Koperasi Era Reformasi : Perkembangan baru ekonomi
Indonesia di bawah Soeharto
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sejarah Perekomian
yang dibina oleh Bapak
Hariyono, Prof.,Dr.,M.pd dan Ibu Indah WP Utami, S.pd., S.Hum., M.pd
oleh
Danang Bakti Nugraha
11731435521
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sejarah
Koperasi di Indonesia dimulai ketika seorang patih di Purwokerto bernama R.Aria
Wiraatmaja mempelopori berdirinya sebuah badan usaha berbentuk koperasi yang
diberi nama Bank Penolong dan Tabungan (Hulp en Spaarbank)
pada tahun 1895. Pada perkembangannya, koperasi ini mendapat hambatan dari
pemerintah kolonial Belanda.
Untuk
menghambat koperasi bentukan R.Aria, Belanda mendirikan Algemene Volkscrediet
Bank. Selain itu, Belanda juga mendirikan rumah gadai, bank desa, dan lumbung
desa. Upaya Belanda untuk menghambat perkembangan koperasi juga dilakukan
melalui penerbitan peraturan Koperasi No. 431 tahun 1915. Peraturan ini memuat
syarat administratif yang sangat berat bagi pendiri koperasi, mulai dari
masalah perizinan, pembiayaan, maupun masalah-masalah teknis saat pendirian dan
saat koperasi menjalankan usahanya.
Seiring
berjalannya waktu, peraturan tersebut ditinjau kembali oleh Belanda melalui
Panitia Koperasi yang diketuai Dr. J.H Boeke pada tahun 1920. Hasil peninjauan
itu adalah disusunnya peraturan koperasi No. 91 tahun 1927. P,eraturan ini menetapkan
syarat yang lebih longgar dari peraturan sebelumnya sehingga mendorong
berkembangnya koperasi.
Pada
masa pendudukan Jepang, perkembangan koperasi harus menyesuaikan dengan
asas-asas kemiliteran. Usaha koperasi dibatasi hanya untuk kepentingan perang Asia Timur
Raya yang dikobarkan oleh Jepang. Untuk itu, Jepang membentuk suatu
model koperasi yang bernama Kumiai. pada awalnya, Kumiai dipropagandakan
sebagai badan yang berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Pada perjalanannya, Kumiaimenyelewengkan asas koperasi dan berubah
fungsi menjadi penyedia kebutuhan perang bagi Jepang.
Setelah
merdeka, pemerintah RI menetapkan koperasi sebagai semangat dasar perekonomian
bangsa Indonesia. Koperasi dianggap sebagai perwujudan pasal 33 ayat 1 yakni
usaha bersama atas asas kekeluargaan. Menurut penjelasa pasal 33 UUD 1945,
Koperasi dinyatakan sebagai bangun usaha yang sesuai dengan sistem perekonomian
yang hendak dikembangkan di Indonesia. agar pengembangan Koperasi sesuai dengan
pasal 33 UUD 1945, pemerintah RI menyerahkan urusan Koperasi kepada Jawatan
Koperasi yang kemudian bertugas menyusun program-program pengembangan Koperasi.
Berkat
kerja keras Jawatan Koperasi, perkembangan koperasi mendapat dukungan penuh
dari masyarakat. Sampai tahun 1959, koperasi dapat dikatakan berkembang cukup
pesat. Namun karena adanya sistem demokrasi liberal, keberadaan
koperasi menjadi terombang-ambing karena koperasi cenderung dimanfaatkan
sebagai alat politik.
Ketika
Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959, maka keberadaan koperasi
terpaksa disesuaikan dengan kebijakan politik pemerintah di masa itu.
pemberlakuan kembali UUD 1945 menggantikan UUDS 1950 membuat pemerintah
merberlakukan PP No.60/1959 sebagai ganti UU No.79/1958 karena UU tersebut merupakan
turunan dari UUDS 1950 yang sudah tidak berlaku lagi.
