Songs

Sunday, December 8, 2013

Anggraini Putri A

ALIH FUNGSI KEBUN RAYA PURWODADI DAN PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT SEKITARNYA TAHUN 1941-1963.


MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian
Yang dibimbing oleh Ibu Indah W. P. Utami, S. Pd, S. Hum, M. Hum

oleh
Anggraini Putri Astsania      (110731435524)


PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Membicarakan sejarah, orang biasanya langsung teringat akan Candi Borobudur, museum Trowulan, masa kolonialisasi Belanda, masa pendudukan Jepang, Majapahit, dan lain-lain. Indonesia memiliki sejarah yang panjang terutama sejarah kolonialisasi Belanda di nusantara. Pada masa kolonialisasi Belanda rakyat nusantara memang sangat menderita tetapi Belanda juga memberi sumbangsih positif pada beberapa aspek di nusantara. Sumbangsih Belanda pada nusantara dan rakyat bumiputera antara lain adanya jalan Anyer-Panarukan yang kini kita kenal dengan jalur pantura (pantai utara), kita juga mengenal stasiun, lokomotif, kereta api. Banyak pula gedung dan pabrik-pabrik kuno peninggalan Belanda. Bakan dalam bidang pendidikan-pun Belanda memiliki andil terutama setelah dicetuskannya politik etis.
Salah satu peninggalan Belanda yang sangat memberi kontribusi bagi nusantara adalah kebun raya. Belanda sempat mendirikan empat kebun raya di nusantara untuk melestarikan ragam hayati yang ada agar seiring dengan pembangunan. Kebun raya pertama yang didirikan oleh Belanda adalah Kebun Raya Bogor yang didirikan pada tahun 1817. Namun, para pengelola dan ahli botani Belanda merasa Kebun Raya Bogor saja tidak cukup untuk menampung tanaman di nusantara karena terdapat perbedaan iklim pada beberapa tempat. Kebun Raya Bogor beriklim lembab tidak cocok untuk tanaman yang tumbuh di iklim kering. Kemudian didirikanlah tiga kebun raya lainnya, yaitu Kebun Raya Eka Karya (Bali), Kebun Raya Cibodas, dan Kebun Raya Purwodadi.
Pada makalah ini penulis akan memfokuskan pada Kebun Raya Purwodadi. Pengelolaan kebun raya tidak berjalan dengan lancar, hal ini dikarenakan pada pembangunan dan awal berdirinya dikelola oleh Belanda tetapi hanya sekitar dua tahun saja. Tahun 1943, Kebun Raya Purwodadi dikelola oleh Jepang karena Nusantara pada saat itu dikuasai oleh Jepang. Jepang juga mengelola sekitar dua tahun, sama dengan Belanda. Dalam sejarah indonesia kita mengenal istilah vacuum of power, yaitu kekosongan kekuasaan yang terjadi ketika Jepang menyerah tanpa syarat pada sekutu dan Belanda belum kembali. Pada masa vacuum of power ini Kebun Raya Purwodadi sempat terbengkalai hingga setelah proklamasi kemerdekaan.
Pada makalah ini penulis membahas fungsi Kebun Raya Purwodadi dan pengaruh keberadaannya terhadap masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu penulis mengambil judul ALIH FUNGSI KEBUN RAYA PURWODADI DAN PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT SEKITARNYA TAHUN 1941-1963.

1.2       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana fungsi Kebun Raya Purwodadi berdasarkan sejarahnya tahun 1941-1963?
2.         Bagaiamana pengaruh Kebun Raya Purwodadi terhadap perekonomian masyarakat sekitar pada tahun 1941-1963?

1.3       Tujan Penelitian
1.         Mengetahui fungsi Kebun Raya Purwodadi berdasarkan sejarahnya tahun 1941-1963.
2.         Mengetahui pengaruh Kebun Raya Purwodadi terhadap perekonomian masyarakat sekitar pada tahun 1941-1963.

