KAJIAN
SOSIAL-EKONOMI PELABUHAN PANARUKAN DI KECAMATAN PANARUKAN KABUPATEN SITUBONDO
TAHUN 1807-1811
MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian
Yang dibimbing oleh Ibu Indah W. P. Utami, S. Pd, S.
Hum, M. Hum
oleh
Ardi Syahrial
110731435520
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kabupaten Situbondo adalah salah satu kabupaten di
Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten tersebut terletak di pesisir utara Pulau Jawa
yang dikelilingi oleh perkebunan tebu, tembakau, hutan lindung Baluran dan
lokasi usaha perikanan. Dengan letaknya yang strategis, di tengah jalur
transportasi darat Jawa-Bali kegiatan perekonomiannya tampak terjaga (hidup).
Kabupaten Situbondo mempunyai pelabuhan Panarukan yang terkenal sebagai ujung
timur dari jalan raya Anyer-Panarukan di pulau Jawa yang dibangun oleh Daendels
pada era kolonial Belanda.
Panarukan
merupakan pelabuhan yang strategis karena terletak di sebelah Pantai Utara Jawa
Timur dan sebagai salah satu bandar kuna yang telah mempermainkan peranannya
sejak berabad-abad yang lampau. Pada masa Kerajaan Majapahit Panarukan sangat
terkenal sebagai kota pelabuhan di ujung timur Pulau Jawa. Selain diketahui
bahwa Hayam Wuruk pernah mengunjungi Panarukan pada tahun 1359 Masehi.
Panarukan mempunyai kedudukan lebih penting karena terletak pada tepi jalan
perdagangan yang lebih ramai. Ini mungkin menjadi alasan mengapa raja dan
petinggi-petinggi Kerajaan Majapahit sering singgah di Panarukan.
Panarukan
berkembang dengan pesat karena surplus wilayah belakang yang merupakan
penghasil ekspor, seperti tembakau, kopi dan tebu. Dengan berkembangnya
Panarukan yang begitu pesat sehingga pada akhirnya pusat pemerintahan berpindah
ke Kabupaten Panarukan dengan Raden Tumenggung Aryo Soeryo Amijoyo (1858 -
1872) sebagai Bupati Pertama.
Dalam penelitian tersebut, peneliti mengangakat
judul tentang KAJIAN SOSIAL-EKONOMI
PELABUHAN PANARUKAN DI KECAMATAN PANARUKAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 1807-1811.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang fungsi
Pelabuhan Panarukan dan dampak bagi masyarakat sekitar pelabuhan Panarukan
tahun 1807-1811.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
kondisi kehidupan masyarakat Panarukan tahun 1807-1811?
2. Bagaimana
fungsi Pelabuhan Panarukan pada era kekuasaan Belanda?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui kondisi kehidupan masyarakat
Panarukan tahun 1807-1811.
2. Untuk
mengetahui fungsi Pelabuhan Panarukan pada era kekuasaan Belanda
1.4
Metode
Penelitian
Metode pelaksanaan penelitian ini
melalui beberapa prosedur yang dijabarkan sebagai berikut:
1.
Melakukan observasi di tempat penelitian yaitu
Pelabuhan Panarukan.
2.
Pencarian informasi lewat narasumber yang
bersangkutan, seperti masyarakat sekitar Pelabuhan Panarukan.
3.
Mencari sumber pustaka yang cocok untuk penelitian
tersebut serta mencari penelitian terdahulunya yang temanya sama dengan
penelitian ini.
4.
Mengnalisis data-data yang sudah diterima dari
narasumber dan sumber pustaka.
5.
Membuat laporan penelitian.
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi kehidupan masyarakat Panarukan tahun
1807-1811.
Menurut Bintarto (1968:33) menjelaskan bahwa pelabuhan
mempunyai 4 arti, yaitu:
·
Arti ekonomis, karena pelabuhan mempunyai fungsi sebagai
tempat ekspor impor dan kegiatan ekonomi lainnya yang saling berhubungan sebab
akibat.
·
Arti budaya, karena pelabuhan menjadi tempat pertemuan
berbagai bangsa sehingga kontak-kontak sosial budaya dapat terjadi dan
berpengaruh terhadap masyarakat setempat.
