripsikan Peran Lingkaran Keppler pada Nazi dan Perkeonomian Jerman
1.4 Metode Penelitian
1.                  Pendekatan dan jenis penelitian
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif  yang didukung dengan data hasil studi pustaka yang relevan.
2.                  Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui Over Air Protocol, atau lebih dikenal dengan Internet, karena sumber-sumber pustaka yang didapat semua diambil dari Website penyedia E-Book.
3.                  Sumber data
Data hasil studi pustaka yang relevan
4.                  Prosedur pengumpulan data
Pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode studi pustaka.
a.       Studi Pustaka
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, litertur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Studi Kepustakaan yaitu mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian.
5.                  Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan data peneliti langsung melakukan analisis data dengan menggunakan beberapa langkah-langkah dalam penelitian :
1.      Reduksi data
2.      Penyajian data
3.      Menarik kesimpulan
4.      Verifikasi
6.        Pengecekan Keabsahan Temuan
Menurut Moleong kriteria keabsahan data ada empat macam yaitu :
1.      Kepercayaan ( kreadibility )
Kepercayaan atau kreadibility data adalah langkah-langkah pembuktian data yang sudah dkumpulkan oleh peneliti baik data primer maupun data sekunder.
2.      Kebergantungan ( depandibility)
Kebergantungan salah satu langkah dalam pengecekan keabsahan temuan yang ada dilapangan yang digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan teradinya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterpretasi data sehingga data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
3.      Kepastian ( konfermability )
Langkah ini digunkan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan cara mengecek data dan informasi serta menginterpretasikan hasil penelitian yang didukung oleh materi tersebut.

7.                  Tahap-tahap penelitian
Dalam penyusunan hasil penelitian yang baik harus memperhatikan tahap-tahap penelitian. Suatu penelitian yang baik harus melakukan beberapa tahapan sebagai berikut :
1.                         Tahap perencanaan penelitian . memuat :
·           Peneliti harus menentukan judul
·           Peneliti menentukan objek penelitian
·           Peneliti menentukan lokasi-lokasi penelitian
·           Peneliti menentukan agenda observasi
·           Peneliti mengurus surat izin penelitian
·           Peneliti melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing
·           Peneliti memilih sampel penelitian, disini peneliti menggunakan sampel random ( acak )
·           Peneliti menyusun insrument penelitian

2.                         Tahap pelaksanaan penelitian ( pekerjaan lapangan )
·           Peneliti mencari bahan-bahan yang digunakan untuk referensi
·           Peneliti terjun ke lapangan
·           Peneliti mengamati lokasi penelitian
·           Peneliti mendokumentasikan pengamatan yang ada di lapangan
·           Peneliti melakukan wawancara dengan objek kajian atau narasumber

3.                         Tahap analisis data hasil penelitian
·           Peneliti mengumpulkan semua data-data hasil penelitian
·           Peneliti melakukan pengecekan keabsahan temuan
·           Peneliti membuat analisis data hasil penelitian

4.             Tahap penulisan laporan
·           Peneliti melakukan penyusunan hasil penelitian
·           Peneliti melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan saran dan perbaikan
·           Peeliti membuat laporan penelitian



















BAB II
Pembahasan

2.1.            Dawes Plan & Young Plan
A.    Dawes Plan 1924
Perang Dunia I telah membawa dampak yang mengerikan bagi negara-negara yang mengalami kekalahan, tidak terkecuali Jerman. Pasca perjanjian Versailles, Jerman mengalami kehancuran ekonomi yang maha dahsyat. Pembayaran pajak perang yang sangat tidak rasional membuat nilai tukar mata uang Jerman hancur lebur, bahkan pada masa itu harga 1 potong roti bisa mencapai 1 miliar Mark. Ditambah dengan pendudukan wilayah ruhr oleh Belgia dan Prancis semakin memperparah keadaan itu.