Dalam
PP No.60/1959 fungsi koperasi dinyatakan sebagai alat untuk melaksanakan
praktik ekonomi terpimpin. Pemberlakuan PP ini membuat koperasi berkembang
pesat karena banyaknya bantuan Pemerintah dan dipermudahnya syarat pendirian
koperasi. Namun kondisi tersebut tidak bertahan lama. Ketika Pemerintah
menerbitkan UU No 14/1965, perkembangan koperasi kembali memburuk. Di masa ini
koperasi identik dengan alat bagi kepentingan kelompok tertentu.
Ketika
Orde Baru berkuasa, koperasi kembali mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Pemerintah Orde Baru memberlakukan UU No. 12/1967 sebagai ganti UU No. 14/1965.
Pemberlakuan UU baru ini disusul dengan rehabilitasi koperasi sehingga banyak
koperasi yang kemudian membubarkan diri karena tidak mampu menyesuaikan diri
dengan UU tersebut.
Perlahan
tapi pasti, pemberlakuan UU No 12/1967 membuat koperasi menjadi berkembang.
Pada masa ini, perkembangan koperasi ditandai dengan terbentuknya Koperasi Unit
Desa (KUD). Di samping itu, pengembangan koperasi juga diintegrasikan dengan
pembangunan di bidang-bidang lain.
Hasilya,
jumlah koperasi menjadi meningkat. Bila pada akhir Pelita I jumlah koperasi
mencapai 13.523 buah, maka di akhir Pelita V jumlahnya menjadi 37.560 buah.
Peningkatan tersebut juga diikuti dengan peningkatan jumlah angggota koperasi
dari 2,5 juta orang pada akhir Pelita I menjadi 19 juta orang pada akhir Pelita
V.
Untuk
meningkatkan kemandirian koperasi, Pemerintah Orba membuat UU No. 25/1992 sebagai
ganti UU No. 12/1967. Dengan berlakunya UU No. 25/1992, maka terjadi
perubahan mendasar dalam hal koperasi,baik dari segi pengertian maupun pada
aspek pengelolaannya.
Pengembangan
koperasi terus berlanjut hingga masa reformasi. Hal tersebut akan diuraikan
pada Bab II.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana peran koperasi di era reformasi?
2. Bagaimana upaya dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan koperasi di
2. Bagaimana upaya dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan koperasi di
Era
reformasi?
3. Bagaimana keadaan sekaligus perkembangan koperasi
di era reformasi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui peran koperasi di era reformasi
2. Mengetahui upaya dan kebijakan pemerintah dalam
pengembangan koperasi di
Era
reformasi
3. Mengetahui perkembangan koperasi di era reformasi
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1. Peran
Koperasi di Era Reformasi
Dalam
era reformasi pemberdayaan ekonomi rakyat kembali diupayakan melalui pemberian
kesempatan yang lebih besar bagi usaha kecil dan koperasi. Untuk tujuan
tersebut seperti sudah ditetapkan melalui GBHN Tahun 1999.
Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung pengembangan usaha kecil, berfungsi sebagai sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannya pembagian pendapatan yang mungkin terjadi, sebagai ekses dari kesalahan paradigma pembangunan di masa lalu.
Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung pengembangan usaha kecil, berfungsi sebagai sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannya pembagian pendapatan yang mungkin terjadi, sebagai ekses dari kesalahan paradigma pembangunan di masa lalu.
Untuk
mengetahui peran yang dapat diharapkan dari koperasi dalam rangka penyembuhan
perekonomian nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi
telah diakui sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta
mewujudkan pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum
sepenuhnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang
mengarah pada pasar bebas.
Demikian juga kebijaksanaan pembinaan koperasi selama ini yang menempatkan koperasi sebagai kepanjangan tangan pemerintah terutama dalam mendukung program-program pembangunan di bidang pertanian secara bertahap harus dilepaskan.
Untuk tujuan tersebut maka diperlukan pendekatan melalui lembaga kemasyarakatan yang mandiri dan berakar di masyarakat seperti Koperasi Pondok Pesantren yang bertujuan terutama untuk melepaskan koperasi dari keterikatannya pada program pemerintah. Walaupun demikian peran pemerintah dalam mendukung pembangunan koperasi masih tetap diperlukan, tetapi hanya sebatas fasilitator dan regulator khususnya dalam menciptakan iklim usaha yang sehat.
