Songs

Sunday, December 8, 2013

Danang Bakti Nugraha



Koperasi Era Reformasi : Perkembangan baru ekonomi Indonesia di bawah Soeharto

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sejarah Perekomian
yang dibina oleh Bapak Hariyono, Prof.,Dr.,M.pd dan Ibu Indah WP Utami, S.pd., S.Hum., M.pd

   oleh
Danang Bakti Nugraha
11731435521

PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
     Sejarah Koperasi di Indonesia dimulai ketika seorang patih di Purwokerto bernama R.Aria Wiraatmaja mempelopori berdirinya sebuah badan usaha berbentuk koperasi yang diberi nama Bank Penolong dan Tabungan  (Hulp en Spaarbank) pada tahun 1895. Pada perkembangannya, koperasi ini mendapat hambatan dari pemerintah kolonial Belanda. 
     Untuk menghambat koperasi bentukan R.Aria, Belanda mendirikan Algemene Volkscrediet Bank. Selain itu, Belanda juga mendirikan rumah gadai, bank desa, dan lumbung desa. Upaya Belanda untuk menghambat perkembangan koperasi juga dilakukan melalui penerbitan peraturan Koperasi No. 431 tahun 1915. Peraturan ini memuat syarat administratif yang sangat berat bagi pendiri koperasi, mulai dari masalah perizinan, pembiayaan, maupun masalah-masalah teknis saat pendirian dan saat koperasi menjalankan usahanya.
     Seiring berjalannya waktu, peraturan tersebut ditinjau kembali oleh Belanda melalui Panitia Koperasi yang diketuai Dr. J.H Boeke pada tahun 1920. Hasil peninjauan itu adalah disusunnya peraturan koperasi No. 91 tahun 1927. P,eraturan ini menetapkan syarat yang lebih longgar dari peraturan sebelumnya sehingga mendorong berkembangnya koperasi.
     Pada masa pendudukan Jepang, perkembangan koperasi harus menyesuaikan dengan asas-asas kemiliteran. Usaha koperasi dibatasi hanya untuk kepentingan perang Asia Timur Raya yang dikobarkan oleh Jepang.  Untuk itu, Jepang membentuk suatu model koperasi yang bernama Kumiai. pada awalnya, Kumiai dipropagandakan sebagai badan yang berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pada perjalanannya, Kumiaimenyelewengkan asas koperasi dan berubah fungsi menjadi penyedia kebutuhan perang bagi Jepang.
     Setelah merdeka, pemerintah RI menetapkan koperasi sebagai semangat dasar perekonomian bangsa Indonesia. Koperasi dianggap sebagai perwujudan pasal 33 ayat 1 yakni usaha bersama atas asas kekeluargaan. Menurut penjelasa pasal 33 UUD 1945, Koperasi dinyatakan sebagai bangun usaha yang sesuai dengan sistem perekonomian yang hendak dikembangkan di Indonesia. agar pengembangan Koperasi sesuai dengan pasal 33 UUD 1945, pemerintah RI menyerahkan urusan Koperasi kepada Jawatan Koperasi yang kemudian bertugas menyusun program-program pengembangan Koperasi.
     Berkat kerja keras Jawatan Koperasi, perkembangan koperasi mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Sampai tahun 1959, koperasi dapat dikatakan berkembang cukup pesat.  Namun karena adanya sistem demokrasi liberal, keberadaan koperasi menjadi terombang-ambing karena koperasi cenderung dimanfaatkan sebagai alat politik.
     Ketika Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959, maka keberadaan koperasi terpaksa disesuaikan dengan kebijakan politik pemerintah di masa itu. pemberlakuan kembali UUD 1945 menggantikan UUDS 1950 membuat pemerintah merberlakukan PP No.60/1959 sebagai ganti UU No.79/1958 karena UU tersebut merupakan turunan dari UUDS 1950 yang sudah tidak berlaku lagi.
     Dalam PP No.60/1959 fungsi koperasi dinyatakan sebagai alat untuk melaksanakan praktik ekonomi terpimpin. Pemberlakuan PP ini membuat koperasi berkembang pesat karena banyaknya bantuan Pemerintah dan dipermudahnya syarat pendirian koperasi. Namun kondisi tersebut tidak bertahan lama. Ketika Pemerintah menerbitkan UU No 14/1965, perkembangan koperasi kembali memburuk. Di masa ini koperasi identik dengan alat bagi kepentingan kelompok tertentu.
     Ketika Orde Baru berkuasa, koperasi kembali mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah Orde Baru memberlakukan UU No. 12/1967 sebagai ganti UU No. 14/1965. Pemberlakuan UU baru ini disusul dengan rehabilitasi koperasi sehingga banyak koperasi yang kemudian membubarkan diri karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan UU tersebut.
     Perlahan tapi pasti, pemberlakuan UU No 12/1967 membuat koperasi menjadi berkembang. Pada masa ini, perkembangan koperasi ditandai dengan terbentuknya Koperasi Unit Desa (KUD). Di samping itu, pengembangan koperasi juga diintegrasikan dengan pembangunan di bidang-bidang lain.
     Hasilya, jumlah koperasi menjadi meningkat. Bila pada akhir Pelita I jumlah koperasi mencapai 13.523 buah, maka di akhir Pelita V jumlahnya menjadi 37.560 buah. Peningkatan tersebut juga diikuti dengan peningkatan jumlah angggota koperasi dari 2,5 juta orang pada akhir Pelita I menjadi 19 juta orang pada akhir Pelita V.
     Untuk meningkatkan kemandirian koperasi, Pemerintah Orba membuat UU No. 25/1992 sebagai ganti UU No. 12/1967.  Dengan berlakunya UU No. 25/1992, maka terjadi perubahan mendasar dalam hal koperasi,baik dari segi pengertian maupun pada aspek pengelolaannya.
     Pengembangan koperasi terus berlanjut hingga masa reformasi. Hal tersebut akan diuraikan pada Bab II.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran koperasi di era reformasi?
2. Bagaimana upaya dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan koperasi di
    Era reformasi?
3. Bagaimana keadaan sekaligus perkembangan koperasi di era reformasi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui peran koperasi di era reformasi
2. Mengetahui upaya dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan koperasi di  
    Era reformasi
3. Mengetahui perkembangan koperasi di era reformasi







