ALIH FUNGSI KEBUN RAYA PURWODADI DAN PENGARUHNYA
TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT SEKITARNYA TAHUN 1941-1963.
MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian
Yang dibimbing oleh Ibu Indah W. P. Utami, S. Pd, S.
Hum, M. Hum
oleh
Anggraini Putri Astsania (110731435524)
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Membicarakan sejarah, orang biasanya langsung
teringat akan Candi Borobudur, museum Trowulan, masa kolonialisasi Belanda,
masa pendudukan Jepang, Majapahit, dan lain-lain. Indonesia memiliki sejarah
yang panjang terutama sejarah kolonialisasi Belanda di nusantara. Pada masa
kolonialisasi Belanda rakyat nusantara memang sangat menderita tetapi Belanda
juga memberi sumbangsih positif pada beberapa aspek di nusantara. Sumbangsih
Belanda pada nusantara dan rakyat bumiputera antara lain adanya jalan
Anyer-Panarukan yang kini kita kenal dengan jalur pantura (pantai utara), kita
juga mengenal stasiun, lokomotif, kereta api. Banyak pula gedung dan
pabrik-pabrik kuno peninggalan Belanda. Bakan dalam bidang pendidikan-pun
Belanda memiliki andil terutama setelah dicetuskannya politik etis.
Salah satu peninggalan Belanda yang sangat memberi
kontribusi bagi nusantara adalah kebun raya. Belanda sempat mendirikan empat
kebun raya di nusantara untuk melestarikan ragam hayati yang ada agar seiring
dengan pembangunan. Kebun raya pertama yang didirikan oleh Belanda adalah Kebun
Raya Bogor yang didirikan pada tahun 1817. Namun, para pengelola dan ahli
botani Belanda merasa Kebun Raya Bogor saja tidak cukup untuk menampung tanaman
di nusantara karena terdapat perbedaan iklim pada beberapa tempat. Kebun Raya
Bogor beriklim lembab tidak cocok untuk tanaman yang tumbuh di iklim kering.
Kemudian didirikanlah tiga kebun raya lainnya, yaitu Kebun Raya Eka Karya (Bali), Kebun Raya Cibodas, dan Kebun Raya
Purwodadi.
Pada makalah ini penulis akan memfokuskan pada Kebun
Raya Purwodadi. Pengelolaan kebun raya tidak berjalan dengan lancar, hal ini
dikarenakan pada pembangunan dan awal berdirinya dikelola oleh Belanda tetapi
hanya sekitar dua tahun saja. Tahun 1943, Kebun Raya Purwodadi dikelola oleh
Jepang karena Nusantara pada saat itu dikuasai oleh Jepang. Jepang juga
mengelola sekitar dua tahun, sama dengan Belanda. Dalam sejarah indonesia kita
mengenal istilah vacuum of power,
yaitu kekosongan kekuasaan yang terjadi ketika Jepang menyerah tanpa syarat
pada sekutu dan Belanda belum kembali. Pada masa vacuum of power ini Kebun Raya Purwodadi sempat terbengkalai hingga
setelah proklamasi kemerdekaan.
Pada makalah ini penulis membahas fungsi Kebun Raya Purwodadi
dan pengaruh keberadaannya terhadap masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu
penulis mengambil judul ALIH FUNGSI KEBUN
RAYA PURWODADI DAN PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT SEKITARNYA TAHUN
1941-1963.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana fungsi Kebun Raya Purwodadi
berdasarkan sejarahnya tahun 1941-1963?
2. Bagaiamana pengaruh Kebun Raya
Purwodadi terhadap perekonomian masyarakat sekitar pada tahun 1941-1963?
1.3 Tujan
Penelitian
1. Mengetahui fungsi Kebun Raya Purwodadi
berdasarkan sejarahnya tahun 1941-1963.
2. Mengetahui pengaruh Kebun Raya
Purwodadi terhadap perekonomian masyarakat sekitar pada tahun 1941-1963.
1.4 Metode Penelitian
1. Pemilihan
Topik
Pemilihan
topik didasarkan pada kedekatan emosional. Penulis tinggal di Kabupaten
Pasuruan dan tidak jauh dari Kebun Raya Purwodadi. Peneliti mendapat informasi
bahwa di jurusan sejarah Universitas Negeri Malang belum ada yang mengambil
topik Kebun Raya Purwodadi. Pada saat melakukan wawancara dengan narasumber,
Bapak Adi Suprapto, beliau menyatakan bahwa belum ada yang melakukan penelitian
terhadap Kebun Raya Purwodadi dari perspektif kesejarahan.
