STABILITAS BAHAN BAKAR MINYAK DI INDONESIA
PADA TAHUN 1979 – 1983
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Sejarah Perekonomian
Yang dibina oleh Prof. Dr. Hariyono M.Pd.,/
Indah W.P. Utami, S.Pd., S.Hum., M.Pd.
Oleh :
Wilson
Arta Kharisma 110731435527
1.
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang
Kehidupan Manusia yang modern tidak lah luput dari
adanya bahan bakar.Bahan bakar sangatlah berperan penting dalam kehidupan
manusia.Yang mana bahan bakar tersebut dapat membatu dalam kehidupan manusia
sehari-hari.Berbagai macam atau bentuk dari bahan bakar yang dipergunakan oleh
manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka.Dilihat dari pengertiannyaBahan bakar merupakan
suatu materi yang dapat dirubah menjadi sebuah energi. Suatu bahan bakar
biasanya mengandung energi panas karena sebagian besar bahan bakar yang
digunakan oleh manusia melalui proses pembakaran. Energi panas tersebut dapat
dipergunakan untuk melepas dan dimanipulasi menjadi suatu kebutuhan manusia itu
sendiri.
Salah satu bentuk dari bahan bakar yang sering
dipergunakan oleh manusia di masa modern ini adalah bahan bakar minyak bumi dan
dapat di sebut juga sebagai BBM.Bahan bakar minyak tersebut merupakan suatu
bahan bakar yang memiliki sifat tidak dapat diperbaharui.Minyak bumi ini sering
juga dijuluki sebagai emas hitam.Hal tersebut karena minyak bumi merupakan
suatu yang sangat berharga karena permintaan kebutuhan sangat banyak, sedangkan
minyak bumi itu sendiri merupakan suatu sumberdaya alam yang tidak dapat di
perbaharui. Minyak bumi merupakan suatu cairan kental yang berwarna coklat
gelap atau kehijauan yang mudah terbakar.
Berbagai masalah tentang kebutuhan minyak bumi yang
sangat tinggi yang terjadi di berbagai negara, khususnya negara-negara besar
ataupun berkembang yang sangat bergantung pada bahan bakar minyak sebagai suatu
kekuatan untuk memenuhi kebutuhan yang sangat tinggi. Masalah-msalah yang
terjadi seperti adanya kenaikan harga bahan bakar minyak yang semakin tahun
semakin tinggi.Terdapat berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi dari kenaikan
harga bahan bakar minyak di dalam negeri maupun di dunia internasional.Dengan
adanya kenaikan harga bahan bakar minyak juga berdampak yang cukup besar baik terhadap
kebutuhan masyarakat, sektor industri dan masih banyak yang lainnya.Sehingga
berbagai masalah timbul dengan adanya kelangkaan yang semakin tahun semakin
tinggi adanya bahan bakar minyak.Masalah-masalah tersebutlah yang membuat
penulis untuk menulis sebuah makalah tentang stabilitas bahan bakar minyak yang
ada di Indonesia pada tahun 1979 – 1983.Hal ini karena banyaknya berbagai pihak
yang mengkonsumsi bahan bakar minyak secara boros dan tidak memikirkan
kepentingan bersama.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
stabilitas harga bahan bakar minyak di Indonesia pada tahun 1979 – 1983?
2. Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi harga bahan bakar minyak di Indonesia pada
tahun 1979 – 1983?
3. Bagaimana
dampak harga bahan bakar minyak terhadap stabilitas ekonomi di Indonesia pada
tahun 1979 – 1983?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui stabilitas harga bahan bakar minyak di Indonesia pada tahun 1979 –
1983
2. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi harga bahan bakar minyak di
Indonesia pada tahun 1979 – 1983
3. Untuk
mengetahui dampak harga bahan bakar minyak terhadap stabilitas ekonomi di
Indonesia pada tahun 1979 – 1983
1.4
Metode
Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan untuk membuat makalah
ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan-tahapan metode penelitian ini adalah
sebagai berikut
1.
Mencari
sumber-sumber buku yang digunakan untuk membuat makalah ini
2.
Mencari
beberapa arsip dan penelitian terdahulu yang sesuai dengan topik makalah ini
3.
Menganalisis
data-data yang telah di di dapat melalui buku, arsip ataupun penelitian
terdahulu
4. Menyusun Makalah yang telah di analisis.
2.
