Anita Dyah Ayu 110731435526
Ardi Syahrial 110731435520
Aris Cahyono 110731435525
Diah Purwati 110731435549
Isma Wulandari 110731435539
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu sejarah
seringkali dihadapkan dengan komplektisitas masalah mengenai keabsahan ilmiah
dari cara dan hasil kerjanya. Kritik sejarah sebagai sebuah ilmu seringkali di
lontarkan oleh para tokoh modern dan post- modernisme. Hal ini perlu dilakukan
agar sejarah dapat selalu memperbaiki kedudukannya sebagai ilmu dan berkembang
secara aktual sehingga bisa menjawab problematika kehidupan umat manusia.
Sejarah sebagai ilmu mampu memberikan jawaban atas dinamika keilmuan yang tidak
pernah usai, jika tidak mau dikatakan pengetahuan yang “usang atas masa lalu"
( Hamid, 2011: 110).
Karl Marx merupakan
salah satu tokoh filsafat barat modern yang berpengaruh, pemikirannya digunakan
sebagai ideologi di beberapa negara Eropa, Asia, Afrika, Amerika Tengah dan
Amerika Selatan. Karl Marx lahir pada tanggal 5 Mei 1818 di Trier, Jerman. Ia
adalah ilmuan sosial revolusioner yang analisisnya tentang masyarakat kapitalis
menjadi basis teroritis bagi pengikutnya yang mengidentifikasi dirinya sebagai
Marxist. Kontribusi utama terletak pada peran faktor ekonomi dalam membentuk
jalannya sejarah yang nantinya akan berpengaruh pada perkembangan teori- teori
sosial ( Hamid, 2011 125) .
Pemikiran Karl Marx
dipengaruhi oleh pemikiran Hegel dan Feurbach. Dari Hegel, Marx meminjam
dialektikanya, sedangkan dari Feubach, ia memakai idenya mengenai dunia materi
sebagai kenyataan akhir objek- objek indrawi ( Rahman, 2013: 337). Dari kedua
fokus tokoh tersebut, ia mengembangkan pemikiran filsafatnya. Marx juga menjadikan
filsafat lebih praktis. Dia mengecam dan mengkritik filsafat konvensional.
Menurut Marx, filsafat selama ini hanya berperan menjelaskan realitas atau
masyarakat. Padahal yang terpenting adalah mengubah realitas atau masyarakat,
yakni dari yang semula berada dalam kondisi tidak adil dan tidak sejahtera,
menjadi sebaliknya. Dengan demikian, filsafat bukan lagi suatu kajian teoritis
belaka, melainkan menjadi suatu praksis ekonomi ( Abidin, 2011:119-120)
Seperti para pemikir
lain yang dipengaruhi oleh Pencerahan, Marx percaya bahwa sejarah manusia,
seperti cara kerja alam, diatur oleh hukum ilmiah ( Perry, 2013: 146). Marx
adalah seorang materialis yang ketat, menoleh semua penafsiran religius dan
metafisik atas alam maupun sejarah, selalu menciptakan ilmu empiris tentang
masyarakat. Menurut Marx, dunia dapat diubah secara rasional. Orang bebas
membuat sejarah sendiri. Namun untuk dapat melakukannya, mereka harus memahami
makna batiah sejarah ( Perry, 2013: 146). Pandangan Marx yang menganut dari
Hegel bahwa sejarah bukan campuran peristiwa- peristiwa yang tidak saling
berkaitan dan tidak bersambungan, tetapi seperti tanaman yang mengalami
perkembangan progresif.
Menurut Marx, sejarah
peradaban manusia pada dasarnya adalah serangkaian pertentangan dan perjuangan
kelas, yakni antara kelas pemilik alat-alat produksi dan kelas yang bekerja
untuk pemilik alat-alat produksi. Dulu kelas pemilik alat produksi adalah para
bangsawan pemilik tanah, sedangkan kelas yang di eksploitasi adalah kaum petani
penggarap tanah milik bangsawan. Kini (pada saat Marx hidup) yang menjadi kelas
pemilik alat-alat produksi adalah kaum borjuis atau kapitalis, sedangkan kelas
yang dieksploitasi adalah kaum proletar atau buruh.
