Songs

Sunday, December 8, 2013

Ardi Syahrial



KAJIAN SOSIAL-EKONOMI PELABUHAN PANARUKAN DI KECAMATAN PANARUKAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 1807-1811

MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian
Yang dibimbing oleh Ibu Indah W. P. Utami, S. Pd, S. Hum, M. Hum

oleh
Ardi Syahrial
110731435520


PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kabupaten Situbondo adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten tersebut terletak di pesisir utara Pulau Jawa yang dikelilingi oleh perkebunan tebu, tembakau, hutan lindung Baluran dan lokasi usaha perikanan. Dengan letaknya yang strategis, di tengah jalur transportasi darat Jawa-Bali kegiatan perekonomiannya tampak terjaga (hidup). Kabupaten Situbondo mempunyai pelabuhan Panarukan yang terkenal sebagai ujung timur dari jalan raya Anyer-Panarukan di pulau Jawa yang dibangun oleh Daendels pada era kolonial Belanda.
Panarukan merupakan pelabuhan yang strategis karena terletak di sebelah Pantai Utara Jawa Timur dan sebagai salah satu bandar kuna yang telah mempermainkan peranannya sejak berabad-abad yang lampau. Pada masa Kerajaan Majapahit Panarukan sangat terkenal sebagai kota pelabuhan di ujung timur Pulau Jawa. Selain diketahui bahwa Hayam Wuruk pernah mengunjungi Panarukan pada tahun 1359 Masehi. Panarukan mempunyai kedudukan lebih penting karena terletak pada tepi jalan perdagangan yang lebih ramai. Ini mungkin menjadi alasan mengapa raja dan petinggi-petinggi Kerajaan Majapahit sering singgah di Panarukan.
Panarukan berkembang dengan pesat karena surplus wilayah belakang yang merupakan penghasil ekspor, seperti tembakau, kopi dan tebu. Dengan berkembangnya Panarukan yang begitu pesat sehingga pada akhirnya pusat pemerintahan berpindah ke Kabupaten Panarukan dengan Raden Tumenggung Aryo Soeryo Amijoyo (1858 - 1872) sebagai Bupati Pertama.
Dalam penelitian tersebut, peneliti mengangakat judul tentang KAJIAN SOSIAL-EKONOMI PELABUHAN PANARUKAN DI KECAMATAN PANARUKAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 1807-1811. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang fungsi Pelabuhan Panarukan dan dampak bagi masyarakat sekitar pelabuhan Panarukan tahun 1807-1811.
1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana kondisi kehidupan masyarakat Panarukan tahun 1807-1811?
2.      Bagaimana fungsi Pelabuhan Panarukan pada era kekuasaan Belanda?

1.3         Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui kondisi  kehidupan masyarakat Panarukan tahun 1807-1811.
2.      Untuk mengetahui fungsi Pelabuhan Panarukan pada era kekuasaan Belanda