·
Ari politis, karena pelabuhan mempunyai nilai ekonomis dan
merupakan urat nadi negara, maka harus dipertahankan.
·
Arti geografis, karena keterkaitannya dengan lokasi dan
syarat-syarat dapat berlangsungnya suatu pelabuhan.
Dari hasil penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pelabuhan berperan sebagai pusat ekonomi masyarakat yang
berkaitan dengan laju arus barang dan manusia.
Kehidupan masyarakat panarukan pada
masa pemerintahan kolonial Belanda tergantung pada pelabuhan Panarukan karena
di pelabuhan tersebut tempat bagi kapal-kapal yang singgah dan berinteraksi
tentang barang dagang yang mereka punya. Pelabuhan Panarukan tersebut didirikan
oleh salah seorang Ondemer terkemuka
di kawasan Besuki yakni George Birnie
pada tahun 1890-an dengan nama Maactschappij
Panaroekan. Pelabuhan Panarukan tersebut pada saat sekarang kondisinya
memprihatinkan, karena fungsi pelabuhan dialihkan ke Probolinggo dan
Banyuwangi, sehingga banyak tinggalan arkeologis di pelabuhan Panarukan yang
dibongkar seperti gudang induk, kantor Djakarta
Llyod dan gudang-gudang yang lainnya. Bangunan yang tersisa hanya berupa
dermaga kuno, gudang-gudang dan mercusuar. Pada masa dahulu terdapat
"tanggang lanjang" yaitu tempat rel trem atau kereta kecil yang
menjorok ke laut. Fungsi rel trem tersebut adalah untuk mengangkut barang dari
gudang penyimpanan ke perahu-perahu sebelum diangkut ke luar negeri oleh kapal
besar. Bangunan ini panjangnya mencapai 550 M dan lebar 11 M. Bangunan ini
terbuat dari bahan beton untuk bagian bawah, sedangkan bagian atas terbuat dari
kayu. Pada bagian tengah terdapat rel besi tempat jalan trem pangangkut barang.
Selain itu di pinggir pantai terdapat bangunan menara atau mercu suar yang
berfungsi sebagai sinyal atau tanda pelayaran. Letaknya di tepi pantai kawasan
pelabuhan. Mercu suar tua ini hingga sekarang masih ada, dibuat dari kontruksi
besi. Adapun mercu suar itu adalah sebagai tanda kedudukan pelabuhan Panarukan.
Tinggi menara ini sekitar 50 M dengan lebar 8 M. Untuk menyinari menara
tersebut pada jaman dahulu dipergunakan karbit namun sekarang menggunakan lampu
listirk. Di sebelah kanan menara terdapat bekas bangunan kolonial yang berupa
perkantoran dan menjadi gedung induk Maasctschappij
Panaroekan yang terbuat dari batu bata. Di sebelah kanan dan kiri bangunan
induk ini terdapat puluhan gudang tempat penimbunan barang hasil perkebunan sebelum
dikirim ke luar negeri. Pada masa Belanda dibangun rel kereta api dari stasiun
sampai pelabuhan, bahkan di sebelah kanan dermaga dulunya ada rel sampai ujung
dermaga. Setelah pelabuhan Panarukan mengalami kemunduran, rel tersebut dicabut
bahkan sampai ke stasiun.
Fungsi keberadaan jalur kereta api
di Panarukan tersebut adalah untuk memperlancar distribusi barang. Stasiun
Kereta Api di Panarukan dibangun oleh Belanda sekitar tahun 1890-an. Struktur
bangunan Stasiun Kereta Api Panarukan terdiri atas tiga bagian pertama adalah
tempat administrasi, bagian kedua merupakan ruang tunggu penumpang, sedangkan
bagian ketiga merupakan tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api.
Jalur kereta api ini merupakan alat transportasi penting bagi pelabuhan
Panarukan untuk mengangkut tembakau dari Jember dan Bondowoso ke pelabuhan di
Panarukan.
Pelabuhan Panarukan erat hubungannya
dengan aktivitas dan juga perkembangan PT. Djakarta
Lloyd sub. Cabang Panarukan yang dahulu bernama Panaroekan Maatscappij. Perusahaan
tersebut didirikan pada tahun 1886. Maka sejak tahun pendirian tersebut
pelabuhan Panarukan sudah dikenal pasaran dunia atau Eropa melalui ekspor komoditi
gula, kopi, tembakau, karet dan jagung.