Karya- karya Marx telah
banyak menjadi acuan para cendikiawan untuk melihat pemikirannya dari berbagai
perspektif. Munculnya mazhab- mahzab pasca Karl Marx juga menandai bahwa
pemikiran Karl Marx sangat patut dipelajari sebagai idelogi yang banyak
melakukan perubahan setelah muncul dengan pemikiran Materialisme Historis dan
Materialisme Dialektis. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan
judul “ Pemikiran Sejarah Karl Marx”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
latar belakang pemikiran Karl Marx?
2. Bagaimana
tinjauan Karl Marx mengenai materialisme dialektis?
3. Bagaimana
pemikiran Karl Marx mengenai materialisme historis ( sejarah menurut Karl Marx)
?
4. Bagaimana
dampak pemikiran Karl Marx untuk perkembangan ilmu selanjutnya?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Mengetahui
latar belakang pemikiran Karl Marx.
2. Mengetaui
penjelaskan Karl Marx mengenai materialisme dialektis.
3. Mengetahui
pemikiran Karl Marx mengenai materlisme historis ( sejarah perkembangan
manusia).
4. Mengetahui
dampak pemikiran Karl Marx untuk perkembangan ilmu selanjutnya.
2.
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Pemikiran Karl Marx (1818
- 1883)
Karl Marx lahir pada tanggal 5 Mei 1818 di
Trier, Jerman dari keturunan Yahudi, dimana kedua orang tuanya adalah keturunan
pendeta-pendeta Yahudi, ayahnya Karl Marx masuk golongan menengah dan menjadi
pengacara ternama di Traves, sedang ibunya dalah puteri seorang pendeta
Belanda, juga berbangsa Yahudi(Ramly, 2007: 34). Sehingga berdasarkan nasab
semacam ini, penulis biografi sering menjelaskan tentang kejeniusan Karl Marx
dengan darah Yahudi di tubuhnya.
Pada
tahun 1824, yaitu ketika Karl Marx berusia 6 tahun, seluruh keluarganya
mengalami converse (perpindahan)
agama dari Yahudi ke agama Kristen Protestan. Peristiwa ini membekas dalam
perjalanan hidup Marx selanjutnya. Bagaimanapun dengan perpindahan agama ini
maka turut berubah pula keyakinan keluarga Karl Marx dari bertuhan Yanova yang
Maha Esa kepada keyakinan Trinitas.
Salah satu hal yang
kelak terbawa sampai dewasa adalah sifatnya yang tidak mau diatur, jorok, dan
acak-acakan. Hal ini seakan paradoksal dengan ketekunan, ketelitian, dan
sifatnya yang ingin tahu segala hal, sehingga membosankan orang-orang
sekitarnya termasuk orang-orang disekitarnya (Ramly, 2007: 35). Sedangkan pada
tahun 1835, yaitu pada usia 17 tahun Marx menamatkan sekolah menengah
(Gymnasium) di Treves. Kemudian ia melanjutkan pelajarannya di perguruan
tinggi, bukan tanpa penolakan, namun akhirnya menuruti kemauan bapaknya untuk
memasuki fakultas Hukum Universitas Bonn selama satu tahun. Disini Marx tidak
kerasan, kemudian ia pindah ke Universitas Berlin dengan mengkhususkan diri
mempelajari filsafat dan sejarah seperti yang di cita-citakannya semula. Di
Universitas Berlin inilah baru kelihatan bakatnya yang luar biasa dalam
filsafat.
Di Berlin, Marx menjadi
anggota dari “ Club Young Hegelian”
yakni kelompok diskusi yang membahas filsafat Hegel. Anggota kelompok ini
mengkaji ajaran-ajaran Hegel yang pada waktu itu menjadi dogma dan sumber
ideologi resmi di Jerman, bahkan kritik dan kecaman keras tidak jarang
dilakukan sehingga menjadi kelompok yang radikal dan membentuk “sayap kiri”
dari paham Hegel. Pada usia 23 tahun Karl Marx memperoleh gelar Doktor dengan
Ilmu filsafat dengan judul disertasi The Difference Between the Natural
Philosophy of Democritos and Natural Philosopy of Epicurus (Perbedaan antara
Filsafat Alam Democritos dan Filsafat Alam Epicurus), disertasi ini diajukan di
Universitas Jena 15 April 1841(Ramly, 2007:37).