1.4         Metode Penelitian
Metode pelaksanaan penelitian ini melalui beberapa prosedur yang dijabarkan sebagai berikut:
1.      Melakukan observasi di tempat penelitian yaitu Pelabuhan Panarukan.
2.      Pencarian informasi lewat narasumber yang bersangkutan, seperti masyarakat sekitar Pelabuhan Panarukan.
3.      Mencari sumber pustaka yang cocok untuk penelitian tersebut serta mencari penelitian terdahulunya yang temanya sama dengan penelitian ini.
4.      Mengnalisis data-data yang sudah diterima dari narasumber dan sumber pustaka.
5.      Membuat laporan penelitian.
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi  kehidupan masyarakat Panarukan tahun 1807-1811.
Menurut Bintarto (1968:33) menjelaskan bahwa pelabuhan mempunyai 4 arti, yaitu:
·         Arti ekonomis, karena pelabuhan mempunyai fungsi sebagai tempat ekspor impor dan kegiatan ekonomi lainnya yang saling berhubungan sebab akibat.
·         Arti budaya, karena pelabuhan menjadi tempat pertemuan berbagai bangsa sehingga kontak-kontak sosial budaya dapat terjadi dan berpengaruh terhadap masyarakat setempat.
·         Ari politis, karena pelabuhan mempunyai nilai ekonomis dan merupakan urat nadi negara, maka harus dipertahankan.
·         Arti geografis, karena keterkaitannya dengan lokasi dan syarat-syarat dapat berlangsungnya suatu pelabuhan.
Dari hasil penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pelabuhan berperan sebagai pusat ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan laju arus barang dan manusia.
Kehidupan masyarakat panarukan pada masa pemerintahan kolonial Belanda tergantung pada pelabuhan Panarukan karena di pelabuhan tersebut tempat bagi kapal-kapal yang singgah dan berinteraksi tentang barang dagang yang mereka punya. Pelabuhan Panarukan tersebut didirikan oleh salah seorang Ondemer terkemuka di kawasan Besuki yakni George Birnie pada tahun 1890-an dengan nama Maactschappij Panaroekan. Pelabuhan Panarukan tersebut pada saat sekarang kondisinya memprihatinkan, karena fungsi pelabuhan dialihkan ke Probolinggo dan Banyuwangi, sehingga banyak tinggalan arkeologis di pelabuhan Panarukan yang dibongkar seperti gudang induk, kantor Djakarta Llyod dan gudang-gudang yang lainnya. Bangunan yang tersisa hanya berupa dermaga kuno, gudang-gudang dan mercusuar. Pada masa dahulu terdapat "tanggang lanjang" yaitu tempat rel trem atau kereta kecil yang menjorok ke laut. Fungsi rel trem tersebut adalah untuk mengangkut barang dari gudang penyimpanan ke perahu-perahu sebelum diangkut ke luar negeri oleh kapal besar. Bangunan ini panjangnya mencapai 550 M dan lebar 11 M. Bangunan ini terbuat dari bahan beton untuk bagian bawah, sedangkan bagian atas terbuat dari kayu. Pada bagian tengah terdapat rel besi tempat jalan trem pangangkut barang. Selain itu di pinggir pantai terdapat bangunan menara atau mercu suar yang berfungsi sebagai sinyal atau tanda pelayaran. Letaknya di tepi pantai kawasan pelabuhan. Mercu suar tua ini hingga sekarang masih ada, dibuat dari kontruksi besi. Adapun mercu suar itu adalah sebagai tanda kedudukan pelabuhan Panarukan. Tinggi menara ini sekitar 50 M dengan lebar 8 M. Untuk menyinari menara tersebut pada jaman dahulu dipergunakan karbit namun sekarang menggunakan lampu listirk. Di sebelah kanan menara terdapat bekas bangunan kolonial yang berupa perkantoran dan menjadi gedung induk Maasctschappij Panaroekan yang terbuat dari batu bata. Di sebelah kanan dan kiri bangunan induk ini terdapat puluhan gudang tempat penimbunan barang hasil perkebunan sebelum dikirim ke luar negeri. Pada masa Belanda dibangun rel kereta api dari stasiun sampai pelabuhan, bahkan di sebelah kanan dermaga dulunya ada rel sampai ujung dermaga. Setelah pelabuhan Panarukan mengalami kemunduran, rel tersebut dicabut bahkan sampai ke stasiun.
Fungsi keberadaan jalur kereta api di Panarukan tersebut adalah untuk memperlancar distribusi barang. Stasiun Kereta Api di Panarukan dibangun oleh Belanda sekitar tahun 1890-an. Struktur bangunan Stasiun Kereta Api Panarukan terdiri atas tiga bagian pertama adalah tempat administrasi, bagian kedua merupakan ruang tunggu penumpang, sedangkan bagian ketiga merupakan tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api. Jalur kereta api ini merupakan alat transportasi penting bagi pelabuhan Panarukan untuk mengangkut tembakau dari Jember dan Bondowoso ke pelabuhan di Panarukan.
Pelabuhan Panarukan erat hubungannya dengan aktivitas dan juga perkembangan PT. Djakarta Lloyd sub. Cabang Panarukan yang dahulu bernama Panaroekan Maatscappij. Perusahaan tersebut didirikan pada tahun 1886. Maka sejak tahun pendirian tersebut pelabuhan Panarukan sudah dikenal pasaran dunia atau Eropa melalui ekspor komoditi gula, kopi, tembakau, karet dan jagung.