PEMBAHASAN
1.1
Stabilitas
Harga Bahan Bakar Minyak di Indonesia Pada Tahun 1979 – 1983
Indonesia merupakan suatu negara yang sangat
ketergantungan dengan adanya bahan bakar minyak karena minyak merupakan
segalanya untuk kelangsungan hidup ekonomi bagi Indonesia.Hal tersebut terjadi
karena dengan bahan bakar minyak kita dapat melakukan aktifitas. Pada tahun 1979
– 1983 stabilitas harga bahan bakar minyak mengalami peningkatan yang sangat
melonjak dan hal tersebut membuat
perekonomian Indonesia sangatlah kritis sehingga Indonesia pada saat itu
mengalami masa-masa kritis ekonomi. Berbagai macam upaya dilakukan oleh
pemerintah Indonesia untuk menyestabilkan harga eceran bahan bakar minyak
sehingga tidak membuat suatu kenaikan yang sangat tinggi untuk berbagai macam
jenis minyak dan masyarakat Indonesia juga tidak merasakan dampaknya. Akan
tetapi pada saat itu ekonomi Indonesia mengalami kemunduran yang sangat krisis
dan kenaikan bahan bakar minyak pun sangat tinggi sehingga mau tidak mau
kebijakan pemerintah akan tetap menaikkan harga bahan bakar minyak yang sangat
memberatkan masyarakat.
Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak karena
subsidi yang ditanggung oleh pemerintah sudah sangat tinggi sehingga tidak ada
jalan lain pemerintah harus menaikkan harga bahan bakar minyak, meskipun hal
tersebut sangat sulit di terima oleh rakyat. Menurut beberapa pengamatan dalam dua
tahun berturut-turut tentang Presiden Soeharto dalam pidatonya di pengantar
RAPBN untuk tahun yang akan berjalan, Presiden Soeharto selalu mengumumkan
tentang subsidi bahan bakar minyak di Indonesia pada 2 tahun berturut-turut
yaitu.
1. Untuk
tahun anggaran 1979/1980 pemerintah Indonesia terpaksa melakukan penyesuaian
harga bahan bakar karena kenaikan harga bahan bakar minyak di dunia
internasional. Jika hal tersebut tidak dilakukan oleh pemerintah Indonesia
makan subsidi untuk bahan bakar minyak akan membengkak mencapai Rp.550 milyar.
Dengan penyesuaian harga bahan bakar minyak yang dilakukan oleh pemerintah maka
subsidi yang di sediakan hanya mencapai Rp.220 milyar.
2. Kemudian
untuk anggaran tahun 1980/1981 pemerintah Indonesia melakukan penyesuaian harga
eceran bahan bakar minyak bumi. Hal tersebut dilakukan lagi oleh pemerintah Indonesia
karena subsidi yang menjadi beban pemerintah Indonesia hampir mencapai Rp.1,3
trilyun. Sehingga mau tidak mau pemerintah harus menyesuaikan harga eceran
bahan bakar minyak agar perekonomian Indonesia tidak terpuruk. Sehingga dengan
tindakan pemerintah Indonesia tersebut subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah
hanya sebesar Rp.828,3 milyar. Sehingga dapat mengurangi beban yang dipikul
oleh pemerintah Indonesia.
3. Pada
tahun 1981 pemerintah Indonesia tidak melakukan penyesuaian harga bahan bakar
minyak agar tidak begitu menyusahkan untuk masyarakat meskipun hal tersebut
juga memberatkan keuangan pemerintah Indonesia itu sendiri. Subsidi pada saat
itu hampir mencapai Rp.1,5 trilyun.
Berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia untuk menyestabilkan harga bahan bakar minyak agar tidak melambung
tinggi dan juga subsidi yang diberikan oleh pemerintah Indonesia terhadap bahan
bakar minyak tidak membengkak.Dari tahun 1987 sampai tahun 1983 mengalami
peningkatan harga Bahan bakar minyak.Keputusan Presiden
Republik Indonesia nomor 16 tahun 1979 yaitu menjelaskan tentang penyesuaian
harga-harga jual bahan bakar minyak dan dengan meningkatnya ongkos produksi
untuk tetap menjamin peningkatan dan kelancaran produksi.
Dengan adanya kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia tersebut lalu Pemerintah Indonesia memutuskan bahwa di mulai pada tanggal
5 April 1979 jam 00.00, harga eceran dari bahan bakar minyak bumi per liter
ditetapkan sebagai berikut.