2. Heuristik
(Pengumpulan Sumber)
a. Sumber Primer
Penulis
tidak menggunakan sumber primer karena dalam proses pengumpulan data tidak
ditemukan sumber primer. Tidak adanya sumber primer dikarenakan pada masa awal
pembangunan kebun raya banyak kendala dan tampuk kepemimpinan pengelola kebun
raya berpindah-pindah. Oleh karena itu, dalam makalah penelitian ini penulis
hanya menggunakan sumber sekunder dan sumber lisan.
b. Sumber Sekunder
Sumber
sekunder didapat dari sumber buku. Buku yang dijadikan sumber berasal dari
perpustakaan Kebun Raya Purwodadi yang berupa buletin dan warta kebun raya yang
diterbitkan secara berkala. Buku ini berisi tentang sejarah kebun raya meskipun
banyak dari isi buku yang menimbulkan pertanyaan karena terbatasnya sumber
pendukung pada beberapa masa, terutama masa awal pembangungan, masa Jepang, dan
masa pasca awal kemerdekaan Indonesia. Sumber buku ini mendukung sumber primer
yang berupa wawancara terhadap narasumber.
c. Sumber Lisan
Sumber lisan dilakukan melalui wawancara dengan
narasumber. Setelah mengajukan surat permohonan penelitian ke Kebun Raya
Purwodadi, penulis mendapat pendamping yang ditentukan oleh pihak kebun raya,
yaitu Bapak Adi Suprapto. Penulis sangat beruntung selama penelitian didampingi
oleh Bapak Adi karena beliau juga tertarik dan masih berusaha mencari segala
informasi mengenai sejarah Kebun Raya Purwodadi. Hal ini sangat membantu
peneliti dalam melakukan penelitian terhadap pengaruh Kebun Raya Purwodadi
terhadap perekonomian masyarakat sekitar pada tahun 1941-1963.
3. Kritik
Sumber
a. Kritik
Eksternal
Kritik eksternal digunakan untuk melihat keaslian
sumber data yang diperoleh. Apakah sumber tersebut palsu atau asli, yang
dikritik oleh peneliti adalah keadaan luar dari sumber data tersebut. Keadaan
luar itu dapat dilihat dari jenis font, kertas yang digunakan (jika berupa
dokumen), tekstur, dan lembaga penyimpan sumber. Penulis melakukan kritik
eksternal terhadap sumber yang telah diperoleh dengan menggunakan cara
verifikasi atau pengujian sumber tersebut.
b. Kritik
Internal
Setelah melakukan kritik eksternal penulis akan
melakukan kritik internal yakni evaluasi terhadap sumber untuk mendapat data
yang relevan sesuai topik pembahasan. Penulis melakukan perbandingan isi sumber
satu dengan sumber lainnya sehingga kesalahan-kesalahan dari salah satu sumber
dapat diperkecil kemungkinannya atau bahkan dihilangkan guna mendekatkan pada
nilai objektifitas penulisan sejarah.
4. Interpretasi
a. Analisis
Analisis adalah menguraikan fakta berdasarkan pada
informasi dari sumber yang telah diperoleh. Analisis menjadi hal penting karena
sumber yang diperoleh tidak semuanya sesuai dengan penelitian yang dilakukan di
lapangan. Penulis menganalisis informasi atau sumber yang telah diperoleh
melalui berbagai cara, seperti menguraikan hasil wawancara, dokumen-dokumen,
dan buku-buku yang menunjang dalam penulisan ini. Tujuan dari analisis yaitu
menghasilkan fakta yang sesungguhnya.
b. Sintesis
Sintesis adalah penyatuan data yang telah terkumpul
dari beberapa sumber. Data-data tersebut dikumpulkan jadi satu yang kemudian
dapat menghasilkan sebuah fakta. Pengelompokan dalam tahap ini sangat penting
untuk mendapatkan fakta dari peristiwa sejarah yang utuh dan kronologis serta
sesuai dengan tema yang dimaksud peneliti. Penulis melakukan sintesis dengan
cara menyatukan sumber atau data yang diperoleh.
5. Historiografi
Penulisan sejarah atau historigrafi merupakan tahap
akhir dari keseluruhan proses penelitian peristiwa sejarah. Pada proses
penulisan, fakta satu dihubungkan dengan fakta yang lainnya berdasarkan konsep
pemikiran yang sistematis, logis, dan kronologis dengan memperhatikan pula segi
kausalitas (sebab-akibat).