1.4       Metode Penelitian
1.         Pemilihan Topik
            Pemilihan topik didasarkan pada kedekatan emosional. Penulis tinggal di Kabupaten Pasuruan dan tidak jauh dari Kebun Raya Purwodadi. Peneliti mendapat informasi bahwa di jurusan sejarah Universitas Negeri Malang belum ada yang mengambil topik Kebun Raya Purwodadi. Pada saat melakukan wawancara dengan narasumber, Bapak Adi Suprapto, beliau menyatakan bahwa belum ada yang melakukan penelitian terhadap Kebun Raya Purwodadi dari perspektif kesejarahan.
2.         Heuristik (Pengumpulan Sumber)
            a.     Sumber Primer
            Penulis tidak menggunakan sumber primer karena dalam proses pengumpulan data tidak ditemukan sumber primer. Tidak adanya sumber primer dikarenakan pada masa awal pembangunan kebun raya banyak kendala dan tampuk kepemimpinan pengelola kebun raya berpindah-pindah. Oleh karena itu, dalam makalah penelitian ini penulis hanya menggunakan sumber sekunder dan sumber lisan.
            b.    Sumber Sekunder
            Sumber sekunder didapat dari sumber buku. Buku yang dijadikan sumber berasal dari perpustakaan Kebun Raya Purwodadi yang berupa buletin dan warta kebun raya yang diterbitkan secara berkala. Buku ini berisi tentang sejarah kebun raya meskipun banyak dari isi buku yang menimbulkan pertanyaan karena terbatasnya sumber pendukung pada beberapa masa, terutama masa awal pembangungan, masa Jepang, dan masa pasca awal kemerdekaan Indonesia. Sumber buku ini mendukung sumber primer yang berupa wawancara terhadap narasumber.
            c.     Sumber Lisan
Sumber lisan dilakukan melalui wawancara dengan narasumber. Setelah mengajukan surat permohonan penelitian ke Kebun Raya Purwodadi, penulis mendapat pendamping yang ditentukan oleh pihak kebun raya, yaitu Bapak Adi Suprapto. Penulis sangat beruntung selama penelitian didampingi oleh Bapak Adi karena beliau juga tertarik dan masih berusaha mencari segala informasi mengenai sejarah Kebun Raya Purwodadi. Hal ini sangat membantu peneliti dalam melakukan penelitian terhadap pengaruh Kebun Raya Purwodadi terhadap perekonomian masyarakat sekitar pada tahun 1941-1963.
3.         Kritik Sumber
a.     Kritik Eksternal
Kritik eksternal digunakan untuk melihat keaslian sumber data yang diperoleh. Apakah sumber tersebut palsu atau asli, yang dikritik oleh peneliti adalah keadaan luar dari sumber data tersebut. Keadaan luar itu dapat dilihat dari jenis font, kertas yang digunakan (jika berupa dokumen), tekstur, dan lembaga penyimpan sumber. Penulis melakukan kritik eksternal terhadap sumber yang telah diperoleh dengan menggunakan cara verifikasi atau pengujian sumber tersebut.
b.    Kritik Internal
Setelah melakukan kritik eksternal penulis akan melakukan kritik internal yakni evaluasi terhadap sumber untuk mendapat data yang relevan sesuai topik pembahasan. Penulis melakukan perbandingan isi sumber satu dengan sumber lainnya sehingga kesalahan-kesalahan dari salah satu sumber dapat diperkecil kemungkinannya atau bahkan dihilangkan guna mendekatkan pada nilai objektifitas penulisan sejarah.
4.         Interpretasi
a.     Analisis
Analisis adalah menguraikan fakta berdasarkan pada informasi dari sumber yang telah diperoleh. Analisis menjadi hal penting karena sumber yang diperoleh tidak semuanya sesuai dengan penelitian yang dilakukan di lapangan. Penulis menganalisis informasi atau sumber yang telah diperoleh melalui berbagai cara, seperti menguraikan hasil wawancara, dokumen-dokumen, dan buku-buku yang menunjang dalam penulisan ini. Tujuan dari analisis yaitu menghasilkan fakta yang sesungguhnya.
b.    Sintesis
Sintesis adalah penyatuan data yang telah terkumpul dari beberapa sumber. Data-data tersebut dikumpulkan jadi satu yang kemudian dapat menghasilkan sebuah fakta. Pengelompokan dalam tahap ini sangat penting untuk mendapatkan fakta dari peristiwa sejarah yang utuh dan kronologis serta sesuai dengan tema yang dimaksud peneliti. Penulis melakukan sintesis dengan cara menyatukan sumber atau data yang diperoleh.
5.         Historiografi
Penulisan sejarah atau historigrafi merupakan tahap akhir dari keseluruhan proses penelitian peristiwa sejarah. Pada proses penulisan, fakta satu dihubungkan dengan fakta yang lainnya berdasarkan konsep pemikiran yang sistematis, logis, dan kronologis dengan memperhatikan pula segi kausalitas (sebab-akibat).