·
Avigas Rp. 100,- (seratus rupiah).
· Avtur Rp.
100,- (seratus rupiah).
· Bensin Super Rp.
140,- (seratus empat puluh rupiah).
· Bensin Premium Rp. 100,- (seratus rupiah).
· Minyak Solar Rp.
35,- (tiga puluh lima rupiah).
· Minyak Diesel Rp. 30,- (tiga puluh rupiah).
· Minyak Bakar Rp.
30,- (tiga puluh rupiah).
Kemudian
pada tahun 1980 harga bahan bakar minyak berubah kembali karena adanya
penyesuaian kembali oleh Pemerintah Indonesia. Kemudian pemerintah melakukan
tindakan dengan adanya Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 30 tahun 1980 yang mana
keputusan tersebut berisi tentang penyesuaian harga-harga jual bahan bakar
minyak bumi. Keputusan Presiden Republik Indonesia menyatakan bahwa sesuai
dengan meningkatnya biaya produksi bahan bakar minyak bumi untuk keperluan
dalam negeri serta untuk tetap menjamin peningkatan dan kelancaran pengadaannya,
dianggap perlu untuk menyesuaikan kembali harga-harga jual bahan bakar minyak
bumi.Hal tersebut dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi subsidi bahan
bakar minyak agar tidak membengkak.
Kemudian
Kebijakan tersebut memutuskan dengan mencabut Keputusan-keputusan Presiden
Republik Indonesia yaitu yang pertama, Nomor
16 Tahun 1979 tanggal 4 April 1979. Kemudian yang kedua Nomor 22 Tahun 1979
tanggal 2 Mei 1979. Setelah mencabut keputusan-keputusan tersebut kemudian
mulai tanggal 1 Mei 1980 pada jam 00.00 WIB Pemerintah Indonesia mengumumkan
bahwa harga jual bahan bakar minyak untuk
keperluan dalam Negeri per liter akan ada perubahan dari harga-harga bahan
bakar minyak sebelumnya dan harga tersebut ditetapkan sebagai berikut.
·
Avgas Rp.
150,- (Seratus lima puluh rupiah)
·
Avtur Rp.
150,- (Seratus lima puluh rupiah)
·
Bensin Super Rp.
220,-(Dua ratus dua puluh rupiah)
·
Bensin Premium Rp. 150,-
(Seratus lima puluh rupiah)
·
Minyak Tanah Rp.
37,50 (Tigapuluh tujuh rupiah lima puluh sen)
·
Minyak Solar Rp.
52,50 (Limapuluh dua rupiah lima puluh sen)
·
Minyak Diesel Rp.
45,- (Empat puluh lima rupiah)
·
Minyak Bakar Rp. 45,-
(Empat puluh lima rupiah)
Setelah mengalami kenaikan pada tahun 1980 tetapi
pada tahun 1981 pemerintah tidak melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak
sehingga harga eceran tidak meningkat. Ternyata pada tahun 1982 harga bahan
bakar minyak mengalami peningkatan kembali dan dengan keputusan Presiden
Republik Indonesia nomor 1 tahun 1980 tentang penyesuaian harga-harga jual
bahan bakar minyak bumi. Sehingga pemerintah melakukan tindakan untuk menaikan
harga bahan bakar minyak pada tanggal 4 Januari 1982 dengan harga jual eceran
dalam negeri bahan bakar minyak bumi setiap liter ditetapkan sebagai berikut.
·
Avgas Rp.240,- (Duaratus
empatpuluh rupiah)
·
Avtur Rp.240,- (Duaratus
empatpuluh rupiah)
·
Bensin Super Rp. 360,- (Tigaratus enampuluh
rupiah)
·
Bensin Premium Rp. 240,- (Duaratus empatpuluh rupiah)
·
Minyak Tanah Rp. 60,- (Enam puluh rupiah)
·
Minyak Solar Rp. 85,- (Delapan puluh lima rupiah)
·
Minyak Diesel Rp. 75,- (Tujuh puluh lima rupiah)
·
Minyak Bakar Rp. 75,- (Tujuh puluh lima rupiah)
Setelah mengalami peningkatan dengan harga bahan
bakar minyak pada tahun 1982 ternyata pada tahun 1983 terjadi peningkatan
kembali, dan peningkatan tersebut yang paling tinggi dari sebelum-sebelumnya.