BAB II
PEMBAHASAN
1. Peran Koperasi di Era Reformasi
            Dalam era reformasi pemberdayaan ekonomi rakyat kembali diupayakan melalui pemberian kesempatan yang lebih besar bagi usaha kecil dan koperasi. Untuk tujuan tersebut seperti sudah ditetapkan melalui GBHN Tahun 1999.
            Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung pengembangan usaha kecil, berfungsi sebagai sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannya pembagian pendapatan yang mungkin terjadi, sebagai ekses dari kesalahan paradigma pembangunan di masa lalu.
            Untuk mengetahui peran yang dapat diharapkan dari koperasi dalam rangka penyembuhan perekonomian nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi telah diakui sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum sepenuhnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada pasar bebas.
            Demikian juga kebijaksanaan pembinaan koperasi selama ini yang menempatkan koperasi sebagai kepanjangan tangan pemerintah terutama dalam mendukung program-program pembangunan di bidang pertanian secara bertahap harus dilepaskan.
            Untuk tujuan tersebut maka diperlukan pendekatan melalui lembaga kemasyarakatan yang mandiri dan berakar di masyarakat seperti Koperasi Pondok Pesantren yang bertujuan terutama untuk melepaskan koperasi dari keterikatannya pada program pemerintah. Walaupun demikian peran pemerintah dalam mendukung pembangunan koperasi masih tetap diperlukan, tetapi hanya sebatas fasilitator dan regulator khususnya dalam menciptakan iklim usaha yang sehat.
            Usaha kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian indonesia. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Oleh karena kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK), pengembangan daya saing UKMK, secara langsung merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi.
            Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengusaha besar hanya 0,2% sedangkan Pengusaha Kecil, menegah dan koperasi mencapai 99,8%. Ini berarti jumlah usaha kecil, menegah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%.
            Terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Hal tersebut menunjukkan dua sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor UKMK. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi perhatian khusus.