Karl Marx pernah
menjadi jurnalis di Cologne dan Paris dan disana ia berjumpa dengan Engels
(1825-1895). Lewat Engels ia belajar banyak tentang teori-teori ekonomi. Karena
keterlibatannya dalam bidang politik dia disingkirkan dari perancis dan
mengungsi ke Brussel (anggota asosiasi Komunisme), dan di sana ia menerbitkan
buku Manifesto Komunis (1848) yang berisikan daftar singkat karakter alamiah komunis
dan Das Kapital : Kritik deer Politischen
ekonomi (1867-1884) yang
isinya kurang lebih tentang bagaimana ekonomi sosial atau komunis
diorganisasikan. (Kebung, 2011: 174). Dimana suprastruktur yang berfungsi untuk menjaga relasi produksi yang
dipengaruhi oleh historis (seni, literatur, musik, filsafat, hukum, agama, dan
bentuk budaya lain yang diterima oleh masyarakat). Prinsip-prinsip komunis
modern dalam bukunya tersebut antara lain:
·
Pengahapusan
kekayaan tanah dan menerapkan sewa tanah bagi tujuan-tujuan publik.
·
Pengenaan
pajak pendapat (tax income) yang bertingkat.
·
Pengapusan
seluruh hak-hak warisan.
·
Penarikan
kekayaan seluruh emigran dan para penjahat atau pemberontak.
·
Sentralisasi
kredit pada negara melalui bank nasional dengan modal negara dan monopoli yang
bersifat eksklusif.
·
Sentralisasi
alat-alat komunikasi dan transportasi di tangan negara.
Pemikiran Karl Marx merupakan adopsi antara filsafat
Hegel, dan
Andreas Feuerbach,
hal ini dikarenakan di samping Marx mewarisi dan menggali ajaran revolusi dan
sosialisme dari Perancis, ekonomi politik dari Inggris, maka yang tidak boleh
diabaikan adalah akar dari ide-ide filsafatnya yang ditimba langsung dari
tradisi kefilsafatan Jerman.
a. G.W.F
Hegel
Semasa belajar di Berlin Karl Marx mendapat pengaruh yang
kuat dari paham pikiran Hegel. Hegel sangat mengutamakan rasio, namun rasio
yang dimaksudkannya bukanlah semata-mata terdapat pada individu, akan tetapi
terutama rasio yang terletak pada subyek absolut. Inti dari idealisme Hegel
mengambil posisi dikala ia mensetarakan keseluruhan realitas dengan suaty
subyek. Rumusan ini terkenal dengan dalil “seluruh yang real bersifat rasional
dan seluruhyang rasional bersifat real”(Ramly, 2007: 54-55).
Maksud dari dahlil ini adalah bahwa luasnya rasio sama dengan
luasnya realitas. Segenap reallitas adalah proses idea (pemikiran) yang
memikirkan dirinya sendiri (das Ding an Sich). Jadi rasional di sini bukan
empiris, sebab hal yang bersifat empiris tidak tepat dikatakan rasional. Hal
empiris hanya bagian aksidental dari keseluruhan (the Whole), sedangkan
keseluruhan adalah sesuatu yang sesuatu yang bersifat mutlak adalah spiritual
yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya.
Dengan kata lain Hegel hendak merumuskan bahwa realitas itu
mengambil bentuk dalm Roh atau ide. Pada garis besarnya sesuai dengan
perkembangan Roh maka sistem filsafat Hegel dapat dibagi menjadi 3 pokok utama.
Pertama, tahap ketika Roh berada
dalam keadaan “ada dalam dirinya sendiri”, filsafat yang membicarakan Roh dalam
posisi semacam ini disebut dengan logika. Logika yang Hegel maksudkan bukan
menurut pengetian tradisional sebagai bentuk dan hukum berfikir seperti
dirumuskan Aristoles (384-322SM), tapi logika yang memandang Roh di dalam
dirinya yang bebas dalam batasan ruang dan waktu. Kedua, tahap ketika Roh berada dalam keadaan “berbeda dengan
dirinya sendiri”. Ketiga, tahap di
mana Roh kembali pada dirinya sendiri ringkasnya Roh berada dalam keadaan dalam
dirinya dan bagi dirinya sendiri.