II. PEMBAHASAN
2.1 Fungsi Kebun Raya Purwodadi berdasarkan Sejarahnya Tahun
1941-1963
Kebun Raya Purwodadi didirikan untuk memenuhi
kebutuhan para ahli botani Hindia-Belanda yang ingin melakukan penelitian intensif
terhadap botani Indonesia. Sebelum menjadi Kebun Raya Purwodadi lahan ini
merupakan tegalan dan persawahan – bagian sebelah barat Kebun Raya Purwodadi –
dan perkebunan tebu – bagian sebelah timur Kebun Raya Purwodadi. Pada saat itu
lahan ini disebut “Kebun Rojo” oleh masyarakat setempat. Tahun 1979 sisa-sisa
peninggalan tersebut masih bisa dilihat di sekitar kamar kaca, berupa pohon
mangga, dan di bagian timur kebun, berupa landasan lori.
Pada 1941 dibangunlah cabang Kebun Raya yang ketiga
di kaki Gunung Baung, Kabupaten Pasuruan, yaitu Kebun Raya Purwodadi. Masa-masa
awal pembangunan kebun raya ini tidak berjalan lancar dikarenakan adanya Perang
Dunia II. Pendiri dan pengelola kebun raya yang pertama pada masa
Hindia-Belanda adalah orang-orang Belanda sehingga ketika Perang Dunia II
berkecamuk para pendiri dan pengelola tidak bisa fokus pada pembangunan kebun
raya. Pimpinan pertama kebun pada masa itu, Johannes Viets yang dikenal dengan Tuan
Piet dan rekannya Tuan Jus (nama yang diberikan oleh penduduk setempat), hanya
menanami kebun dengan tanaman penutup tanah dan lamtoro. Langkah yang dilakukan
J. Viets ini bertujuan menambah kesuburan tanah secara alami. Kemudian penduduk
menyebut kebun raya ini dengan “Bale Asri” karena luasnya lahan dan indahnya
tatanan kebun.
Adapun alasan lahan kaki Gunung Baung ini dipilih
menjadi kebun raya karena memiliki iklim relatif kering dibanding tiga kebun
raya lainnya. Soerohaldoko (2001: 02) menjelaskan bahwa pada musim kemarau
dengan bulan-bulan kering tanpa hujan sama sekali dapat berlangsung selama 4-6
bulan, sehingga kesan kering kerontang dan gersang dengan daun-daun yang
berguguran akan nampak sekali pada bulan ini. Curah hujan rata-rata per tahun
sekitar 2.366 mm, dengan bulan basah jatuh pada bulan November-Maret dan bulan
kering terjadi pada bulan Juni-Oktober.
Pada masa pendudukan Jepang Kebun Raya Purwodadi
juga diambil alih di bawah pimpinan Tanaka. Tujuan utama Belanda membangun
Kebun Raya sebagai kebun botani tidak dilanjutkan oleh Jepang. Kebun Raya
difungsikan sesuai kebutuhan akan logistik berupa bahan makanan untuk keperluan
perang. Jepang, dalam menunjang kebutuhan logistiknya, menanami Kebun Raya
Purwodadi dengan tanaman padi, jagung, ketela, maupun kacang-kacangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Adi
Suprapto yang mendapat informasi dari rekan kerja di Kebun Raya Purwodadi yang mencicipi masa pendudukan Jepang
menjelaskan bahwa tidak seluruh areal Kebun Raya Purwodadi dimanfaatkan oleh Jepang.
Hanya bagian timur yang dekat dengan sungai yang dimanfaatkan oleh Jepang,
tepatnya di vak IV dan areal yang
sekarang ditanami dengan jenis-jenis pisang. Bibit tanaman pangan yang ditanam
di Kebun Raya pada masa Jepang ini berasal dari penduduk sekitar.
Pada masa kepemimpinan Tanaka ini pula dirintis
pembuatan jalan utama yang membujur dari barat ke timur. Jalan ini membagi
wilayah kebun raya menjadi dua bagian yang luasnya hampir sama. Jalan utama ini
membujur dari jalan Raya Surabaya-Malang ke air terjun “Coban Baung” dan
selanjutnya ke titik triangulasi berupa tugu di puncak Gunung Baung. Panjang
jalan utama yang mencapai sekitar 1100 meter ini pada awalnya direncanakan
untuk empat jalur jalan dengan lebar total 18 meter. Selain itu dibuat juga
beberapa jalan cabang dari utara ke selatan.