Demikian juga kebijaksanaan pembinaan koperasi selama ini yang menempatkan koperasi sebagai kepanjangan tangan pemerintah terutama dalam mendukung program-program pembangunan di bidang pertanian secara bertahap harus dilepaskan.
Untuk tujuan tersebut maka diperlukan pendekatan melalui lembaga kemasyarakatan yang mandiri dan berakar di masyarakat seperti Koperasi Pondok Pesantren yang bertujuan terutama untuk melepaskan koperasi dari keterikatannya pada program pemerintah. Walaupun demikian peran pemerintah dalam mendukung pembangunan koperasi masih tetap diperlukan, tetapi hanya sebatas fasilitator dan regulator khususnya dalam menciptakan iklim usaha yang sehat.
Usaha
kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) merupakan kelompok usaha ekonomi yang
penting dalam perekonomian indonesia. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah
dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya
serap angkatan kerja yang signifikan. Oleh karena kesenjangan pendapatan yang
cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah
dan koperasi (UKMK), pengembangan daya saing UKMK, secara langsung merupakan
upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus
mempersempit kesenjangan ekonomi.
Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengusaha besar hanya 0,2% sedangkan
Pengusaha Kecil, menegah dan koperasi mencapai 99,8%. Ini berarti jumlah usaha
kecil, menegah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha
besar. Persoalannya kontribusi UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha
besar mencapai 60,2%.
Terhadap
pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan
kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan
pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar
sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Hal tersebut menunjukkan dua sekaligus,
yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor UKMK.
Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi perhatian
khusus.
2. Upaya dan
kebijakan pemerintah dalam pengembangan koperasi di era reformasi
Pemerintah
di negara-negara sedang berkembang pada umumnya turut secara aktif dalam upaya
membangun koperasi. Keikutsertaan pemerintah negara-negara sedang berkembang
ini, selain didorong oleh adanya kesadaran untuk turut serta dalam membangunkan
koperasi, juga merupakan hal yang sangat diharapkan oleh gerakan koperasi. Hal
ini antara lain didorong oleh terbatasnya kemampuan koperasi di negara sedang
berkembang, untuk membangun dirinya atas kekuatan sendiri (Baswir,2000)
Di era
reformasi, kebijakan pengembangan koperasi menjadi tanggung jawab Kementrian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Mengacu pada Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 09/M/2005 tanggal 31 Januari 2005 bahwa kedudukan Kementerian
Koperasi dan UKM adalah unsur pelaksana pemerintah dengan tugas membantu
Presiden untuk mengkoordinasikan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan pemberdayaan Koperasi dan UMKM di Indonesia. Tugas Kementerian
Koperasi dan UKM adalah merumuskan kebijakan dan mengkoordinasikan perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan serta pengendalian pemberdayaan koperasi dan UMKM di
Indonesia.
Dalam
rencana strategis tahun 2004-2009 Kementerian Koperasi dan UMKM memiliki
tujuan:
1. Mewujudkan kondisi yang mampu
menstimulan, mendinamisasi dan memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya 70.000
(tujuh puluh ribu) unit koperasi yang berkualitas usahanya dan 6.000.000 (enam
juta) unit usaha UMKM baru.
2. Menumbuhkan iklim usaha yang
kondusif bagi pengembangan usaha koperasi dan UMKM pada berbagai tingkatan
pemerintahan,
3. Meningkatkan produktivitas, daya
saing dan kemandirian koperasi dan UMKM di pasar dalam dan luar negeri,
4. Mengembangkan sinergi dan peran
serta masyarakat dan dunia usaha dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM,
5. Memberikan pelayanan publik yang
berkualitas, cepat, tepat, transparan dan akuntabel.