2. Upaya dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan koperasi di era reformasi
     Pemerintah di negara-negara sedang berkembang pada umumnya turut secara aktif dalam upaya membangun koperasi. Keikutsertaan pemerintah negara-negara sedang berkembang ini, selain didorong oleh adanya kesadaran untuk turut serta dalam membangunkan koperasi, juga merupakan hal yang sangat diharapkan oleh gerakan koperasi. Hal ini antara lain didorong oleh terbatasnya kemampuan koperasi di negara sedang berkembang, untuk membangun dirinya atas kekuatan sendiri (Baswir,2000)
     Di era reformasi, kebijakan pengembangan koperasi menjadi tanggung jawab Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 09/M/2005 tanggal 31 Januari 2005 bahwa kedudukan Kementerian Koperasi dan UKM adalah unsur pelaksana pemerintah dengan tugas membantu Presiden untuk mengkoordinasikan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pemberdayaan Koperasi dan UMKM di Indonesia. Tugas Kementerian Koperasi dan UKM adalah merumuskan kebijakan dan mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta pengendalian pemberdayaan koperasi dan UMKM di Indonesia.
     Dalam rencana strategis tahun 2004-2009 Kementerian Koperasi dan UMKM memiliki tujuan:
1. Mewujudkan kondisi yang mampu menstimulan, mendinamisasi dan memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya 70.000 (tujuh puluh ribu) unit koperasi yang berkualitas usahanya dan 6.000.000 (enam juta) unit usaha UMKM baru.
2. Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan usaha koperasi dan UMKM pada berbagai tingkatan pemerintahan,
3. Meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian koperasi dan UMKM di pasar dalam dan luar negeri,
4. Mengembangkan sinergi dan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM,
5. Memberikan pelayanan publik yang berkualitas, cepat, tepat, transparan dan akuntabel.

     Pengembangan koperasi sejati merupakan salah satu wahana untuk mewujudkan adanya demokrasi ekonomi di Indonesia. Strategi ini bertujuan mewujudkan 70.000 unit koperasi yang berkualitas sampai dengan tahun 2009. Untuk itu, perlu upaya menyempurnakan Undang-undang Perkoperasian, meningkatkan administrasi dan pengawasan badan hukum koperasi, pemberian bimbingan dan kemudahan kepada koperasi, serta perlindungan kepada koperasi, dan perlindungan publik terhadap kegiatan usaha koperasi. Strategi pengembangan kelembagaan koperasi terdiri dari:

a. Kebijakan Peningkatan Administrasi dan Pengawasan Pemberian Badan Hukum (BH) Koperasi

     Kebijakan ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan ketertataan dan ketertiban administrasi pemberian badan hukum koperasi, serta pengawasan pemberian badan hukum koperasi oleh daerah melalui tugas perbantuan, dan pengawasan kegiatan koperasi untuk meningkatkan akuntabilitasnya.

b. Kebijakan Peningkatan Penerapan Jatidiri Koperasi

     Penerapan jatidiri koperasi merupakan roh dari proses pengembangan koperasi sejati, yang dilakukan melalui: pengembangan organisasi dan manajemen koperasi, peningkatan kualitas keanggotaan koperasi, penyempurnaan AD/ART koperasi dan pemberdayaan gerakan koperasi agar mampu memperjuangkan kepentingan anggotanya.

c. Kebijakan Pengembangan Usaha Koperasi

     Pengembangan usaha koperasi dilakukan melalui upaya pemantapan identitas koperasi sebagai badan usaha yang berazaskan kekeluargaan, pengembangan kerjasama usaha, pengembangan usaha koperasi yang berbasis sumberdaya lokal dan peningkatan daya saing koperasi, serta klasifikasi koperasi.

d. Kebijakan Perlindungan Kepada Koperasi

     Tugas pemerintah dalam pengembangan koperasi adalah menumbuhkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi, memberikan perlindungan kepada koperasi melalui pemberian kemudahan dan bimbingan dalam berusaha, serta melindungi publik dari aktivitas koperasi yang merugikan masyarakat. Perlindungan kepada koperasi dan publik ini memerlukan peran serta masyarakat, sehingga diperlukan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kewirakoperasian.

     Selain itu, Kementerian Koperasi dan UMKM juga menyusun program pengembangan kelembagaan koperasi. Program ini bertujuan mewujudkan 70.000 unit koperasi yang berkualitas yang mampu melayani lebih dari 20 juta anggota koperasi secara berkelanjutan, sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai dasar koperasi.