Dengan adanya keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 1 tahun 1983 yang
menyatakan bahwa harus adanya penyesuaian harga bahan bakar minyak untuk
meningkatkan pembangunan. Dimulai pada tanggal 7 Januari 1983 harga bahan bakar
minya berubah menjadi berikut.
·
Avigas Rp. 300,- (Tiga ratus
rupiah)
·
Avtur Rp. 300,- (Tiga ratus
rupiah)
·
Bensin Super Rp. 400,- (Empat ratus rupiah)
·
Bensin Premium Rp. 320,- (Tiga ratus dua puluh rupiah)
·
Minyak Tanah Rp. 100,- (Seratus rupiah)
·
Minyak Solar Rp. 145,- (Seratus empat puluh lima
rupiah)
·
Minyak Diesel Rp. 125,- (Seratus dua puluh lima
rupiah)
·
Minyak Bakar Rp. 125,- (Seratus dua puluh lima
rupiah)
1.2
Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Harga Bahan Bakar Minyak di Indonesia Pada Tahun 1979 – 1983
Ada 8 jenis bahan bakar minyak yang dikonsumsi di
dalam negeri.Yang mana sua tersebut belum dapat terpenuhi sepenuhnya oleh
kapasitas produksi yang diperoleh oleh Indonesia. Dalam data statistik jumlah konsumtif
dari bahan bakar minyak dalam negeri pada tahun 1980 diperkirakan tidak kurang
dari 21 milyar liter dan jumlah itu sangat besar dibandingkan hasil produksi
minyak bumi yang dihasilkan oleh pemerintah Indonesia itu sendiri. Sekitar
82,8% jumlah minyak tersebut di datangkan dari luar atau juga dapat disebut
Indonesia Impor minyak dari luar untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bahan bakar
minyak yang sangat tinggi di Indonesia.
Banyak berbagai faktor yang mempengaruhi harga bahan
bakar minyak pada tahun 1979 – 1983.“Pemerintah Indonesia melakukan kebijakan
untuk penyesuaian harga bahan bakar minyak konsumtif dalam negeri yang mana
kenaikan tersebut mencapai hampir 50 persen dari harga awal yang tertera
sebelum mengalami penyesuaian” (Sagir, 1981:149).Kebijakan-kebijakan tersebut
merupakan suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia untuk
mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak yang semakin tahun semakin
meningkat dan membengkak.
Hal tersebut terbukti yang terjadi pada tahun
1980/1981 yang mana pada saat itu subsidi bahan bakar minyak mencapai Rp.1,3
trilyun. Tetapi dengan kebijakan Pemerintah Indonesia yang melakukan
penyesuaian subsidi bahan bakar minyak menjadi Rp.828 milyar, sehingga dari
kebijakan tersebut Pemerintah Indonesia dapat menghemat subsidi bahan bakar
minyak sebesar Rp.500 milyar dan dengan hasil penghematan dari subsidi bahan
bakar minyak tersebut dapat digunakan untuk belanja pembangunan yang lain.
Kemerosotan dalam produksi minyak mentah di
Indonesia juga sangat berpengaruh dengan harga bahan bakar minyak di dalam
negeri. Sesuai dengan prediksi dari beberapa para pakar yang menggeluti dunia
minyak bumi mengatakan bahwa Indonesia akan mengalami kemunduran dalam produksi
minyak mentah sehingga harga minyak mentah dapat melambung tinggi. Dari pihak
juga mempengaruhi kenaikan harga bahan bakar di Indonesia. “Kesepakatan
sementara OPEC untuk menurunkan suplai minyak dari 20 juta barrel perhari
menjadi 18,5 juta barrel perhari (keputusan Doha, permulaan Maret 1982)”
(Sagir, 1983:104).
Ketika melihat dari kemampuan dari pemerintah
Indonesia sendiri dalam memproduksi minyak bumi itu sendiri sangat lah tidak
dapat berkembang secara cepat dilihat dari sepuluh tahun terakhir.Dari hal
tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia masih belum bisa mengolah sumber daya
alam yang ada secara efisien.Bahkan dari tahun ke tahun produksi minyak bumi
yang dilakukan oleh Indonesia semakin terlihat kemerosotan dari volume
produksinya, meskipun kemerosotan tersebut tidak terlalu besar.Tetapi meskipun
dari tahun ke tahun volume produksi minyak bumi di Indonesia mengalami
kemerosotan masih diimbangi oleh kenaikan harga minyak bumi.Sehingga meskipun
mengalami kemerosotan tetapi dalam segi nilai dari tahun ke tahun meningkat.