Pengembangan
koperasi sejati merupakan salah satu wahana untuk mewujudkan adanya demokrasi
ekonomi di Indonesia. Strategi ini bertujuan mewujudkan 70.000 unit koperasi
yang berkualitas sampai dengan tahun 2009. Untuk itu, perlu upaya
menyempurnakan Undang-undang Perkoperasian, meningkatkan administrasi dan
pengawasan badan hukum koperasi, pemberian bimbingan dan kemudahan kepada
koperasi, serta perlindungan kepada koperasi, dan perlindungan publik terhadap
kegiatan usaha koperasi. Strategi pengembangan kelembagaan koperasi terdiri
dari:
a. Kebijakan Peningkatan Administrasi dan Pengawasan
Pemberian Badan Hukum (BH) Koperasi
Kebijakan
ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan ketertataan dan ketertiban
administrasi pemberian badan hukum koperasi, serta pengawasan pemberian badan
hukum koperasi oleh daerah melalui tugas perbantuan, dan pengawasan kegiatan
koperasi untuk meningkatkan akuntabilitasnya.
b. Kebijakan Peningkatan Penerapan Jatidiri Koperasi
Penerapan
jatidiri koperasi merupakan roh dari proses pengembangan koperasi sejati, yang
dilakukan melalui: pengembangan organisasi dan manajemen koperasi, peningkatan
kualitas keanggotaan koperasi, penyempurnaan AD/ART koperasi dan pemberdayaan
gerakan koperasi agar mampu memperjuangkan kepentingan anggotanya.
c. Kebijakan Pengembangan Usaha Koperasi
Pengembangan
usaha koperasi dilakukan melalui upaya pemantapan identitas koperasi sebagai
badan usaha yang berazaskan kekeluargaan, pengembangan kerjasama usaha,
pengembangan usaha koperasi yang berbasis sumberdaya lokal dan peningkatan daya
saing koperasi, serta klasifikasi koperasi.
d. Kebijakan Perlindungan Kepada Koperasi
Tugas
pemerintah dalam pengembangan koperasi adalah menumbuhkan iklim dan kondisi
yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi, memberikan perlindungan
kepada koperasi melalui pemberian kemudahan dan bimbingan dalam berusaha, serta
melindungi publik dari aktivitas koperasi yang merugikan masyarakat.
Perlindungan kepada koperasi dan publik ini memerlukan peran serta masyarakat,
sehingga diperlukan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
kewirakoperasian.
Selain itu,
Kementerian Koperasi dan UMKM juga menyusun program pengembangan kelembagaan
koperasi. Program ini bertujuan mewujudkan 70.000 unit koperasi yang berkualitas
yang mampu melayani lebih dari 20 juta anggota koperasi secara berkelanjutan,
sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai dasar koperasi.
Program Kemenkop dan UMKM juga
mencakup bidang legislasi. Program ini bertujuan menyempurnakan Undang-undang Nomor
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil agar mampu mendukung dinamika pemberdayaan KUMKM di
Indonesia pada masa mendatang. Program penyempurnaan Undang-undang Koperasi dan
Usaha Kecil, antara lain mencakup:
- Melakukan inventarisasi masalah untuk menyempurnakan RUU Koperasi dan RUU UMKM.
- Melaksanakan pembahasan dengan intansi terkait dan DPR-RI untuk mewujudkan RUU Koperasi dan RUU UMKM menjadi Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM.
- Melaksanakan sosialisasi Undang-undang Koperasi dan UMKM yang telah disahkan oleh DPR dan Pemerintah kepada stakeholders di seluruh Indonesia.
- Memfasilitasi gerakan koperasi dan UMKM menyesesuaikan dengan Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM yang baru.
- Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM yang telah disahkan
Hasil
dari program legislasi tersebut adalah diberlakukannya UU No. 17 tahun 2012
sebagai pengganti dari UU No.25 tahun 1992. Selain itu, Sesuai dengan Peraturan
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah ( Permen KUKM ) NOMOR :
02/Per/M.KUKM/IV/2012 tentang Penggunaan Lambang Koperasi Indonesia , maka
mulai tanggal 17 April 2012 telah terjadi penggantian lambang koperasi.
Pada Pasal 2 tertulis bahwa :
"Bagi Gerakan Koperasi diseluruh Indonesia agar
segera menyesuaikan penggunaan lambang koperasi Indonesia, sebagaimana pada
Lampiran Peraturan Menteri ini."