Untuk menunjang berlangsungnya
kegiatan perdagangan maka di pelabuhan Panarukan tersebut dilengkapi dengan
berbagai sarana pendukung. Pemerintah kolonial mempersiapkan sarana dan
prasarana pelabuhan antara lain dibangunnya dermaga, alat Derek (alat
pengangkut), lori, gudang-gudang pemerintah dan milik swasta, serta
gudang-gudang garam. Pemerintah juga menyediakan berbagai kebutuhan kapal,
akomodasi, air bersih, tempat penumpukan untuk barang-barang impor-ekspor,
parkiran, menyambung rel kereta api, dan menyediakan gerbong-gerbong,
menyambung pipa air, bahan bakar, kabel-kebel listrik, menyediakan
tongkang-tongkang, galangan kapal, tempat timbangan umum, penginapan, rumah
sakit, dan lain-lain. Untuk mendukung kelancaran administrasi pelabuhan,
pemerintah membangun kantor bernama Djakarta Lyiod. Dari persiapan tersebut
tampak bahwa Panarukan berfungsi sebagai pelabuhan tempat menyalurkan
barang-barang ke berbagai.
Sejak awal abad XIX pihak pemerintah
kolonial menerapkan kebijakan ekonomi the
system of onterprice (sistem pembangunan perusahaan atau Industri).
Kebijakan tersebut berfungsi sebagai pengganti dari the cultivation system (sistem pengolahan bahan). Dampak kebijakan
politik ekonomi itu menyebabkan banyak berdirinya perusahaan perkebunan. Salah
satu daerah yang berkembang sebagai akibat kebijakan itu ialah daerah Bondowoso
dan Jember. Kedua daerah ini terletak di bagian pedalaman yang cocok untuk
penanaman komoditi ekspor. Namun pada waktu itu permasalahan utama yang
dihadapi oleh perusahaan perkebunan ialah sulitnya mengangkut hasil perkebunan
ke luar negeri, karena kedua daerah tersebut jauh dari pelabuhan. Untuk
mengatasi masalah tersebut George Bernie, yaitu pemilik NV LMOD (Landbouw Maatschappij Oude Djember) sebagai
salah seorang penguasa perkebunan terbesar di daerah Panarukan berinisiatif
untuk membangun pelabuhan di Panarukan dan jalur kereta api
Jember-Bondowoso-Panarukan. Gagasan untuk membangun pelabuhan Panarukan
terealisasi pada tahun 1897 dan jalur kereta api Jember-Bondowoso-Panarukan
yang berjarak 98 km dibuka pada tanggal 1 Oktober 1987. Untuk itu Bernie
bekerjasama dengan Stoomvaart Matscapien
Nederlandsch dengan mendirikan Maatscappij
Panaroekan. Sejak berdirinya
perusahaan pelabuhan tersebut semua hasil perkebunan yang berasal dari
Bondowoso, Jember, Banyuwangi, dan Panarukan sendiri ditimbun di gudang-gudang
di sekitar pelabuhan kemudian diangkut dari pelabuhan Panarukan ke luar negeri
terutama ke Bremen (Jerman) dan Rooterdam (Belanda).
Masyarakat di daerah Panarukan dan
sekitarnya bersifat heterogen. Permukiman suku-suku bangsa Nusantara maupun
bangsa lain tumbuh dan telah berkembang sejak zaman dulu. Pada saat sekarang
yang ada hanya perkampungan Cina, yang berada di tanjung Pecinan. Namun
demikian dalam komposisi nampak sekali bahwa penduduk pribumi yang terdiri dari
orang Jawa dan Madura tetap merupakan mayoritas. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pelabuhan Panarukan adalah salah satu tempat keluar masuk suku-suku bangsa dari
luar Indonesia dan bertempat tinggal di sekitar Pelabuhan Panarukan tersebut.
Potensi penduduk di sekitar pelabuhan
Panarukan yang menjadi seumber daya sangat besar pengaruhnya terhadap daya
dukung bagi pelabuhan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan, pola pemukiman penduduk
sekitar cenderung mengelompok berdasarkan profesi. Hal tersebut yang menjadi
daya dukung bagi pelabuhan bahwa sebagian besar penduduk berprofesi sebagai
nelayan. Jadi kegiatan penduduk sangat berpengaruh pada aktifitas pelabuhan.