Untuk menunjang berlangsungnya kegiatan perdagangan maka di pelabuhan Panarukan tersebut dilengkapi dengan berbagai sarana pendukung. Pemerintah kolonial mempersiapkan sarana dan prasarana pelabuhan antara lain dibangunnya dermaga, alat Derek (alat pengangkut), lori, gudang-gudang pemerintah dan milik swasta, serta gudang-gudang garam. Pemerintah juga menyediakan berbagai kebutuhan kapal, akomodasi, air bersih, tempat penumpukan untuk barang-barang impor-ekspor, parkiran, menyambung rel kereta api, dan menyediakan gerbong-gerbong, menyambung pipa air, bahan bakar, kabel-kebel listrik, menyediakan tongkang-tongkang, galangan kapal, tempat timbangan umum, penginapan, rumah sakit, dan lain-lain. Untuk mendukung kelancaran administrasi pelabuhan, pemerintah membangun kantor bernama Djakarta Lyiod. Dari persiapan tersebut tampak bahwa Panarukan berfungsi sebagai pelabuhan tempat menyalurkan barang-barang ke berbagai.
Sejak awal abad XIX pihak pemerintah kolonial menerapkan kebijakan ekonomi the system of onterprice (sistem pembangunan perusahaan atau Industri). Kebijakan tersebut berfungsi sebagai pengganti dari the cultivation system (sistem pengolahan bahan). Dampak kebijakan politik ekonomi itu menyebabkan banyak berdirinya perusahaan perkebunan. Salah satu daerah yang berkembang sebagai akibat kebijakan itu ialah daerah Bondowoso dan Jember. Kedua daerah ini terletak di bagian pedalaman yang cocok untuk penanaman komoditi ekspor. Namun pada waktu itu permasalahan utama yang dihadapi oleh perusahaan perkebunan ialah sulitnya mengangkut hasil perkebunan ke luar negeri, karena kedua daerah tersebut jauh dari pelabuhan. Untuk mengatasi masalah tersebut George Bernie, yaitu pemilik NV LMOD (Landbouw Maatschappij Oude Djember) sebagai salah seorang penguasa perkebunan terbesar di daerah Panarukan berinisiatif untuk membangun pelabuhan di Panarukan dan jalur kereta api Jember-Bondowoso-Panarukan. Gagasan untuk membangun pelabuhan Panarukan terealisasi pada tahun 1897 dan jalur kereta api Jember-Bondowoso-Panarukan yang berjarak 98 km dibuka pada tanggal 1 Oktober 1987. Untuk itu Bernie bekerjasama dengan Stoomvaart Matscapien Nederlandsch dengan mendirikan Maatscappij Panaroekan. Sejak berdirinya perusahaan pelabuhan tersebut semua hasil perkebunan yang berasal dari Bondowoso, Jember, Banyuwangi, dan Panarukan sendiri ditimbun di gudang-gudang di sekitar pelabuhan kemudian diangkut dari pelabuhan Panarukan ke luar negeri terutama ke Bremen (Jerman) dan Rooterdam (Belanda).
Masyarakat di daerah Panarukan dan sekitarnya bersifat heterogen. Permukiman suku-suku bangsa Nusantara maupun bangsa lain tumbuh dan telah berkembang sejak zaman dulu. Pada saat sekarang yang ada hanya perkampungan Cina, yang berada di tanjung Pecinan. Namun demikian dalam komposisi nampak sekali bahwa penduduk pribumi yang terdiri dari orang Jawa dan Madura tetap merupakan mayoritas. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelabuhan Panarukan adalah salah satu tempat keluar masuk suku-suku bangsa dari luar Indonesia dan bertempat tinggal di sekitar Pelabuhan Panarukan tersebut.
Potensi penduduk di sekitar pelabuhan Panarukan yang menjadi seumber daya sangat besar pengaruhnya terhadap daya dukung bagi pelabuhan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan, pola pemukiman penduduk sekitar cenderung mengelompok berdasarkan profesi. Hal tersebut yang menjadi daya dukung bagi pelabuhan bahwa sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan. Jadi kegiatan penduduk sangat berpengaruh pada aktifitas pelabuhan. Hal tersebut disebabkan karena sebagian penduduk berprofesi sebagai kuli bongkar dan pedagang. Hal tersebut yang telah memberikan gambaran bahwa  kuatnya sektor pertanian yang sejak dulu merupakan basis kekuatan masyarakat dalam menggerakkan sektor ekonomi bangsa Indonesia.
Sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian termasuk para nelayan, perdagangan, dan jasa lain. Pada bidang pertanian, penduduk setempat berperan sebagai penyedia kebutuhan pokok baik dari hasil tani maupun hasil laut. Sedangkan penduduk sebagai pedagang berperan sebagai penggerak barang yang dibutuhkan bagi masyarakat setempat atau masyarakat yang datang dari wilayah lain, seperti Pulau Madura dan sekitarnya.
Kegiatan masyarakat yang demikian dapat memudahkan kegiatan ekonomi. Melalui pelabuhan Panarukan karena penduduk setetmpat berperan dalam penyedia kebutuhan pokok yang dibutuhkan bagi pedagang dari daerah lain mengingat sebagian besar penumpang yang singgah di pelabuhan adalah pedagang dengan pendapatan rata-rata di atas 1 juta.