II.        PEMBAHASAN
2.1       Fungsi Kebun Raya Purwodadi berdasarkan Sejarahnya Tahun 1941-1963
Kebun Raya Purwodadi didirikan untuk memenuhi kebutuhan para ahli botani Hindia-Belanda yang ingin melakukan penelitian intensif terhadap botani Indonesia. Sebelum menjadi Kebun Raya Purwodadi lahan ini merupakan tegalan dan persawahan – bagian sebelah barat Kebun Raya Purwodadi – dan perkebunan tebu – bagian sebelah timur Kebun Raya Purwodadi. Pada saat itu lahan ini disebut “Kebun Rojo” oleh masyarakat setempat. Tahun 1979 sisa-sisa peninggalan tersebut masih bisa dilihat di sekitar kamar kaca, berupa pohon mangga, dan di bagian timur kebun, berupa landasan lori.
Pada 1941 dibangunlah cabang Kebun Raya yang ketiga di kaki Gunung Baung, Kabupaten Pasuruan, yaitu Kebun Raya Purwodadi. Masa-masa awal pembangunan kebun raya ini tidak berjalan lancar dikarenakan adanya Perang Dunia II. Pendiri dan pengelola kebun raya yang pertama pada masa Hindia-Belanda adalah orang-orang Belanda sehingga ketika Perang Dunia II berkecamuk para pendiri dan pengelola tidak bisa fokus pada pembangunan kebun raya. Pimpinan pertama kebun pada masa itu, Johannes Viets yang dikenal dengan Tuan Piet dan rekannya Tuan Jus (nama yang diberikan oleh penduduk setempat), hanya menanami kebun dengan tanaman penutup tanah dan lamtoro. Langkah yang dilakukan J. Viets ini bertujuan menambah kesuburan tanah secara alami. Kemudian penduduk menyebut kebun raya ini dengan “Bale Asri” karena luasnya lahan dan indahnya tatanan kebun.
Adapun alasan lahan kaki Gunung Baung ini dipilih menjadi kebun raya karena memiliki iklim relatif kering dibanding tiga kebun raya lainnya. Soerohaldoko (2001: 02) menjelaskan bahwa pada musim kemarau dengan bulan-bulan kering tanpa hujan sama sekali dapat berlangsung selama 4-6 bulan, sehingga kesan kering kerontang dan gersang dengan daun-daun yang berguguran akan nampak sekali pada bulan ini. Curah hujan rata-rata per tahun sekitar 2.366 mm, dengan bulan basah jatuh pada bulan November-Maret dan bulan kering terjadi pada bulan Juni-Oktober.
Pada masa pendudukan Jepang Kebun Raya Purwodadi juga diambil alih di bawah pimpinan Tanaka. Tujuan utama Belanda membangun Kebun Raya sebagai kebun botani tidak dilanjutkan oleh Jepang. Kebun Raya difungsikan sesuai kebutuhan akan logistik berupa bahan makanan untuk keperluan perang. Jepang, dalam menunjang kebutuhan logistiknya, menanami Kebun Raya Purwodadi dengan tanaman padi, jagung, ketela, maupun kacang-kacangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Adi Suprapto yang mendapat informasi dari rekan kerja di Kebun Raya Purwodadi  yang mencicipi masa pendudukan Jepang menjelaskan bahwa tidak seluruh areal Kebun Raya Purwodadi dimanfaatkan oleh Jepang. Hanya bagian timur yang dekat dengan sungai yang dimanfaatkan oleh Jepang, tepatnya di vak IV dan areal yang sekarang ditanami dengan jenis-jenis pisang. Bibit tanaman pangan yang ditanam di Kebun Raya pada masa Jepang ini berasal dari penduduk sekitar.
Pada masa kepemimpinan Tanaka ini pula dirintis pembuatan jalan utama yang membujur dari barat ke timur. Jalan ini membagi wilayah kebun raya menjadi dua bagian yang luasnya hampir sama. Jalan utama ini membujur dari jalan Raya Surabaya-Malang ke air terjun “Coban Baung” dan selanjutnya ke titik triangulasi berupa tugu di puncak Gunung Baung. Panjang jalan utama yang mencapai sekitar 1100 meter ini pada awalnya direncanakan untuk empat jalur jalan dengan lebar total 18 meter. Selain itu dibuat juga beberapa jalan cabang dari utara ke selatan.
Ketika Jepang diserang oleh tentara sekutu dan pasukan Jepang ditarik mundur dari nusantara, terjadi vacuum of power. Pada masa ini Kebun Raya Purwodadi bisa dikatakan terbengkalai. Tidak ada kejelasan kegiatan di Kebun Raya Purwodadi apakah rakyat tetap menanam tanaman pangan di areal kebun atau sudah berhenti sehingga benar-benar tidak ada aktivitas apapun di kebun. Tidak ada sumber ataupun narasumber yang menjelaskan apa yang terjadi pada masa vacuum of power di Kebun Raya Purwodadi. Kebun raya bisa dikatakan terbengkalai hingga sekitar tahun 1945-1946.