Pada Pasal 3 tertulis :
"Bagi koperasi yang masih memiliki kop surat dan
tatalaksana administrasi lainnya dengan menggunakan lambang koperasi Indonesia
yang lama, diberi kesempatan selambat-lambatnya pada tanggal 12 Juli 2012 telah
menyesuaikan dengan lambang koperasi Indonesia yang baru."
Dan pada pasal 6 tertulis bahwa :
"Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ini maka
Lambang Koperasi yang lama dinyatakan tidak berlaku."
3.
Perkembangan Koperasi di Era Reformasi
Setelah
pemerintahan Orde Baru tumbang dan digantikan oleh reformasi, perkembangan
koperasi mengalami peningkatan. Dalam era
reformasi pemberdayaan ekonomi rakyat kembali diupayakan melalui pemberian
kesempatan yang lebih besar bagi usaha kecil dan koperasi. Untuk tujuan
tersebut seperti sudah ditetapkan melalui GBHN Tahun 1999.
Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung pengembangan usaha kecil, sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannya pembagian pendapatan yang mungkin terjadi.
Untuk mengetahui peran yang dapat diharapkan dari koperasi dalam rangka penyembuhan perekonomian nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi telah diakui sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum sepenuhnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada pasar bebas.
Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung pengembangan usaha kecil, sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannya pembagian pendapatan yang mungkin terjadi.
Untuk mengetahui peran yang dapat diharapkan dari koperasi dalam rangka penyembuhan perekonomian nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi telah diakui sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum sepenuhnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada pasar bebas.
Pembangunan
koperasi mengalami kemajuan yang cukup mengembirakan pada periode 2000 – 2003,
jika diukur dengan jumlah koperasi, jumlah anggota, aktiva dan volume usaha.
Pertumbuhan jumlah koperasi meningkat dari 103.077 unit pada tahun 2000 menjadi
123.162 unit pada tahun 2003, atau meningkat 19,49%. Jumlah koperasi yang telah
melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT) mengalami peningkatan seiring dengan
pertumbuhan jumlah koperasi. Jumlah koperasi yang melaksanakan RAT pada tahun
2000 sebanyak 36.283 unit meningkat menjadi 44.647 unit.
Jumlah
anggota koperasi pada tahun 2003 sebanyak 27,28 juta orang, meningkat 4,42 juta
atau 19,35% dari tahun 2000 sebanyak 22,85 juta orang. Periode pertambahan
jumlah anggota koperasi relatif besar terjadi pada periode 2002 – 2003 yang
meningkat lebih dari 3,279 juta orang. Hal ini diduga akibat meningkatnya kemampuan
koperasi memberikan layanan, terutama kegiatan simpan pinjam dengan efektifnya
dana bergulir untuk koperasi. Koperasi mampu menyerap tenaga kerja sebanyak
226.954 orang yang terdiri dari 25.493 orang manajer dan 201.461 orang karyawan
pada tahun 2003 atau tumbuh 3,37% dari 219.559 orang pada tahun 2000.
Volume
usaha koperasi pada tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 37,02% menjadi Rp
31.682,95 miliar dari volume usaha koperasi pada tahun 2000 sebesar Rp
23.122,15 miliar. Volume usaha koperasi ini setara dengan 7% dari volume usaha
menengah di Indonesia. Modal sendiri koperasi mengalami peningkatan yang sangat
signifikan (38,12%) selama periode 2000 – 2003. Modal luar juga mengalami
peningkatan yang pesat sebesar 20,71% selama periode yang sama. Peningkatan
modal luar ini diduga sebagian berasal dari dana bergulir yang difasilitasi
oleh pemerintah (MAP, subsidi BBM dan lain-lain). Stimulan dana bergulir ini
terbukti mampu meningkatkan partisipasi anggota untuk bertransaksi dengan
koperasi dan meningkatkan partisipasi anggota dalam permodalan koperasi.
Pertumbuhan
sisa hasil usaha koperasi sebesar 168,59% pada periode 2000 – 2003 menunjukkan
angka yang mengembirakan, hal ini mengakibatkan profitabilitas koperasi yang
diukur dengan rasio profitabilitas modal sendiri meningkat dari 10,18% menjadi
19,79% pada tahun 2003. Hal ini menunjukkan fasilitasi dan dukungan pemerintah
dapat meningkatkan produktivitas dan profitabilitasnya serta meningkatkan
layanan koperasi kepada anggotanya.