Melihat hal ini, para bankir di Amerika tergerak untuk membantu Jerman lepas dari krisis ekonomi yang melandanya. Pada tahun 1924, sekutu merancang sebuah program untuk pembangunan Jerman yang diketuai oleh Charles G Dawes. In 1924 the Allies appointed a committee of bankers (headed by American banker Charles G. Dawes) to develop a program of reparations payments (Sutton, 2000 : ...). Hasil dari pertemuan para bankir ini adalah, Dawes Plan yang dimulai tahun 1924 yang bertujuan untuk membantu Jerman dengan mengucurkan dana sebesar 800 Juta Dolar Amerika untuk pembangunan negaranya dan membayar tagihan perang yang dibayarkan secara berkala pada Prancis. Sebenarnya tujuan dari Dawes Plan ini bukanlah untuk membantu Jerman, melainkan untuk mengeruk keuntungan sendiri. Meskipun pada dasarnya tidak disponsori oleh pemerintah, namun pada akhirnya terkuak bahwa rencana ini memang sengaja dirancang untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari negara-negara yang mengalami kehancuran akibat perang.
Orang-orang Amerika dibalik Dawes Plan ini diantaranya adalah Charles G Dawes, seorang bankir terkemuka di Amerika pada saat itu dan Owen Young, yang mewakili J.P.Morgan, Presiden dari General Electric Amerika. Sementara orang-orang Jerman yang ikut berandil dalam Dawes Plan ini diantaranya adalah Hjalmar Schacht, Presiden dari Reichsbank, dan A.Voegler, seorang pengusaha besi baja dengan perusahaannya Stahlwerke Vereinigte (Sutton, 2000 : ......). Bisa dikatakan Dawes Plan inilah awal mula keajaiban ekonomi yang diciptakan Hitler pada masa Reich Ketiga nya, dikemudian hari Dawes Plan ini dilanjutkan dengan kebijakan Young Plan pada tahun 1928 yang menurut Hjalmar Schacht adalah salah satu penyebab mengapa Hitler bisa berkuasa pada tahun 1933.
Dalam Dawes Plan ini, gabungan pengusaha yang bergerak di bidang industri kimia menggabungkan 6 perusahaan besar mereka diantaranya Badische Anilin, Bayer, Agfa, Hoechst, Weiler-ter-Meer, dan Griesheim-Elektron, untuk membentuk sebuah korporasi baru yang bernama  Inter-nationale Gesellschaft Farbenindustrie A.G.atau biasa disingkat I.G. Farben, memperoleh banyak kucuran dana dari para penanam modal asing yang turut serta dalam Dawes Plan. Dari sanalah kemudian I.G. Farben memainkan peran kunci sebagai produsen dan supplier militer Jerman pada Perang Dunia II.
B.     Young Plan 1928
Pasca Dawes Plan yang bertahan selama 4 tahun, para bankir-bankir Amerika ini merasa memerlukan kebijakan lain untuk semakin membawa Jerman ke dalam lingkaran Wall Street. Maka pada 1928 diberlakukanlah Young Plan sebagai suksesor dari Dawes Plan. Seperti namanya, kebijakan ini diprakarsai oleh Owen Young yang merupakan salah satu anak buah J.P.Morgan. Kebijakan inilah yang memuluskan jalan Hitler untuk berkuasa pada 1933 nantinya.
Perbedaan dari 2 kebijakan ini terletak pada sistem pembayarannya, dimana Dawes Plan menggunakan pembayaran berupa barang yang diproduksi Jerman melalui pinjaman modal asing, sementara Young Plan mewajibkan Jerman membayarnya dalam bentuk uang dan hutang finansial yang digunakan untuk mengganggu seluruh sistem ekonomi reich (Sutton, 2000 : .....).  rencana sebenarnya dari Young Plan ini adalah untuk menghancurkan perekonomian Jerman dengan cara menyuplai dana bagi perusahaan-perusahaan mereka atau menanamkan modal ke dalam perusahaan-perusahaan Jerman. Perlu diketahui juga bahwa Franklin Delano Roosevelt adalah salah satu “teman baik” dari para bankir wall street ini jadi tidak mengherankan jika kebijakan ini pada dasarnya disponsori pemerintah Amerika untuk mengeruk keuntungan dari hyper inflasi yang terjadi di Jerman.
Kerja sama ini dikemudian hari membawa dunia perbankan kepada era baru, kerja sama bank internasional antara reichsbank yang saat itu dipimpin Hjalmar schacht dan the New York Federal Reserve System, yang saat itu dipimpin J.P.Morgan membuahkan sebuah ide untuk membuat sebuah bank penyimpanan internasional, yang kemudian dikenal dengan nama Bank for International Settlements atau disingkat B.I.S, berkedudukan di Basel, Swiss. Bank ini tetap bekerja pada masa Perang Dunia II, tentunya yang bekerja sama adalah para bankir-bankir yang tidak sedang terlibat dalam perang.