Hal tersebut disebabkan karena sebagian penduduk berprofesi sebagai kuli
bongkar dan pedagang. Hal tersebut yang telah memberikan gambaran bahwa kuatnya sektor pertanian yang sejak dulu
merupakan basis kekuatan masyarakat dalam menggerakkan sektor ekonomi bangsa
Indonesia.
Sebagian besar penduduk bekerja di
sektor pertanian termasuk para nelayan, perdagangan, dan jasa lain. Pada bidang
pertanian, penduduk setempat berperan sebagai penyedia kebutuhan pokok baik
dari hasil tani maupun hasil laut. Sedangkan penduduk sebagai pedagang berperan
sebagai penggerak barang yang dibutuhkan bagi masyarakat setempat atau
masyarakat yang datang dari wilayah lain, seperti Pulau Madura dan sekitarnya.
Kegiatan masyarakat yang demikian dapat
memudahkan kegiatan ekonomi. Melalui pelabuhan Panarukan karena penduduk
setetmpat berperan dalam penyedia kebutuhan pokok yang dibutuhkan bagi pedagang
dari daerah lain mengingat sebagian besar penumpang yang singgah di pelabuhan
adalah pedagang dengan pendapatan rata-rata di atas 1 juta.
2.2 Fungsi Pelabuhan Panarukan Pada Era Kekuasaan
Belanda
Pelabuhan seacara umum dapat diartikan
sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal yang akan melakukan bongkar muat barang,
penumpang, atau hanya sekedar singgah saja. Kawasan di pelabuhan menjadi tempat
strategis untuk menjembatani suatu interaksi wilayah dan mobilitas barang yang
diharapkan mampu menaikkan taraf hidup masyarakat di sekitarnya. Potensi dan
kontribusi pelabuhan yang dikhususkan pada skala regional Jawa Timur dalam
kancah pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dikawasan sekitarnya belum diketahui
secara pasti. Menurut Keputusan Perhubungan No. 53 tahun 2002 tentang tatanan
kepelabuhan dijelaskan bahwa “Kepelabuhan nasional
adalah pelabuhan pengumpan primer yang berperan sebagai pengumpan pelabuhan
nasional, bahkan pelabuhan internasional. Pelabuhan regional juga berperan
sebagai tempat alih penumpang dan barang dari dan ke pelabuhan utama dan
pelabuhan pengumpan, serta berperan melayani angkutan laut antar kabupaten/kota
dalam propinsi”.
Panarukan
adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Situbondo yang mempunyai sejarah
penting pada masa kolonial Belanda. Letak Kabupaten Situbondo tersebut berada
di sebelah Utara yang berbatasan dengan Selat Madura, sebelah Timur berbatasan
dengan Selat Bali, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan
Banyuwangi, serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Luas
wilayah Kabupaten Situbondo adalah sekitar 1.638,50 Km. Hampir keseluruhan
terletak di pesisir pantai dari Barat ke Timur, bentuknya memanjang kurang
lebih 140 km. Lokasi pelabuhan
Panarukan terletak pada posisi 07041 ‘30” LS dan 11,3056’30”
BT, sedangkan secara relatif lokasi pelabuhan tersebut berada pada jalur
transportasi Pantai Utara Surabaya-Bali dan dekat dengan Pulau Madura dan sekitarnya.
Nama Panarukan tersebut
diberikan oleh bangsa portugis yang singgah di daerah Panarukan. Pernyataan
tersebut di jelaskan pada buku yang berjudul Quo Vadis: Hari Jadi Kabupaten
Situbondo (2008:147) yang menjelaskan bahwa “….oleh karena kota kecil ini
menjadi tempat menaruh (penarukan) barang orang-orang portugis, maka lama-lama
kota kecil ini diberi nama penarukan. Orang-orang disana lalu biasa menamakan
kota Poerbosari itu kota Penarukan atau Panaroekan”.
Sejak abad XVI Panarukan sudah
berfungsi sebagai salah satu kota pelabuhan terkemuka di Jawa Timur. Fungsi
pelabuhan Panarukan semakin terlihat pada sekitar abad XIX. Pada saat itu daerah
Jember dan Bondowoso dijadikan sebagai sentra area penanaman cash crop production, yang dikhususkan
pada tanaman tembakau, kopi, tebu dan produk-produk perkebunan yang lain. Di
pelabuhan Panarukan tersebut digunakan sebagai tempat untuk menimbun, menyimpan
dan mengangkut hasil perkebunan ke luar negeri.