2.2 Fungsi Pelabuhan Panarukan Pada Era Kekuasaan Belanda
Pelabuhan seacara umum dapat diartikan sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal yang akan melakukan bongkar muat barang, penumpang, atau hanya sekedar singgah saja. Kawasan di pelabuhan menjadi tempat strategis untuk menjembatani suatu interaksi wilayah dan mobilitas barang yang diharapkan mampu menaikkan taraf hidup masyarakat di sekitarnya. Potensi dan kontribusi pelabuhan yang dikhususkan pada skala regional Jawa Timur dalam kancah pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dikawasan sekitarnya belum diketahui secara pasti. Menurut Keputusan Perhubungan No. 53 tahun 2002 tentang tatanan kepelabuhan dijelaskan bahwa “Kepelabuhan nasional adalah pelabuhan pengumpan primer yang berperan sebagai pengumpan pelabuhan nasional, bahkan pelabuhan internasional. Pelabuhan regional juga berperan sebagai tempat alih penumpang dan barang dari dan ke pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpan, serta berperan melayani angkutan laut antar kabupaten/kota dalam propinsi”.
Panarukan adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Situbondo yang mempunyai sejarah penting pada masa kolonial Belanda. Letak Kabupaten Situbondo tersebut berada di sebelah Utara yang berbatasan dengan Selat Madura, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi, serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Luas wilayah Kabupaten Situbondo adalah sekitar 1.638,50 Km. Hampir keseluruhan terletak di pesisir pantai dari Barat ke Timur, bentuknya memanjang kurang lebih 140 km. Lokasi pelabuhan Panarukan terletak pada posisi 07041 ‘30” LS dan 11,3056’30” BT, sedangkan secara relatif lokasi pelabuhan tersebut berada pada jalur transportasi Pantai Utara Surabaya-Bali dan dekat dengan Pulau Madura dan sekitarnya.
            Nama Panarukan tersebut diberikan oleh bangsa portugis yang singgah di daerah Panarukan. Pernyataan tersebut di jelaskan pada buku yang berjudul Quo Vadis: Hari Jadi Kabupaten Situbondo (2008:147) yang menjelaskan bahwa “….oleh karena kota kecil ini menjadi tempat menaruh (penarukan) barang orang-orang portugis, maka lama-lama kota kecil ini diberi nama penarukan. Orang-orang disana lalu biasa menamakan kota Poerbosari itu kota Penarukan atau Panaroekan”.
Sejak abad XVI Panarukan sudah berfungsi sebagai salah satu kota pelabuhan terkemuka di Jawa Timur. Fungsi pelabuhan Panarukan semakin terlihat pada sekitar abad XIX. Pada saat itu daerah Jember dan Bondowoso dijadikan sebagai sentra area penanaman cash crop production, yang dikhususkan pada tanaman tembakau, kopi, tebu dan produk-produk perkebunan yang lain. Di pelabuhan Panarukan tersebut digunakan sebagai tempat untuk menimbun, menyimpan dan mengangkut hasil perkebunan ke luar negeri.
Kondisi pelabuhan Panarukan pada masa kolonial Belanda bertolak belakang dengan perkembangan pelabuhan panarukan pada masa sekarang. Sejak bebarapa tahun terakhir pelabuhan Panarukan tersebut hanya tinggal nama karena fungsinya mulai terlupakan. Faktor yang melatarbelakangi mundurnya fungsi pelabuhan panarukan adalah sebagai berikut:
1.      Kedalaman laut yang semakin tinggi, kondisi pelabuhan juga didukung oleh faktor geografis baik fisik ataupun non fisik. Bintarto (1968:33) menyatakan bahwa “….pelabuhan mempunyai arti geografis karena keterkaitannya”.
2.      Kuantitas kapal, kapal yang merapat di pelabuhan ini tidak lebih dari 10-15 orang di tambah muatan barang dagang.
3.      Fasilitas pelabuhan yang tidak mendukung, contohnya tidak ada lokasi ruang tunggu, loket yang tidak berfungsi, toilet, tempat ibadah, gudang-gudang yang telah dibongkar, kondisi dermaga yang kurang luas dan tidak terawat, dan fasilitas produksi lainnya masih kurang.
4.      Stasiun kereta api yang sudah tidak berfungsi,
5.      Semakin banyak angkutan darat lintas wilayah.