Pada tahun 1982 yang terjadi di
Indonesia mengalami suatu gejala yang lain. Hasil produksi yang dilakukan oleh
Indonesia mengalami kemerosotan akibat dari permintaan pasar yang turun US $
34/barrel-OPEC.Sehingga jelas dari situlah nilai ekspor akan turun. Penurunan
nilai ekspor tersebut semakin parah jika pembekuan dari OPEC tidak dapat
dipertahankan sampai akhir 1982. Hal lain yang perlu diperhatikan mengenai
produksi minyak bumi yang dilakukan oleh pihak Indonesia sebagai komoditi
ekspor.
Tetapi kenyataannya dari hasil
penelitian beberapa para pakar ekonomi bahwa sebenarnya hasil produksi minyak
bumi yang dikelola oleh Indonesia itu masih sangat lamban dan tidak mengalami
peningkatan.Hal tersebut tidak sebanding dengan laju pertumbuhan karena jumlah
penghasilan produksi minyak bumi masih lebih kecil dibandingkan jumlah konsumsi
bahan bakar dalam negeri baik dari masyarakat maupun industri.Sehingga dalam
nilai harga bahan bakar minyak juga mengalami peningkatan sesuai dengan laju
pertumbuhan konsumtif dari Indonesia itu sendiri.
Berbagai realitas dapat dilihat
dari tahun ke tahun. buktinya yaitu sejak tahun 1973 sampai dengan 1985, laju
produksi minyak bumi yang dihasilkan oleh pihak Indonesia masih mengalami
peningkatan yang sedikit yaitu hanya mencapai 1,4 kali dari jumlah produksi
sebelumnya. Jika dibandingkan dengan jumlah hasil produksi minyak bumi tersebut
masih sangat jauh perbandingannya dengan jumlah banyaknya konsumsi bahan bakar
minyak yang naik hampir sebanyak 4 kalilipatnya dari tahun-tahun
sebelumnya.Sehingga kemampuan untuk mengekspor minyak bumi itu sangat sedikit
dibandingkan dengan impor yang kita butuhkan.
Sebenarnya dengan penurunan jumlah
produksi minyak bumi yang di ekspor oleh Indonesia tidak begitu berpengaruh
dengan harga bahan bakar minyak dalam negeri tetapi Indonesia akan mengalami
kesulitan ketika proyeksi Bank Dunia pada tahun 1982 kita mampu menghasilkan
1,67 juta barrel perhari, tetapi pada kenyataannya kita tidak mencapai target
tersebut dikarenakan terjadinya kemerosotan permintaan. Sehingga kemampuan
ekspor yang dilakukan Indonesia semakin menurun.Apalagi ketika adanya masalah
tersebut disertai adanya penurunan harga minyak bumi yang dilakukan oleh OPEC,
maka dari hal tersebut dapat membuat nilai ekspor semakin sangat menurun secara
drastis.Dari penurunan nilai ekspor sehingga pendapatan Indonesia semakin
sedikit dan membuat Indonesia tidak bisa menampung subsidi bahan bakar minyak
terlalu banyak dan membuat hal itu harga bahan bakar minyak di dalam negeri
semakin naik.
1.3
Dampak
Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Stabilitas Ekonomi di Indonesia Pada Tahun 1979
– 1983
Suatu penyesuaian bahan bakar minyak yang dilakukan
oleh pemerintah Indonesia masih menjadi suatu impian yang sangat tidak bagus
untuk kebelakangnya.Walaupun hal tersebut masih saja dilakukan oleh pemerintah.
Pada tangga 4 Januari 1982 pemerintah melakukan tindakan penyesuaian mengurangi
jumlah subsidi bahan bakar minyak masih dapat dimengerti oleh masyarakat,
tetapi kenaikan bahan-bahan pokok yang lain dan tarif merupakan suatu dampak
dari kenaikan yang selanjutnya setelah kenaikan bahan bakar minyak diberlakukan
oleh pemerintah dan itu merupakan suatu impian yang sangat buruk dalam sektor
ekonomi Indonesia pada saat itu yang mana masih merupakan masa yang
mengutamakan pembangunan yang merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia
untuk memajukan negara.