Selama
periode 2000 – 2003, secara umum koperasi mengalami perkembangan usaha dan
kelembagaan yang mengairahkan. Namun demikian, koperasi masih memiliki berbagai
kendala untuk pengembangannya sebagai badan usaha, yaitu:
- rendahnya partisipasi anggota yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai perputaran koperasi per anggota yang kurang dari Rp.100.000,00 per bulan dan rendahnya simpanan anggota yang kurang dari Rp.345.225,00,
- efisiensi usaha yang relatif rendah yang ditunjukkan dengan tingkat perputaran aktiva yang kurang dari 1,3 kali per tahun
- rendahnya tingkat profitabilitas koperasi
- citra masyarakat terhadap koperasi yang menganggap sebagai badan usaha kecil dan terbatas, serta bergantung pada program pemerintah
- kompetensi SDM koperasi yang relatif rendah
- kurang optimalnya koperasi mewujudkan skala usaha yang ekonomis akibat belum optimalnya kerjasama antar koperasi dan kerjasama koperasi dengan badan usaha lainnya. Hal-hal di atas perlu memperoleh perhatian dalam pembangunan usaha koperasi pada masa mendatang.
Pada
tahun-tahun berikutnya jumlah koperasi di Indonesia terus mengalami
peningkatan. Data dari Kementrian Koperasi dan UMKM menyebutkan bahwa di tahun
2007 ada 149.943 unit koperasi dan koperasi aktifnya berjumlah 104.999
(70,02%). Pada tahun ini, jumlah anggota yang tercatat masuk koperasi adalah
28.888.067 orang.
Namun
di tahun 2008, jumlah anggota koperasi mengalami penurunan menjadi 27.318.619
orang. Adapun jumlah koperasi mengalami peningkatan sebanyak 3,45% dari tahun
sebelumnya menjadi 154.964 koperasi yang terdiri dari 108.930 koperasi aktif
dan 46.304 koperasi pasif.
Tahun
2009-2013 jumlah koperasi di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat.
Data sampai Juni 2013 menyebutkan jika jumlah koperasi saat ini mencapai
200.808 buah dan memiliki anggota sebanyak 34.685.145 orang.
Tahun
|
Jumlah
koperasi
|
Aktif
|
Tidak
aktif
|
Jumlah
anggota
|
2009
|
170.411
|
120.473
|
49.938
|
29.240.271
|
2010
|
177.482
|
124.855
|
52.627
|
30.461.121
|
2011
|
188.181
|
133.666
|
54.515
|
30.849.913
|
2012
|
194.295
|
139.321
|
54.974
|
33.869.439
|
2013 (s.d
Juni)
|
200.808
|
142.387
|
58.421
|
34.685.145
|
Sumber: Kementrian Koperasi dan UMKM
Tabel diatas menunjukkan bahwa koperasi mengalami perkembangan. Akan tetapi, peningkatan jumlah koperasi juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas koperasi. Selain itu, peningkatan jumlah koperasi yang tidak aktif harus disikapi secara bijaksana oleh Pemerintah. Upaya-upaya untuk mendorong perkembangan koperasi harus terus dilakukan pemerintah agar koperasi dapat bersaing di era ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dan Saran
Perkembangan koperasi tidak lepas
dari peran pemerintah. Semenjak era kemerdekaan, permerintah berusaha
mengembangkan koperasi dengan membuat sejumlah program dan payung hukumnya.
Ketika orde lama berganti dengan orde baru, pengembangan koperasi yang dominan
adalah Koperasi Unit Desa.
Di era ini, peran pemerintah sangat
diharapkan agar koperasi mampu bersaing dengan badan usaha lain. pemerintah
harus terus memberikan pendampingan kepada koperasi dan juga membuat program
yang pro koperasi.
Daftar
Pustaka
Soesilo, Iskandar. 2008. Dinamika Gerakan Koperasi Indonesia. Jakarta:
Jembooks
Baswir,Refrisond. 2000. Koperasi Indonesia.
Yogyakarta: BPFE
No comments:
Post a Comment