Ketika Jepang diserang oleh tentara sekutu dan
pasukan Jepang ditarik mundur dari nusantara, terjadi vacuum of power. Pada masa ini Kebun Raya Purwodadi bisa dikatakan
terbengkalai. Tidak ada kejelasan kegiatan di Kebun Raya Purwodadi apakah
rakyat tetap menanam tanaman pangan di areal kebun atau sudah berhenti sehingga
benar-benar tidak ada aktivitas apapun di kebun. Tidak ada sumber ataupun
narasumber yang menjelaskan apa yang terjadi pada masa vacuum of power di Kebun Raya Purwodadi. Kebun raya bisa dikatakan
terbengkalai hingga sekitar tahun 1945-1946.
Pada tahun tersebut kepemimpinan kebun raya dipegang
oleh Bapak Moestopo. Bapak Moestopo adalah seorang pengusaha dari Pasuruan,
berdasar sumber yang didapat, penunjukan Moestopo kemungkinan dikarenakan
kemampuan ekonomi dan kepemimpinan yan dimilikinya. Ia ditunjuk oleh pemerintah
darurat saat itu untuk menyelamatkan aset negara berupa Kebun Raya Purwodadi
yang sedemikian luas meski tidak memiliki keahlian dalam bidang biologi ataupun
botani. Kebun Raya Purwodadi dikatakan luas karena pada saat itu masih menjadi
satu dengan Cagar Alam Gunung Baung yang memiliki luas 176 ha yang berada di
sebelah timur Kebun Raya Purwodadi. Selebihnya, Bapak Moestopo hanya
melanjutkan yang telah dirintis oleh Jepang. Sayangnya tidak ada sumber yang
menjelaskan alasan atau latar belakang penunjukkan Bapak Moestopo sebagai
pimpinan kebun raya secara lebih terperinci.
Kepemimpinan Bapak Moestopo berlangsung hingga tahun
1949 setelah itu digantikan oleh H. O. van Leusen. Pada tahun inilah
pembangunan kebun raya sebagai kebun botani mulai dilaksanakan. Nasution (1979:
106) menjelaskan bahwa pada tahun 1949 ini tanaman-tanaman mulai dikumpulkan
(terutama di vak/petak IA dan IB),
bibit-bibit mulai disemaikan, koleksi palem-paleman mulai dibangun, dan
kolam-kolam tempat pemeliharaan tanaman air pun mulai dibenahi. Bibit-bibit
tanaman tersebut diperoleh dari Kebun Raya Bogor. Adapun alasan tanaman ditanam
di vak IA dan IB adalah karen petak
ini dekat dengan kantor dan jalan raya. Pada saat itu penanaman dekat kantor
dan jalan raya lebih diutamakan untuk mempermudah pengawasan dan pemeliharaan.
H. O. van Leusen memimpin kebun raya hingga tahun
1954 setelah itu ia digantikan oleh Bapak Sarwana. Bapak Sarwana adalah seorang
mantri kebun di Kebun Raya Cibodas yang, tentu saja, telah menimba banyak
pengalaman. Ia menjabat sebagai pimpinan Kebun Raya Purwodadi selama sembilan
tahun. Pada masa kepemimpinan Bapak Sarwana ada beberapa hal yang telah dicapai
dalam pembangunan Kebun Raya Purwodadi sebagai kebun botani, yaitu:
·
Petak-petak
kebun mulai dipetakan,
·
Tumbuhan koleksi
mulai didaftar,
·
Koleksi tanaman
obat-obatan ditanam,
·
Didirikan rumah
kaca,
·
Ditanam ribuan
pohon pelindung di seluruh areal kebun,
·
Sepanjang
sisi-sisi jalan kebun, baik jalan utama maupun jalan-jalan cabang ditanami
pohon.
Hal ini dicapai berkat bantuan rekan-rekan yang
merupakan tenaga muda terdidik dari Kebun Raya Bogor, yaitu van Kregten, Iting,
Pleyte, Udjang Rahmat, Sugito, Saleh Idris, Rumpf, R. Bimantoro, dan Soleh
Sutisna. Adapun tujuan didirikannya rumah kaca adalah sebagai tempat
pembibitan. Jenis-jenis pohon yang ditanam sebagai pohon pelindung antara lain Acacia auriculiformis, Tectona grandis,
Swietenia mahagoni, Dalbergia latifolia, Pterocarpus indicus, Samanea saman,
Albizia procera, Lanea grandis, dan lain-lain. Sementara itu jenis-jenis
pohon yang ditanam di sepanjang sisi-sisi jalan utama dan jalan-jalan cabang
adalah Lagerstroemia indica,Swietenia
mahagoni, Jacaranda filicifolia, Bombax malabarica, Dillenia pentagyna,
Saccopetalum horsfieldii, Filicium decipiens, firmiana malayana, dan
lain-lain. Sedangkan pada kedua sisi sepanjang parit atau saluran air di dalam
kebun ditanami Ceiba pentandra.