Pada tahun tersebut kepemimpinan kebun raya dipegang oleh Bapak Moestopo. Bapak Moestopo adalah seorang pengusaha dari Pasuruan, berdasar sumber yang didapat, penunjukan Moestopo kemungkinan dikarenakan kemampuan ekonomi dan kepemimpinan yan dimilikinya. Ia ditunjuk oleh pemerintah darurat saat itu untuk menyelamatkan aset negara berupa Kebun Raya Purwodadi yang sedemikian luas meski tidak memiliki keahlian dalam bidang biologi ataupun botani. Kebun Raya Purwodadi dikatakan luas karena pada saat itu masih menjadi satu dengan Cagar Alam Gunung Baung yang memiliki luas 176 ha yang berada di sebelah timur Kebun Raya Purwodadi. Selebihnya, Bapak Moestopo hanya melanjutkan yang telah dirintis oleh Jepang. Sayangnya tidak ada sumber yang menjelaskan alasan atau latar belakang penunjukkan Bapak Moestopo sebagai pimpinan kebun raya secara lebih terperinci.
Kepemimpinan Bapak Moestopo berlangsung hingga tahun 1949 setelah itu digantikan oleh H. O. van Leusen. Pada tahun inilah pembangunan kebun raya sebagai kebun botani mulai dilaksanakan. Nasution (1979: 106) menjelaskan bahwa pada tahun 1949 ini tanaman-tanaman mulai dikumpulkan (terutama di vak/petak IA dan IB), bibit-bibit mulai disemaikan, koleksi palem-paleman mulai dibangun, dan kolam-kolam tempat pemeliharaan tanaman air pun mulai dibenahi. Bibit-bibit tanaman tersebut diperoleh dari Kebun Raya Bogor. Adapun alasan tanaman ditanam di vak IA dan IB adalah karen petak ini dekat dengan kantor dan jalan raya. Pada saat itu penanaman dekat kantor dan jalan raya lebih diutamakan untuk mempermudah pengawasan dan pemeliharaan.
H. O. van Leusen memimpin kebun raya hingga tahun 1954 setelah itu ia digantikan oleh Bapak Sarwana. Bapak Sarwana adalah seorang mantri kebun di Kebun Raya Cibodas yang, tentu saja, telah menimba banyak pengalaman. Ia menjabat sebagai pimpinan Kebun Raya Purwodadi selama sembilan tahun. Pada masa kepemimpinan Bapak Sarwana ada beberapa hal yang telah dicapai dalam pembangunan Kebun Raya Purwodadi sebagai kebun botani, yaitu:
·           Petak-petak kebun mulai dipetakan,
·           Tumbuhan koleksi mulai didaftar,
·           Koleksi tanaman obat-obatan ditanam,
·           Didirikan rumah kaca,
·           Ditanam ribuan pohon pelindung di seluruh areal kebun,
·           Sepanjang sisi-sisi jalan kebun, baik jalan utama maupun jalan-jalan cabang ditanami pohon.
Hal ini dicapai berkat bantuan rekan-rekan yang merupakan tenaga muda terdidik dari Kebun Raya Bogor, yaitu van Kregten, Iting, Pleyte, Udjang Rahmat, Sugito, Saleh Idris, Rumpf, R. Bimantoro, dan Soleh Sutisna. Adapun tujuan didirikannya rumah kaca adalah sebagai tempat pembibitan. Jenis-jenis pohon yang ditanam sebagai pohon pelindung antara lain Acacia auriculiformis, Tectona grandis, Swietenia mahagoni, Dalbergia latifolia, Pterocarpus indicus, Samanea saman, Albizia procera, Lanea grandis, dan lain-lain. Sementara itu jenis-jenis pohon yang ditanam di sepanjang sisi-sisi jalan utama dan jalan-jalan cabang adalah Lagerstroemia indica,Swietenia mahagoni, Jacaranda filicifolia, Bombax malabarica, Dillenia pentagyna, Saccopetalum horsfieldii, Filicium decipiens, firmiana malayana, dan lain-lain. Sedangkan pada kedua sisi sepanjang parit atau saluran air di dalam kebun ditanami Ceiba pentandra.
Soerohaldoko (2001: 11) menjelaskan bahwa :
.... Pada beberapa bagian kebun mulai dibangun pula taman-taman dengan aneka tanaman hias, sehingga mulai nampak keindahannya sebagai kebun botani.
Pada masa akhir kepemimpinan Sarwana, Kebun Raya Purwodadi mulai tanggal 10 Maret 1963 dibuka untuk pengunjung umum. Peresmian pembukaannya dilakukan oleh Soedjana Kassan selaku pimpinan Kebun Raya Bogor.