Tabel berikut ini menunjukkan bagaimana kebijakan-kebijakan para bankir wall street itu sangat berpengaruh besar terhadap ekonomi Jerman.
Tabel A
Nama Perusahaan (Jerman)
Perusahaan penanam Modal (Wall Street, USA)
Jumlah Total saham
Allgemeine Elektrizitats- Gesellschaft (A.E.G.) (German General Electric)
National City
Co.
$35,000,000
Vereinigte Stahlwerke
(United Steelworks)
Dillon, Read &
Co.
$70,225,000
American I.G. Chemical (I.G. Farben)
National City
Co.
$30,000,000
 (Sutton, 2000 : ........)
            Tabel di atas menjelaskan bahwa ada 3 sindikat besar yang memiliki saham cukup banyak dalam perusahaan-perusahaan besar yang ada di Jerman, 3 perusahaan Jerman inilah yang nantinya menjadi tulang punggung utama pemasok dan produsen peralatan perang Jerman, selain Rhein Metal Industries, Volkswagen, BMW, OPEL dan Messerchmift yang memproduksi kendaraan-kendaraan berat maupun ringan (truk, tank, sepeda motor dll) dan pesawat terbang. Dari kesemuanya itu hanya sebagian kecil yang ada, masih ada perusahaan lain di Jerman yang juga melakukan hal yang sama namun didanai oleh sindikat wall street yang berbeda.
Tabel B
Perusahaan Penanam Modal (wall street, USA)
Modal yang ditanamkan di perusahaan Jerman (dalam US Dolar)
Keuntungan (dalam US Dolar)
Total (dalam persen)
Dillon, Read & Co.
241,325,000
2.7 Juta
29.2
Harris, Forbes & Co.
186,500,000
1.4 Juta
22.6
National City Co.
173,000,000
5.0 Juta
20.9
Speyer & Co.
59,500,000
0.6 Juta
7.2
Lee, Higginson &
Co.
53,000,000
Tidak ada data
6.4
Guaranty Co. of
N.Y.
41,575,000
0.2 Juta
5.0
Kuhn, Loeb & Co.
37,500,000
0.2 Juta
4.5
Equitable Trust Co.
34,000,000
0.3 Juta
4.1
Total
826,400,000
10.4 Juta
99.9
(Kuczynski, 1932 : 127)
            Tabel B menunjukkan data yang lebih mengejutkan lagi, sebanyak 826,4 juta US dolar yang ditanamkan pada industri-industri Jerman kebanyakan berasal dari para “Apex”, istilah yang disebut Antony C Sutton dalam bukunya, yakni those firms controlled through the handful of financial houses, the Federal Reserve Bank system, the Bank for International Settlements, and their continuing international cooperative arrangements and cartels which attempt to control the course of world politics and economics. Secara tidak langsung pada masa itu telah ada konsep Economic Hit Man yang baru muncul setelah John Perkins membuka suara melalui bukunya The Confession of an Economic Hit Man. Dimana para pemodal besar Amerika berusaha untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari negara-negara yang sedang berkembang (pada masa itu Jerman sedang carut marut sehingga bisa digolongkan negara besar yang sedang berusaha menemukan kembali kebesarannya), selain berusaha mengontrol jalannya pemerintahan mereka melalui “tangan tangan tidak terlihat”. Setelah ini, Amerika juga ikut andil dalam membentuk dan mendanai partai Nazi dan Adolf Hitler nya, membiarkan perang terjadi demi keuntungan para pemilik modal. Diagram berikut menggambarkan bagaimana Arus “pinjaman” Amerika kembali lagi ke Amerika.
2.2.            I.G. Farben
2.2.1.   Sejarah Singkat I.G. Farben
I.G. Farben adalah sebuah perusahaan hasil gabungan pengusaha-pengusaha di bidang industri kimia terkemuka pada zamannya, namanya tercatat sebagai salah satu produsen dan supplier peralatan perang Wehrmact Jerman semasa Perang Dunia II, meskipun sejauh apa keterlibatan perusahaan ini dalam pemerintahan Reich ketiga masih belum diketahui secara pasti akibat dimusnahkannya semua berkas-berkas penting Jerman sebagai antisipasi ketika pasukan sekutu dan tentara merah menyeberangi sungai Rhine dan mulai memasuki kota Berlin dan memperoleh kemenangannya namun sudah jelas bahwa perusahaan ini adalah perusahaan yang membuat Adolf Hitler dan Perang Dunia II mungkin terjadi. Bahkan perkataan Senator Amerika Homer T Bone yang dikutip oleh Antony C Sutton dalam bukunya Wall street and The rise of Hitler menyatakan pada senat Amerika tahun 1943 “Farben was Hitler and Hitler was Farben” , merepresentasikan bagaimana pentingnya I.G. Farben dalam keberlangsungan Jerman di Perang Dunia II.