Soerohaldoko (2001: 11) menjelaskan bahwa :
.... Pada beberapa bagian kebun mulai dibangun pula taman-taman dengan
aneka tanaman hias, sehingga mulai nampak keindahannya sebagai kebun botani.
Pada masa akhir kepemimpinan Sarwana, Kebun Raya Purwodadi mulai
tanggal 10 Maret 1963 dibuka untuk pengunjung umum. Peresmian pembukaannya
dilakukan oleh Soedjana Kassan selaku pimpinan Kebun Raya Bogor.
2.2 Pengaruh Kebun Raya Purwodadi terhadap Perekonomian Masyarakat Sekitar
pada Tahun 1941-1963
Kebun Raya Purwodadi sebagai kebun botani sudah seharusnya
memberi manfaat bagi banyak orang. Jika kita lihat dari sejarahnya, keberadaan
Kebun Raya Purwodadi ini jelas berpengaruh tehadap kehidupan masyarakat yang
hidup di sekitarnya. Pengaruh keberadaan kebun raya, salah satunya, bisa kita
lihat dari segi ekonomi. Keberadaan kebun raya merupakan salah satu tambahan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, tidak hanya bagi para ahli botani
saja. Pengelola kebun raya ridak bisa mengelola kebun yang sangat luas hanya
dengan beberapa rekannya. Mereka membutuhkan banyak orang untuk merawat areal
kebun.
Pengaruh kebun raya tidak hanya pada masa kini
ataupun masa Hindia-Belanda tapi juga bisa kita lihat pada masa pendudukan
Jepang. Tentara Jepang yang datang ke Indonesia dan membutuhkan kebutuhan
logistik memanfaatkan lahan yang ada sebagai lahan tananman pangan, salah
satunya adalah areal kebun raya. Jepang yang membutuhkan keperluan logistik
berupa bahan pangan tidak membawa bibit tanaman pangan. Tanaman pangan yang
ditanam dan dikelola untuk memenuhi kebutuhan logistik mereka berasal dari masyarakat.
Masyarakat tidak hanya menanam tanaman pangan yang dibutuhkan Jepang tapi
mereka juga bekerja pada pihak Jepang sebagai pegawai honorer. Mereka diupah
sesuai apa yang mereka tanam. Jika mereka menanam padi mereka akan mendapat
padi sebagai imbalannya, jika mereka menanam ketela mereka akan mendapat
ketela.
Masyarakat sekitar, selain bekerja sebagai penanam
panganan tanam juga adayang dipekerjakan untuk membangun jalan utama di Kebun
Raya Purwodadi. Seperti yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya bahwa
pada masa Jepang dirintis jalan utama yang membujur dari jalan Surabaya-Malang
(sekarang) mengarah ke air terjun “Coban Baung” dan ke titik triangulasi di
puncak Gunung Baung. Jalan utama yang panjangnya mencapai 1100 meter ini
dirintis pada masa Jepang dengan mempekerjakan masyarakat yang tinggal di
sekitar kebun raya. Masyaarakat yang bekerja di Kebun Raya Purwodadi pada masa
pendudukan Jepang ini berasal dari Desa Purwodadi, Desa Kertosari bahkan sampai
Desa Bakalan.
Keadaan ini berlangsung selama masa pendudukan
Jepang di Indonesia. Kemungkinan juga hal ini berlangsung setelah Indonesia
merdeka. Berdasarkan sumber yang ada dinyatakan bahwa tahun 1945/1946-1949
Kebun Raya Purwodadi yang berada di bawah pimpinan Bapak Moestopo hanya
menlanjutkan apa yang dirintis oleh Tanaka selaku pimpinan Kebun Raya Purwodadi
pada masa pendudukan Jepang. Mengenai
pembagian upah pada masa kepemimpinan Bapak Moestopo tidak keterangan yang
jelas.