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
            Panarukan adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Situbondo yang mempunyai sejarah penting pada masa kolonial Belanda. Nama Panarukan tersebut diberikan oleh bangsa portugis yang singgah di daerah Panarukan yang berfungsi sebagai tempat untuk menimbun, menyimpan dan mengangkut hasil perkebunan ke luar negeri.
Kehidupan masyarakat panarukan pada masa pemerintahan kolonial Belanda tergantung pada pelabuhan Panarukan karena di pelabuhan tersebut tempat bagi kapal-kapal yang singgah dan berinteraksi tentang barang dagang yang mereka punya. Sejak tahun 1886 pelabuhan Panarukan sudah dikenal pasaran dunia atau Eropa melalui ekspor komoditi gula, kopi, tembakau, karet dan jagung. Sejak awal abad XIX pihak pemerintah kolonial menerapkan kebijakan ekonomi the system of onterprice (sistem pembangunan perusahaan atau Industri). Kebijakan tersebut berfungsi sebagai pengganti dari the cultivation system (sistem pengolahan bahan). Dengan adanya kapal-kapal eropa yang singgah di Pelabuhan Panarukan, maka masyarakat di daerah Panarukan dan sekitarnya bersifat heterogen. Permukiman suku-suku bangsa Nusantara maupun bangsa lain tumbuh dan telah berkembang sejak zaman dulu.

3.2 SARAN
 Setelah melihat kondisi pelabuhan Panarukan yang terlihat sangat tidak baik dibandingkan dengan Pelabuhan pada masa kolonial Belanda, seharusnya ada tindakan dari pemerintah daerah untuk melestarikan atau merawat peninggalan yang besar pada masa pemerintahan Belanda meskipun pelabuhan tersebut sudah tidak berfungsi seperti dulu lagi.
DAFTAR RUJUKAN
Bintarto & hadisumarno. 1986. Metode Analisa Geografi. Jakarta:LP3ES.

Cholifa. 2007. Sekelumit Sejarah Pelabuhan Internasional Panarukan, Jawa Timur, (Online), (http://arkeologi.web.id/articles/arkeologi-bahari/11-sekelumit-sejarah-pelabuhan-internasional-panarukan-jawa-timur?showall=1). Diakses pada tanggal 20 November 2013.

Kartodirdjo, S. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Umum.

Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Quo Vadis: Hari Jadi Kabupaten Situbondo. 2008. Situbondo: BAPPEKAB SITUBODNO.

Reid, A. 2011. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450 – 1680. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

 


No comments:

Post a Comment