Bermula pada tahun 1925 ketika inflasi besar-besaran melanda Jerman dan mulai masuknya bantuan-bantuan dari Amerika melalui Dawes Plan, I.G. Farben dibentuk dengan menggabungkan 6 perusahaan besar Jerman yang bergerak di industri kimia, Badische Anilin, Bayer, Agfa, Hoechst, Weiler-ter-Meer, dan Griesheim-Elektron, untuk membuat 1 perusahaan raksasa yang kemudian diberi nama Inter-nationale Gesellschaft Farbenindustrie A.G.atau biasa disingkat I.G. Farben. Dengan dukungan Herman Schmitzz yang diback up secara finansial oleh Wall street, dalam 14 tahun terhitung sejak 1925 I.G. Farben menjadi sebuah raksasa industri kimia, bukan hanya di Jerman namun juga di Amerika. Tanpa I.G. Farben yang memasok sebagian besar peralatan tempur ringan dan kebutuhan logistik prajurit dan mesin-mesin Jerman kemungkinan besar Perang Dunia II tidak akan pernah terwujud (Sutton, 2000 : ....).
Pada 1928, I.G. Farben melebarkan sayap industrinya dengan membentuk I.G. Chemic (Inter-nationale Gesellschaft fur Chemisehe Unternehmungen A. G) bermarkas di Swiss namun tetap dibawah pengawasan I.G. Farben Jerman, hal ini didasarkan atas permintaan para pemegang saham Amerika yang ada di dalamnya. Setahun kemudian, perusahaan yang ada di Swiss ini berganti nama menjadi American I. G. Chemical Corporation yang kemudian diganti lagi menjadi General Aniline & Film (Sutton, 2000 : ....). Herman Schmitzz ditunjuk untuk menjadi direktur utama kedua perusahaan ini, yang kemudian menjadi aktor utama pembuatan gas-gas di kamp konsentrasi Nazi. Herman sendiri adalah salah satu pendukung awal Hitler sebelum naik menjadi kanselir Jerman dan berkuasa pada 1933. Gambar dibawah ini menunjukkan bagaimana hubungan I.G. Farben dengan Komponen-komponen penting wall street dan berbagai korporasi di Amerika, baik melalui America I.G. maupun melalui I.G.Farben sendiri.
2.2.2.   I.G. Farben, Nazi dan Wehrmacht
            Seperti yang telah dijabarakan bahwa I.G. Farben adalah salah satu alasan mengapa Jerman begitu digdaya pada awal-awal Perang Dunia II. Keterlibatannya dalam pemerintahan Third Reich tidak dapat dipungkiri lagi, mengingat Herman Schmittz sebagai salah satu pencetusnya adalah pendukung Adolf Hitler. Keberadaannya sebagai salah satu perusahaan besar di bidang industri kimia juga tidak luput dari mata seorang Hitler, I.G. Farben menjadi produsen dan pemasok terbesar angkatan bersenjata Jerman untuk beberapa kebutuhan tertentu, terutama pasokan bahan kimia bagi para prajurit (Infantri). Chart berikut akan menunjukkan betapa besar peranan I.G. Farben bagi Wehrmact (Angkatan bersenjata) Jerman.
(Sutton, 2000 : .......)
            Chart diatas menjelaskan bagaimana pentingnya I.G. Farben bagi Wehrmact Jerman pada Perang Dunia II, bahkan perusahaan ini adalah satu-satunya pemasok Gas beracun jenis Zyklon B (Sutton, 2000 : ....) yang digunakan di kamp-kamp konsentrasi Jerman seperti di Auschwitz. Perusahaan ini bisa berkembang begitu besar karena memiliki pertambangan sendiri, seperti batu bara, minyak mentah, besi dan baja. Selain itu I.G. Farben juga memiliki pembangkit listrik sendiri, yang terpisah dari kepemilikan pemerintahan Jerman, memiliki Bank, dan berbagai hal lain sehingga bisa dikatakan I.G. Farben adalah sebuah negara dalam negara.