Di bawah pimpinan H. O. van Leusen pengelolaan kebun
raya sebagai kebun botani mulai terarah di mana pada masa ini jelas membutuhkan
tenaga kerja. Namun, ia juga tidak bisa begitu saja memberhentikan masyarakat
yang bekerja di kebun raya pada masa pendudukan Jepang. Kemungkinan besar,
mereka yang bekerja di kebun raya tetap dipekerjakan untuk membantu penanaman
dan perawatan kebun raya menjadi kebun botani yang tertata. Karena tidak ada
informasi yang menyatakan adanya pertentangan atau konflik antara masyarakat
setempat dengan pihak pengelola Kebun Raya Purwodadi.
Pada masa van Leusen ini dilakukan pengangkatan
pegawai harian tetap. Pada proses pengangkatan pegawai harian tetap ini
dijelaskan oleh Bapak Adi bahwa tidak semua masyarakat yang telah bekerja di
kebun raya sejak masa pendudukan Jepang ikut pengangkatan. Pada proses
pengangkatan pegawai harian tetap ini ada seleksi tapi tidak diketahui
bagaimana prosesnya secara detail. Mereka yang tidak lolos seleksi kembali ke
desa masing-masing. Ada juga yang memang tidak ikut seleksi dan kembali ke
desanya atas kehendak sendiri.
Pengaruh Kebun Raya Purwodadi dalam bidang ekonomi
pada masyarakat yang tinggal di sekitarnya mulai diperjelas pada tahun 1963.
Pada masa akhir kepemimpinan Bapak Sarwana kebun raya dibuka untuk umum. Hal
ini semestinya memberi kontribusi besar bagi masyarakat yang tinggal di sekitar
kebun raya.
III. PENUTUP
Kebun Raya Purwodadi didirikan dengan tujuan
penelitian intensif terhadap botani Indonesia. Namun, tujuan ini baru dapat
terlaksana sekitar tahun 1949 ketika Kebun Raya Purwodadi berada di bawah
pimpinan van Leusen. Hal ini juga didukung oleh Indonesia yang telah merdeka
meskipun keadaan ekonomi negara belum stabil tapi tidak menghalangi langkah van
Leusen untuk membentuk Kebun Raya Purwodadi sebagai kebun botani. Pada masa
kepmimpinan Bapak Sarwana pembangunan kebun raya sebagai kebun botani mengalami
pembangunan yang pesat dalam kurun waktu sekitar sepuluh tahun, yaitu dari
tahun 1954 sampai 1963.
Keberadaan
Kebun Raya Purwodadi berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat yang tinggal
di sekitarnya, seperti masyarakat Desa Purwodadi, Desa Kertosari, bahkan sampai
Desa Bakalan. Kita bisa lihat pengaruh keberadaan kebun raya dalam bidang
ekonomi pada masa pendudukan Jepang di atas. Jelas bahwa kebun raya merupakan
salah satu lapangan pekerjaan sejak masa awal berdirinya. Hal ini sangat nampak
setelah masa kemerdekaan di mana H. O. van Leusen melakukan perekrutan
melakukan pengangkatan pegawai harian tetap. Pengaruh Kebun Raya Purwodadi
makin nampak pada tahun 1963 ketika Bapak Sarwana selaku pimpinan kala itu
membuka kebun raya untuk umum.
DAFTAR RUJUKAN
Sumber Lisan (Wawancara)
Bapak Adi
Suprapto selaku pendamping penelitian di Kebun Raya Purwodadi.
Buku
Whitten,
T. Dkk. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Jakarta:
PT. Prenhallindo.
Nasution,
R. E. 1979. Kebun Raya Cabang Purwodadi.
Soerohaldoko,
S. Dkk. 2001. Kebun Raya Purwodadi 30
Januari 1941 – 30 Januari 2001. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Media Elektronik
(http://www.krpurwodadi.lipi.go.id/),
diakses 01 Oktober 2013.
(http://www.eastjava.com/tourism/pasuruan/ina/purwodadi.html),
diakses 01 Oktober 2013.
(http://www.eastjava.com/tourism/pasuruan/purwodadi/main.html),
diakses 01 Oktober 2013.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kebun_Raya_Purwodadi),
diakses 01 Oktober 2013.
(http://www.krpurwodadi.lipi.go.id/index.php?pages=koleksi&sk=koleksi1),
diakses 01 Oktober 2013.
(http://
www.wisatanesia.com/2010/05/kebun-raya-purwodadi-pasuruan/main.html),
diakses 01 Oktober 2013.
No comments:
Post a Comment