2.2       Pengaruh Kebun Raya Purwodadi terhadap Perekonomian Masyarakat Sekitar pada Tahun 1941-1963
Kebun Raya Purwodadi sebagai kebun botani sudah seharusnya memberi manfaat bagi banyak orang. Jika kita lihat dari sejarahnya, keberadaan Kebun Raya Purwodadi ini jelas berpengaruh tehadap kehidupan masyarakat yang hidup di sekitarnya. Pengaruh keberadaan kebun raya, salah satunya, bisa kita lihat dari segi ekonomi. Keberadaan kebun raya merupakan salah satu tambahan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, tidak hanya bagi para ahli botani saja. Pengelola kebun raya ridak bisa mengelola kebun yang sangat luas hanya dengan beberapa rekannya. Mereka membutuhkan banyak orang untuk merawat areal kebun.
Pengaruh kebun raya tidak hanya pada masa kini ataupun masa Hindia-Belanda tapi juga bisa kita lihat pada masa pendudukan Jepang. Tentara Jepang yang datang ke Indonesia dan membutuhkan kebutuhan logistik memanfaatkan lahan yang ada sebagai lahan tananman pangan, salah satunya adalah areal kebun raya. Jepang yang membutuhkan keperluan logistik berupa bahan pangan tidak membawa bibit tanaman pangan. Tanaman pangan yang ditanam dan dikelola untuk memenuhi kebutuhan logistik mereka berasal dari masyarakat. Masyarakat tidak hanya menanam tanaman pangan yang dibutuhkan Jepang tapi mereka juga bekerja pada pihak Jepang sebagai pegawai honorer. Mereka diupah sesuai apa yang mereka tanam. Jika mereka menanam padi mereka akan mendapat padi sebagai imbalannya, jika mereka menanam ketela mereka akan mendapat ketela.
Masyarakat sekitar, selain bekerja sebagai penanam panganan tanam juga adayang dipekerjakan untuk membangun jalan utama di Kebun Raya Purwodadi. Seperti yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya bahwa pada masa Jepang dirintis jalan utama yang membujur dari jalan Surabaya-Malang (sekarang) mengarah ke air terjun “Coban Baung” dan ke titik triangulasi di puncak Gunung Baung. Jalan utama yang panjangnya mencapai 1100 meter ini dirintis pada masa Jepang dengan mempekerjakan masyarakat yang tinggal di sekitar kebun raya. Masyaarakat yang bekerja di Kebun Raya Purwodadi pada masa pendudukan Jepang ini berasal dari Desa Purwodadi, Desa Kertosari bahkan sampai Desa Bakalan.
Keadaan ini berlangsung selama masa pendudukan Jepang di Indonesia. Kemungkinan juga hal ini berlangsung setelah Indonesia merdeka. Berdasarkan sumber yang ada dinyatakan bahwa tahun 1945/1946-1949 Kebun Raya Purwodadi yang berada di bawah pimpinan Bapak Moestopo hanya menlanjutkan apa yang dirintis oleh Tanaka selaku pimpinan Kebun Raya Purwodadi pada masa pendudukan Jepang.  Mengenai pembagian upah pada masa kepemimpinan Bapak Moestopo tidak keterangan yang jelas.
Di bawah pimpinan H. O. van Leusen pengelolaan kebun raya sebagai kebun botani mulai terarah di mana pada masa ini jelas membutuhkan tenaga kerja. Namun, ia juga tidak bisa begitu saja memberhentikan masyarakat yang bekerja di kebun raya pada masa pendudukan Jepang. Kemungkinan besar, mereka yang bekerja di kebun raya tetap dipekerjakan untuk membantu penanaman dan perawatan kebun raya menjadi kebun botani yang tertata. Karena tidak ada informasi yang menyatakan adanya pertentangan atau konflik antara masyarakat setempat dengan pihak pengelola Kebun Raya Purwodadi.
Pada masa van Leusen ini dilakukan pengangkatan pegawai harian tetap. Pada proses pengangkatan pegawai harian tetap ini dijelaskan oleh Bapak Adi bahwa tidak semua masyarakat yang telah bekerja di kebun raya sejak masa pendudukan Jepang ikut pengangkatan. Pada proses pengangkatan pegawai harian tetap ini ada seleksi tapi tidak diketahui bagaimana prosesnya secara detail. Mereka yang tidak lolos seleksi kembali ke desa masing-masing. Ada juga yang memang tidak ikut seleksi dan kembali ke desanya atas kehendak sendiri.
Pengaruh Kebun Raya Purwodadi dalam bidang ekonomi pada masyarakat yang tinggal di sekitarnya mulai diperjelas pada tahun 1963. Pada masa akhir kepemimpinan Bapak Sarwana kebun raya dibuka untuk umum. Hal ini semestinya memberi kontribusi besar bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kebun raya.