            Produk-produknya tidak hanya dipasarkan di Jerman maupun negara-negara Eropa, melainkan juga sampai ke Amerika melalui kerja sama dengan Standard Oil, DuPont, Alcoa, Dow Chemicals dan berbagai perusahaan lain yang ada di Amerika dan yang pasti salah satunya adalah melalui American I.G. Farben. Secara tidak langsung Amerika ikut andil dalam pengembangan industri I.G. Farben, melalui sokongan dana pada awal-awal terbentuknya. Namun tanpa menyadarinya, ada tujuan lain dibalik semua kerja sama I.G. Farben dengan perusahaan-perusahaan Amerika ini. Mereka ingin menyebarluaskan paham-paham Nazi ke dalam struktur masyarakat Amerika, tujuan lainnya adalah menjalankan spionase, hal ini berkaitan erat dengan keinginan Nazi untuk memperluas wilayah Jerman. Hal ini mungkin terjadi karena setiap perjanjian yang dilakukan I.G. Farben mewajibkan setiap pihak kedua untuk membeli/menghentikan pembuatan produk yang sama yang telah dibuat oleh Farben Industries. Sebagai contoh adalah Standard Oil of New Jersey menghentikan pembuatan Karet sintetis (Synthetic Rubber) berkat tekanan I.G. Farben, hasil dari perjanjian ini adalah karet-karet sintetis yang sangat diperlukan dalam perlengkapan militer harus dibeli dari I.G. Farben, dengan kata lain ikut memperkuat ekonomi Jerman Nazi.
            Di akhir Perang Dunia II, ketika Jerman menyerah pada sekutu ada satu fakta unik yang jarang sekali di ekspose. Bahwa pabrik-pabrik I.G. Farben yang ada di Jerman lolos dari pemboman pesawat-pesawat sekutu, belum diketahui secara pasti mengapa itu bisa terjadi entah karena memang ada teknologi yang sengaja digunakan untuk menghindari dampak dari pemboman atau memang ada sebuah konspirasi agar pabrik-pabrik ini tidak dijadikan salah satu sasaran untuk di bom mengingat daerah lain di sekitarnya hancur lebur dan rata dengan tanah. Selain itu menurut investigasi yang dilakukan pada beberapa petinggi I.G. Farben, diketahui bahwa perusahaan ini memang mengetahui politik ekspansi luar negeri Jerman dan kamp-kamp konsentrasinya. Mereka juga mengetahui bahwa gas-gas beracun mereka digunakan sebagai alat pembunuh massal pada kamp-kamp konsentrasi Yahudi namun mereka tidak berhenti untuk memproduksinya. Selain sebagai pelaku dapat ditelaah juga bahwa Farben juga sebagai inisiator politik luar negeri Nazi mengingat Herman Schmittz adalah salah satu otak dibalik The Jews and The Final Solution.
2.3.            Lingkaran Keppler (The Keppler Circle)
Adolf Hitler, Herman Goering (Reichmarschall Luftwaffe/Angkatan Udara Jerman), dan Heinrich Himmler (Reichfuhrer der SS/Waffen SS) adalah 3 kepala naga utama dalam pemerintahan Reich ketiga Jerman. Ketiganya adalah pimpinan di kesatuannya masing-masing, Goering di AU, Himmler di SS yang meskipun bagian dari angkatan darat Jerman namun memiliki fungsi yang berbeda dari angkatan darat pada umumnya, sementara Hitler adalah pimpinan tertinggi mereka, Commander Of The Army, kanselir sekaligus presiden Reich ketiga. Seperti yang sudah dijabarkan di bab sebelumnya bahwa kekuatan ekonomi Nazi terletak pada dukungan finansial para penguasa ekonomi yang ada di Jerman saat itu. Para pengusaha pendukung Nazi Jerman ini dikenal dengan sebutan The keppler circle atau bisa juga disebut The Circle of friends/The Himmler friends (Sutton, 2000 : ....). Lingkaran ini bermula ketika Wilhelm Keppler, Salah satu pengusaha tersukses Jerman saat itu, menjadi pendukung Hitler dan berbicara dengannya sekitar tahun 1931. Hitler memintanya untuk mengajak para pebisnis lain untuk mendukung Nazi, meskipun tidak secara legal menjadi anggota partainya, agar Nazi mendapatkan ketenangan dalam pemerintahan karena ada jaminan keuangan dari para pebisnis handal di Jerman.