Menurut Soesastro, dkk, 2005. Menjelaskan di dalam
bukunya bahwa “penyesuaian yang berlebihan di sektor-sektor produksi tertentu
mempunyai akibat berantai yang bisa meluas ke seluruh perekonomian. Kenaikan
harga BBM telah terlanjur menjadi kambing hitam dari kenaikan tingkat harga
(inflasi) karena ada kecenderungan-kecenderungan diberbagai sektor untuk
melakukan penyesuaian yang berlebih.Selama keadaan ini masih berlaku secara
umum, maka selama itu pula penyesuaian harga BBM seharusnya bisa merupakan
sesuatu yang bersifat rutin”.Jadi adanya penyesuaian harga bahan bakar minyak
membuat suatu sistem perdagangan secara umum membuat kenaikan harga barang
tetapi kenaikan tersebut tidak sesuai dengan kenaikan harga bahan bakar minyak.Kenaikan
barang dagang cenderung lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga bahan bakar
minyak.
Pemusatan perhatian pada kenaikan bahan bakar minyak
merupakan suatu masalah yang seharusnya diteliti secara serius adalah mekanisme
penyesuaian harga-harga dan tarif yang ada pada ekonomi Indonesia.Banyak dampak
yang diberikan dengan adanya kenaikan bahan bakar minyak kisaran tahun 1979 –
1983.Kenaikan bahan bakar minyak memiliki dampak secara langsung terhadap
seluruh sektor ekonomi yang mana sektor tersebut yang menggunakan bahan bakar
minyak untuk melakukan pekerjaannya apalagi bila sektor tersebut menjadikan
bahan bakar minyak menjadi bahan pokok yang harus dipenuhi.Berbagai jenis
sektor seperti sektor transportasi darat, laut, maupun udara. Adapula dari
sektor proses produsen seperti tenaga listrik dan bahkan pabrik-pabrik yang
menggunakan bahan bakar minyak.
Berbagai barang membutuhkan jasa angkutan untuk
sampai ke konsumen, dari hal tersebut mau tidak mau membuat harga-harga barang
semakin mahal menyesuaikan harga transportasi yang semakin mahal.Dengan adanya
kenaikan barang-bang yang semakin mahal membuat kebutuhan setiap orang semakin
banyak sehingga timbullah kenaikan upah terhadap kaum buruh untuk memenuhi
kebutuhan mereka yang semakin mahal juga. Maka dari situlah dapat dilihat bahwa
timbulnya mata rantai yang saling menyesuaikan untuk mempertahankan keadaan hidup
mereka dan hal ini dapat disebut sebagai cost
push inflation, yaitu inflasi yang di pengaruhi oleh unsur biaya produksi,
yang mana hal tersebut dimulai dari kenaikan dari harga bahan bakar minyak
sebagai salah satu komponen utama dalam produksi.
Salah satu sektor yang mengalami dampak dari
kenaikan bahan bakar minyak juga terjadi pada sektor industri.Besarnya pengaruh
kenaikan harga bahan bakar minyak sangat terasa bagi sektor industri yang tidak
dapat di perkirakan besarnya. Hal itu karena terlalu besarnya komponen energi
yang dikeluarkan seperti ongkos produksi
yang berbeda-beda dalam satu produksi. Sehingga dalam satu jenis
produksi industri itu memiliki jumlah ongkos yang berbeda-beda dan itu membuat
harga barang-barang menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan naiknya bahan
bakar minyak.
Segera setelah adanya kenaikan harga bahan bakar
minyak yang terjadi pada tanggal 4 Januari 1982, Menteri Perindustrian A.R.
Shoehoed di dalam bukunyaSoesastro, dkk, 2005.Menyatakan bahwa “kenaikan harga
BBM selalu mempunyai akibat terhadap harga-harga, tetapi kenaikan harga BBM
hendaknya tidak dipergunakan para produsen di sektor industri untuk mencari
untung lebih dari jumlah yang semestinya”.Menteri mengatakan hal tersebut kare
untuk menindak lanjuti produsen-produsen yang ingin mengambil untung yang lebih
supaya tidak terjadi sedemikian rupa karena faktanya hal-hal tersebut terjadi
di dunia perekonomian Indonesia.