III.      PENUTUP
Kebun Raya Purwodadi didirikan dengan tujuan penelitian intensif terhadap botani Indonesia. Namun, tujuan ini baru dapat terlaksana sekitar tahun 1949 ketika Kebun Raya Purwodadi berada di bawah pimpinan van Leusen. Hal ini juga didukung oleh Indonesia yang telah merdeka meskipun keadaan ekonomi negara belum stabil tapi tidak menghalangi langkah van Leusen untuk membentuk Kebun Raya Purwodadi sebagai kebun botani. Pada masa kepmimpinan Bapak Sarwana pembangunan kebun raya sebagai kebun botani mengalami pembangunan yang pesat dalam kurun waktu sekitar sepuluh tahun, yaitu dari tahun 1954 sampai 1963.
 Keberadaan Kebun Raya Purwodadi berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat yang tinggal di sekitarnya, seperti masyarakat Desa Purwodadi, Desa Kertosari, bahkan sampai Desa Bakalan. Kita bisa lihat pengaruh keberadaan kebun raya dalam bidang ekonomi pada masa pendudukan Jepang di atas. Jelas bahwa kebun raya merupakan salah satu lapangan pekerjaan sejak masa awal berdirinya. Hal ini sangat nampak setelah masa kemerdekaan di mana H. O. van Leusen melakukan perekrutan melakukan pengangkatan pegawai harian tetap. Pengaruh Kebun Raya Purwodadi makin nampak pada tahun 1963 ketika Bapak Sarwana selaku pimpinan kala itu membuka kebun raya untuk umum.


DAFTAR RUJUKAN
Sumber Lisan (Wawancara)
Bapak Adi Suprapto selaku pendamping penelitian di Kebun Raya Purwodadi.
Buku
Whitten, T. Dkk. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Nasution, R. E. 1979. Kebun Raya Cabang Purwodadi.
Soerohaldoko, S. Dkk. 2001. Kebun Raya Purwodadi 30 Januari 1941 – 30 Januari 2001. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Media Elektronik
(http://www.krpurwodadi.lipi.go.id/), diakses 01 Oktober 2013.
(http://www.eastjava.com/tourism/pasuruan/ina/purwodadi.html), diakses 01 Oktober 2013.
(http://www.eastjava.com/tourism/pasuruan/purwodadi/main.html), diakses 01 Oktober 2013.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kebun_Raya_Purwodadi), diakses 01 Oktober 2013.
(http://www.krpurwodadi.lipi.go.id/index.php?pages=koleksi&sk=koleksi1), diakses 01 Oktober 2013.

 

No comments:

Post a Comment