            Program Kemenkop dan UMKM juga mencakup bidang legislasi. Program ini bertujuan menyempurnakan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil agar mampu mendukung dinamika pemberdayaan KUMKM di Indonesia pada masa mendatang. Program penyempurnaan Undang-undang Koperasi dan Usaha Kecil, antara lain mencakup:
  1. Melakukan inventarisasi masalah untuk menyempurnakan RUU Koperasi dan RUU UMKM.
  2. Melaksanakan pembahasan dengan intansi terkait dan DPR-RI untuk mewujudkan RUU Koperasi dan RUU UMKM menjadi Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM.
  3. Melaksanakan sosialisasi Undang-undang Koperasi dan UMKM yang telah disahkan oleh DPR dan Pemerintah kepada stakeholders di seluruh Indonesia.
  4. Memfasilitasi gerakan koperasi dan UMKM menyesesuaikan dengan Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM yang baru.
  5. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM yang telah disahkan
     Hasil dari program legislasi tersebut adalah diberlakukannya UU No. 17 tahun 2012 sebagai pengganti dari UU No.25 tahun 1992. Selain itu, Sesuai dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah ( Permen KUKM ) NOMOR : 02/Per/M.KUKM/IV/2012 tentang Penggunaan Lambang Koperasi Indonesia , maka mulai tanggal 17 April 2012 telah terjadi penggantian lambang koperasi.
Pada Pasal 2 tertulis bahwa :
"Bagi Gerakan Koperasi diseluruh Indonesia agar segera menyesuaikan penggunaan lambang koperasi Indonesia, sebagaimana pada Lampiran Peraturan Menteri ini."
Pada Pasal 3 tertulis :
"Bagi koperasi yang masih memiliki kop surat dan tatalaksana administrasi lainnya dengan menggunakan lambang koperasi Indonesia yang lama, diberi kesempatan selambat-lambatnya pada tanggal 12 Juli 2012 telah menyesuaikan dengan lambang koperasi Indonesia yang baru."
Dan pada pasal 6 tertulis bahwa :
"Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ini maka Lambang Koperasi yang lama dinyatakan tidak berlaku."