Jika dilihat dari pasar dari berbagai jenis industri
jauh dari sempurna sehingga hal tersebut membuat mudah para produsen
melakukannya.Kondisi permintaan barang dagang juga berpengaruh, meskipun faktor
ini juga terjadi musiman. Ada beberapa industri yang dapat menggeserkan beban
dari kenaikan bahan bakar minyak kepada pihak konsumen dan sekaligus mungkin
mereka akan melakukan pembesaran margin keuntungannya sehingga mereka
mendapatkan keuntungan yang lebih. Jadi dari hal tersebutlah para
produsen-produsen mendapat keuntungan yang lebih dari pihak konsumen.Tetapi
tidak sedikit pulapara produsen yang menggunakan harga barangnya sesuai dengan
kenaikan harga bahan bakar minyak dan mereka mengejar pasaran.
Untuk tingkat inflasi pada bulan Januari tahun 1982
juga merupakan salah satu dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak yang mana
hal tersebut menyesuaikan dari tarif angkutan yang semakin tinggi. Adapun
penyesuai yang akan menyusul setelah diadakan kalkulasi baru atau dapat disebut
perhitungan-perhitungan penyesuaian dan pada saat itu diperkirakan tingkat
inflasi akan berkisaran diantaranya 2,4 – 5,4 pCt. Dari hal tersebut tingkat
inflasi pada tahun 1979 dan tahun 1980 sudah dapat di diprediksikan akan
mengalami peningkatan.
Menurut pendapat Sagirdi dalam bukunya 1983
menjelaskan bahwa “Jikalau untuk seratus lima puluh jenis barang yang berlaku
untuk 17 kota besar di Indonesia Indeks harga konsumen (IHK), ternyata untuk
bulan Januari 1982 mencapai tingkat lebih dari 5,4 pCt”. Dari penjelasan
tersebut dapat dilihat bahwa dalam ekonomi perdagangan yang mengalami
penyesuaian harga bahan bakar minyak yang mengalami peningkatan itu terdapat
suatu penyesuaian harga barang yang tidak wajar.Penyesuaian harga barang
tersebut tidak wajar karena adanya beberapa pihak produsen memanfaatkan dengan
adanya peningkatan harga bahan bakar minyak utuk meningkatkan harga yang lebih
sehingga mereka mendapat penghasilan yang lebih.
Untuk inilah sebenarnya diperlukannya campur tangan
dari pihak pemerintah, untuk memberikan suatu pengarahan bukan hanya melakukan
pengendalian ataupun pengawasan saja.Pengarahan yang seharusnya dilakukan oleh
pemerintah supaya tidak terjadi penyesuaian harga bahan penjualan yang tidak
berlebih.Sehingga dalam kenaikan harga bahan bakar minyak tidak terjadi lagi
beberapa produsen yang melakukan penyesuaian harga barang yang berlebih dan
membuat tingkat inflasi meningkat secara drastis.
3.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat ketergantungan
dengan adanya bahan bakar minyak baik dalam bidang stransportasi, produksi dan
lain sebagainya.Pada tahun 1979 sampai dengan 1983, bahan bakar minyak
mengalami peningkatan.Berbagai faktor yang mempengaruhi naiknya nilai bahan
bakar minyak dengan berkurangnya produksi yang dihasilkan oleh Indonesia maupun
produksi dunia.sehinggamembuat nilai minyak bumi di dunia Internasional sangat tinggi. Naiknya
harga minyak bumi di dunia Internasional juga akibat dari pembatasan yang
dilakukan oleh OPEC.
Kenaikan bahan bakar minyak di dalam negeri membuat
berbagai pengaruh yang dialami oleh masyarakat, industri dan lain sebagainya
yang menggunakan bahan bakar minyak. Dampak dari kenaikan bahan bakar minyak
yaitu naiknya harga barang sehingga kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat
semakin tinggi harganya dan dari semakin tinggi nilai kebutuhan sehingga para
kaum buruh membutuhkan penghasilan yang lebih sehingga adanya peningkatan upah
gaji para buruh.
Daftar Rujukan
Sagir, Suharsono. 1981. Masalah-masalah Ekonomi Indonesia 1980. Bandung: Alumni.
_____.1983.Masalah
Ekonomi Indonesia 1982. Bandung: Angkasa.
Soesastro, Hadi dkk. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad
Terakhir. Yogyakarta: Kanisius.
No comments:
Post a Comment