Keppler adalah seorang pebisnis-politik yang handal, ia tahu bahwa jika ia melawan Hitler akibatnya adalah eliminasi oleh pasukan SS maka dari itu ia lebih memilih mendukung Hitler dan partai Nazi nya dan tetap mendapat keuntungan finansial dari dukungan itu, terutama di sini adalah jaminan bahwa usaha Keppler akan aman dari razia. Pada 1933 ketika Hitler berkuasa, Keppler ditunjuk menjadi ahli finansial Reich ketiga. Namun ini tidak bertahan lama, setahun sebelum Perang Dunia II meletus Keppler dikirim ke Austria untuk menjadi Komisioner Reich (semacam duta besar), posisinya digantikan oleh orang yang lebih berpengalaman yakni Hjalmar Schacht.
Setelah Hitler berkuasa, para pengusaha yang tergabung dalam The Keppler Circle ini lebih sering bertemu dan berdiskusi dengan tangan kanan Hitler, Heinrich Luopold Himmler, dikarenakan sang fuhrer sendiri lebih banyak menghabiskan waktu dengan urusan luar negeri dan militer. Pasca 1933, lingkaran ini bisa dibilang berganti nama, Antony C Sutton menyebutnya The Circle of friends/The Himmler friends. Hal ini dikarenakan lebih seringnya mereka bertemu dengan Himmler daripada Hitler sendiri, selain itu kelompok ini mendapat jaminan dan perlindungan langsung dari pasukan SS yang dikomandoi Himmler.
Tabel A, Anggota asli The Circle of friends/The Himmler friends
Nama
Kedudukan
Afiliasi dengan Wallstreet
Tahun Bergabung
Wilhelm Keppler
Chairman I.G. Farben dan cabang dari BRABAG (Braunkohle-Benzin A.G)
Ya
1932
Fritz Kranefuss
Anggota dewan dari BRABAG
Ya
1932
Emil Heinrich Meyer
Dewan dari Jerman I.T.T (International Telephone & Telegraph)
Ya
1932
Emil Helffrich
Chairman dari DAPAG (cabang dari Standard Oil Of New Jersey)
Ya
1932
Friedrich Flick
Direksi dari A.E.G
Ya
1932
Kurt Von Schroeder
Direksi dari I.G. Farben dan I.T.T
Ya
1932
Heinrich Buetefisch
Direksi dari I.G. Farben
Ya
1932
Dr. Karl Rasche
Direksi dari I.G. Farben
Ya
1932
Karl Lindemann
Direksi dari Standard Oil of New Jersey
Ya
1932
Heinrich Schmidt
Direksi dari I.G. Farben
Ya
1932
Kellmut Roehnert
Direksi dari A.E.G
Ya
1932
Kurt Schmidt
Direksi dari A.E.G
Ya
1932
Dr. Emil Meyer
Direksi dari I.T.T
Ya
1932
Karl Vincentz Kroggman
Walikota Hamburg
Tidak
1932
Hermann Schmitz
Direksi dari I.G. Farben
Ya
1932
Otto Scheinbrick
Wakil Presiden dari Vereinigte Stahlwerke
Ya
1932
Hjalmar Schacht
Presiden Reichsbank
Ya
1932
Friedrich Reinhardt
Chairman Commerzbank
Ya
1932

            Tabel diatas menjelaskan bagaimana hampir semua Anggota awal The Circle of friends/The Himmler friends mempunyai afiliasi dengan para pengusaha-pengusaha yang ada di Wall street, Amerika. Ini menjelaskan bagaimana kuatnya Finansial Reich ketiga Jerman, didukung pengusaha-pengusaha kaya maupun direksi dari perusahaan-perusahaan besar menjamin keberlangsungan finansial Reich ketiga. Hal ini semakin memuluskan jalan Hitler untuk merobek-robek isi perjanjian Versailles yang sangat memberatkan Jerman, dan mengembangkan militer Jerman hingga mencapai puncaknya pada 1941, sebelum dilumat di Front Timur oleh pasukan merah, dilemahkan di selatan dengan tumbangnya Mussolini membuat pasukan Jerman tersebar yang menyebabkan Front Barat dibuka dengan operasi Overlord yang didaratkan di pantai-pantai Normandia, Prancis dan berujung pada kekalahan terakhir di Berlin yang membuat sekutu berhasil merebut Reichstag dan membuat Jerman bertekuk lutut untuk kedua kalinya.