3. Perkembangan Koperasi di Era Reformasi
     Setelah pemerintahan Orde Baru tumbang dan digantikan oleh reformasi, perkembangan koperasi mengalami peningkatan. Dalam era reformasi pemberdayaan ekonomi rakyat kembali diupayakan melalui pemberian kesempatan yang lebih besar bagi usaha kecil dan koperasi. Untuk tujuan tersebut seperti sudah ditetapkan melalui GBHN Tahun 1999.
            Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung pengembangan usaha kecil, sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannya pembagian pendapatan yang mungkin terjadi.
            Untuk mengetahui peran yang dapat diharapkan dari koperasi dalam rangka penyembuhan perekonomian nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi telah diakui sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum sepenuhnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada pasar bebas.
     Pembangunan koperasi mengalami kemajuan yang cukup mengembirakan pada periode 2000 – 2003, jika diukur dengan jumlah koperasi, jumlah anggota, aktiva dan volume usaha. Pertumbuhan jumlah koperasi meningkat dari 103.077 unit pada tahun 2000 menjadi 123.162 unit pada tahun 2003, atau meningkat 19,49%. Jumlah koperasi yang telah melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT) mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah koperasi. Jumlah koperasi yang melaksanakan RAT pada tahun 2000 sebanyak 36.283 unit meningkat menjadi 44.647 unit.
     Jumlah anggota koperasi pada tahun 2003 sebanyak 27,28 juta orang, meningkat 4,42 juta atau 19,35% dari tahun 2000 sebanyak 22,85 juta orang. Periode pertambahan jumlah anggota koperasi relatif besar terjadi pada periode 2002 – 2003 yang meningkat lebih dari 3,279 juta orang. Hal ini diduga akibat meningkatnya kemampuan koperasi memberikan layanan, terutama kegiatan simpan pinjam dengan efektifnya dana bergulir untuk koperasi. Koperasi mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 226.954 orang yang terdiri dari 25.493 orang manajer dan 201.461 orang karyawan pada tahun 2003 atau tumbuh 3,37% dari 219.559 orang pada tahun 2000.
     Volume usaha koperasi pada tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 37,02% menjadi Rp 31.682,95 miliar dari volume usaha koperasi pada tahun 2000 sebesar Rp 23.122,15 miliar. Volume usaha koperasi ini setara dengan 7% dari volume usaha menengah di Indonesia. Modal sendiri koperasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan (38,12%) selama periode 2000 – 2003. Modal luar juga mengalami peningkatan yang pesat sebesar 20,71% selama periode yang sama. Peningkatan modal luar ini diduga sebagian berasal dari dana bergulir yang difasilitasi oleh pemerintah (MAP, subsidi BBM dan lain-lain). Stimulan dana bergulir ini terbukti mampu meningkatkan partisipasi anggota untuk bertransaksi dengan koperasi dan meningkatkan partisipasi anggota dalam permodalan koperasi.
     Pertumbuhan sisa hasil usaha koperasi sebesar 168,59% pada periode 2000 – 2003 menunjukkan angka yang mengembirakan, hal ini mengakibatkan profitabilitas koperasi yang diukur dengan rasio profitabilitas modal sendiri meningkat dari 10,18% menjadi 19,79% pada tahun 2003. Hal ini menunjukkan fasilitasi dan dukungan pemerintah dapat meningkatkan produktivitas dan profitabilitasnya serta meningkatkan layanan koperasi kepada anggotanya.
     Selama periode 2000 – 2003, secara umum koperasi mengalami perkembangan usaha dan kelembagaan yang mengairahkan. Namun demikian, koperasi masih memiliki berbagai kendala untuk pengembangannya sebagai badan usaha, yaitu:
  1. rendahnya partisipasi anggota yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai perputaran koperasi per anggota yang kurang dari Rp.100.000,00 per bulan dan rendahnya simpanan anggota yang kurang dari Rp.345.225,00, 
  2. efisiensi usaha yang relatif rendah yang ditunjukkan dengan tingkat perputaran aktiva yang kurang dari 1,3 kali per tahun
  3. rendahnya tingkat profitabilitas koperasi
  4. citra masyarakat terhadap koperasi yang menganggap sebagai badan usaha kecil dan terbatas, serta bergantung pada program pemerintah
  5. kompetensi SDM koperasi yang relatif rendah
  6. kurang optimalnya koperasi mewujudkan skala usaha yang ekonomis akibat belum optimalnya kerjasama antar koperasi dan kerjasama koperasi dengan badan usaha lainnya. Hal-hal di atas perlu memperoleh perhatian dalam pembangunan usaha koperasi pada masa mendatang.
     Pada tahun-tahun berikutnya jumlah koperasi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Data dari Kementrian Koperasi dan UMKM menyebutkan bahwa di tahun 2007 ada 149.943 unit koperasi dan koperasi aktifnya berjumlah 104.999 (70,02%). Pada tahun ini, jumlah anggota yang tercatat masuk koperasi adalah 28.888.067 orang. 
     Namun di tahun 2008, jumlah anggota koperasi mengalami penurunan menjadi 27.318.619 orang. Adapun jumlah koperasi mengalami peningkatan sebanyak 3,45% dari tahun sebelumnya menjadi 154.964 koperasi yang terdiri dari 108.930 koperasi aktif dan 46.304 koperasi pasif.
     Tahun 2009-2013 jumlah koperasi di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat. Data sampai Juni 2013 menyebutkan jika jumlah koperasi saat ini mencapai 200.808 buah dan memiliki anggota sebanyak 34.685.145 orang.
Tahun
Jumlah koperasi
Aktif
Tidak aktif
Jumlah anggota
2009
170.411
120.473
49.938
29.240.271
2010
177.482
124.855
52.627
30.461.121
2011
188.181
133.666
54.515
30.849.913
2012
194.295
139.321
54.974
33.869.439
2013 (s.d Juni)
200.808
142.387
58.421
34.685.145
Sumber: Kementrian Koperasi dan UMKM

Tabel diatas menunjukkan bahwa koperasi mengalami perkembangan. Akan tetapi, peningkatan jumlah koperasi juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas koperasi. Selain itu, peningkatan jumlah koperasi yang tidak aktif harus disikapi secara bijaksana oleh Pemerintah. Upaya-upaya untuk mendorong perkembangan koperasi harus terus dilakukan pemerintah agar koperasi dapat bersaing di era ini.






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Perkembangan koperasi tidak lepas dari peran pemerintah. Semenjak era kemerdekaan, permerintah berusaha mengembangkan koperasi dengan membuat sejumlah program dan payung hukumnya. Ketika orde lama berganti dengan orde baru, pengembangan koperasi yang dominan adalah Koperasi Unit Desa.
Di era ini, peran pemerintah sangat diharapkan agar koperasi mampu bersaing dengan badan usaha lain. pemerintah harus terus memberikan pendampingan kepada koperasi dan juga membuat program yang pro koperasi.





















Daftar Pustaka
Soesilo, Iskandar. 2008. Dinamika Gerakan Koperasi Indonesia. Jakarta: Jembooks
Baswir,Refrisond. 2000. Koperasi Indonesia. Yogyakarta: BPFE

 

No comments:

Post a Comment