Kondisi pelabuhan Panarukan pada masa
kolonial Belanda bertolak belakang dengan perkembangan pelabuhan panarukan pada
masa sekarang. Sejak bebarapa tahun terakhir pelabuhan Panarukan tersebut hanya
tinggal nama karena fungsinya mulai terlupakan. Faktor yang melatarbelakangi
mundurnya fungsi pelabuhan panarukan adalah sebagai berikut:
1.
Kedalaman
laut yang semakin tinggi, kondisi pelabuhan juga didukung oleh faktor geografis
baik fisik ataupun non fisik. Bintarto (1968:33) menyatakan bahwa “….pelabuhan
mempunyai arti geografis karena keterkaitannya”.
2.
Kuantitas
kapal, kapal yang merapat di pelabuhan ini tidak lebih dari 10-15 orang di
tambah muatan barang dagang.
3.
Fasilitas
pelabuhan yang tidak mendukung, contohnya tidak ada lokasi ruang tunggu, loket
yang tidak berfungsi, toilet, tempat ibadah, gudang-gudang yang telah dibongkar,
kondisi dermaga yang kurang luas dan tidak terawat, dan fasilitas produksi
lainnya masih kurang.
4.
Stasiun
kereta api yang sudah tidak berfungsi,
5.
Semakin
banyak angkutan darat lintas wilayah.
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Panarukan
adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Situbondo yang mempunyai sejarah
penting pada masa kolonial Belanda. Nama Panarukan tersebut
diberikan oleh bangsa portugis yang singgah di daerah Panarukan yang berfungsi sebagai tempat untuk menimbun,
menyimpan dan mengangkut hasil perkebunan ke luar negeri.
Kehidupan masyarakat panarukan pada
masa pemerintahan kolonial Belanda tergantung pada pelabuhan Panarukan karena
di pelabuhan tersebut tempat bagi kapal-kapal yang singgah dan berinteraksi
tentang barang dagang yang mereka punya. Sejak tahun 1886 pelabuhan Panarukan
sudah dikenal pasaran dunia atau Eropa melalui ekspor komoditi gula, kopi,
tembakau, karet dan jagung. Sejak awal abad XIX pihak pemerintah kolonial
menerapkan kebijakan ekonomi the system
of onterprice (sistem pembangunan perusahaan atau Industri). Kebijakan
tersebut berfungsi sebagai pengganti dari the
cultivation system (sistem pengolahan bahan). Dengan adanya kapal-kapal
eropa yang singgah di Pelabuhan Panarukan, maka masyarakat di daerah Panarukan
dan sekitarnya bersifat heterogen. Permukiman suku-suku bangsa Nusantara maupun
bangsa lain tumbuh dan telah berkembang sejak zaman dulu.
3.2 SARAN
Setelah melihat kondisi pelabuhan Panarukan
yang terlihat sangat tidak baik dibandingkan dengan Pelabuhan pada masa
kolonial Belanda, seharusnya ada tindakan dari pemerintah daerah untuk
melestarikan atau merawat peninggalan yang besar pada masa pemerintahan Belanda
meskipun pelabuhan tersebut sudah tidak berfungsi seperti dulu lagi.
DAFTAR RUJUKAN
DAFTAR RUJUKAN
Bintarto
& hadisumarno. 1986. Metode Analisa
Geografi. Jakarta:LP3ES.
Cholifa.
2007. Sekelumit Sejarah Pelabuhan
Internasional Panarukan, Jawa Timur, (Online), (http://arkeologi.web.id/articles/arkeologi-bahari/11-sekelumit-sejarah-pelabuhan-internasional-panarukan-jawa-timur?showall=1).
Diakses pada tanggal 20 November 2013.
Kartodirdjo,
S. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam
Metodologi Sejarah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Umum.
Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Quo
Vadis: Hari Jadi Kabupaten Situbondo.
2008. Situbondo: BAPPEKAB SITUBODNO.
Reid,
A. 2011. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga
1450 – 1680. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
No comments:
Post a Comment