Bab III
Kesimpulan
3.1 Kesimpulan
            Menarik menyimak bagaimana Wall Street “mendanai” Hitler dan Reich ketiganya dan Amerika dengan sengaja membiarkan Militer Jerman berkembang sedemikian dahsyat meskipun pada 1936 duta besar Amerika untuk Jerman, William Dodd, sudah memperingatkan Franklin Delano Roosevelt sebagai Presiden Amerika saat itu yang menyatakan kekhawatirannya mengenai bantuan-bantuan industrialis Amerika kepada Nazi. Isi suratnya kurang lebih seperti ini :
Much as I believe in peace as our best policy, I cannot avoid the fears which
Wilson emphasized more than once in conversations with me, August 15, 1915
and later: the breakdown of democracy in all Europe will be a disaster to the
people. But what can you do? At the present moment more than a hundred
American corporations have subsidiaries here or cooperative understandings. The DuPonts have three allies in Germany that are aiding in the armament
business. Their chief ally is the I. G. Farben Company, a part of the
Government which gives 200,000 marks a year to one propaganda
organization operating on American opinion. Standard Oil Company (New
York sub-company) sent $2,000,000 here in December 1933 and has made
$500,000 a year helping Germans make Ersatz gas for war purposes; but
Standard Oil cannot take any of its earnings out of the country except in goods.
They do little of this, report their earnings at home, but do not explain the facts.
The International Harvester Company president told me their business here
rose 33% a year (arms manufacture, I believe), but they could take nothing out.
Even our airplanes people have secret arrangement with Krupps. General
Motor Company and Ford do enormous businesses/sic] here through their
subsidiaries and take no profits out. I mention these facts because they
complicate things and add to war dangers” (Nixon, 1969 : 456)
Hal ini sepertinya kurang menarik perhatian atau sengaja dibiarkan oleh Franklin Delano Roosevelt (Mengingat dia adalah salah satu Chairman di Wall Street), yang pada akhirnya benar-benar membawa dunia dalam Perang Dunia II. Sepertinya Roosevelt menganggap bahwa keuntungan Amerika adalah hal yang terpenting mengingat besarnya utang-utang Jerman pada saat itu. Disisi lain, ketika Presiden Amerika berganti ke Dwight D. Eisnehower, penundaan pendaratan pasukan di Normandy hingga 3 tahun, dari rencana awal tahun 1941 ketika mengetahui Pasukan ke 6 Jerman terkepung di Stalingrad, adalah salah satu cara untuk memperoleh dana perang dari para industrialis dengan tetap membiarkan mereka bekerja sama dengan para industrialis Jerman yang ada maupun tidak terkait langsung dengan Nazi. Dari segi politik, Penyerbuan Jerman ke Danzig pada 1 September 1939 yang dianggap pemicu perang sebenarnya bukanlah demikian. Keinginan awal Jerman adalah Menukar Danzig dengan sebuah wilayah perindustrian di Cekoslovakia, namun keinginan ini ditolak mentah-mentah oleh Inggris,sebagai protektor Polandia saat itu,yang bersikeras apabila Jerman menganeksasi wilayah Polandia maka Inggris akan siap berperang dengan Jerman. Hal ini yang menyebabkan Polandia Gundah gulana, mereka sadar kekuatan militer mereka sendiri tidak akan mampu menandingi kekuatan militer Jerman, hingga akhirnya mereka menerima keputusan Inggris dan memilih mempertahankan Danzig. Tujuan Inggris sebenarnya adalah membuat Jerman menyerang sehingga mereka akan disebut Aggresor, menghimpun kekuatan dengan Prancis dan sekutu-sekutunya, memukul balik Jerman, memenangkan perang dan memperoleh hasil “pajak” dari Jerman. Pada akhir perang Inggris memang menang, namun menderita kerugian materiil yang tidak sedikit akibat dibombardirnya kota London pada Battle Of Britain.













 Daftar Rujukan  
Sutton, Antony C. 2000. Wall Street and The Rise of Hitler. New York : Studies in Reformed Theology.
Nixon, Edgar B. 1969. Franklin D. Roosevelt and Foreign Affairs, Volume III:
September 1935-January 1937. Cambridge: Belknap Press.
 Kuczynski,Robert R. 1932. Bankers Profits from German Loans. Washington, D.C.: Brookings Institution.
 

No comments:

Post a Comment