Untuk menerangkan sistem filsafatnya, Hegel mengunakan metode
yang disebut dengan diaelektika, yakni “the theory of the union of opposites”
(teori tentang persatuan hal-hal yang bertentangan.) dalam hal ini Marx dengan
syarat tertentu menerima metode Hegel (dari Hegel Marx belajar tentang prinsip
perkembangan melalui pertentangan dan konflik). (Ramli, 2007: 56). Marx juga
menganut asumsi-asumsi filsafat sejarah Hegel, bahwa melalui sejarah umat
manusia mewujudkan dirinya kearah sebuah telos. Mars juga merefleksikan
kenyataan negatif, yaitu alienasi (Hardiman, 2004: 235).
b. Feuerbach
Semula Feuerbach sangat
tertarik dengan kemutlakan identitas yang terkandung dalam rangkaian
dialektitas tesis-antitesis-sintesis dari Hegel. Namun seperti halnya dengan
ekponen Helglian kiri yang lain, Feuerbach akhirnya berbalik menyerang Hegel.
Feurbach memandang filsafat Hegel sebagai puncak rasionalisme modern, tetapi
dalam suasana semacam ini dominasi agama tetap mewarnai kehidupan sehingga
dunia matreri khususnya “manusia” tidak ditempatkan pada martabat semestinya.
Metode Hegel diakui
oleh Feurbach mengandung nsur pembebasan manusia dari belenngu yang mengikatnya
melalui proses penyadaran roh yang kontinyu.
Walaupun pembebasan ini menurut Feurbach yakin bahwa hanya materi saja yang nyata, akan
halnya pikiran meskipun dalam bentuk yang paling murni hanyalah merupakan
alienasi dari kenyataan materil (alam).
Sebagai ahli waris yang
kritis, Marx sebenarnya sebenarnya sejalan dengan Feurbach: dia ingin
mentransformasikan idealisme menjadi materialisme. Hanya kata “materialisme”
dalam filsafat Marx jangan dipahami sebagai ajaran metafisis tentang materi
sebagai kenyataan akhir. Istilah ini lebih berarti bahwa Marx memandang bahwa
ukan pikiran, melainkan kerja sosiallah yang merupakan kegiatan dasar manusia.
Marx menerima
pengandaian Feurbach dalam Das Wesen Christentums, bahwa kenyataan akhir adalah objek-objek indrawi.
Akan tetapi, lalu dia mengajukan kritik-kritiknya. Dalam esainya, Thesen uber Feuerbach, kita bisa
menemukanbagaimana penilaian Marx mengenai materialisme. Dia menolak segala
bentuk materialisme sebelum dia, termasuk materialisme sampai pemikiran
Feurbach bersifat kontemplatif dan tidak mendorong kegiatan revolusioner (tesis
ke-1). Yang ditolak Marx ini sebenarnya adalah segala macam bentuk materialisme
zaman pencerahan dan pasca-Pencerahan yang menafsirkan dunia secara mekanistis
(Hardiman, 2004: 235-236).
2.2 Tinjauan tentang Materialisme Dialektis
Materialisme adalah cara berpikir
yang bertitik tolak pada dasar materi (kenyataan obyektif) yaitu bahwa materi
(kenyataan obyektif) itu adalah primer, sedang ide (pikiran) adalah sekunder
(Darsono, 2007:36). Tokoh-tokoh filsafat materialisme antara lain adalah
Thales, Heraklitos, Feurbach, dan Karl Marx. Filsafat materialisme mempunyai
tiga macam aliran yaitu Materialisme metafisik, Materialisme mekanik, dan
Materialisme Dialektis. Dialektis adalah suatu pandangan yang memandang bahwa
konflik, antagonism atau pengekangan merupakan kondisi-kondisi yang diperlukan
untuk mencapai hasil-hasil tertentu.
Materialisme dialektis merupakan
aliran filsafat yang saling berhubungan, saling mempengaruhi, dan saling
bergantungan antara satu dengan yang lainnya (Darsono, 2007: 37). Aliran
filsafat tersebut selalu dalam keadaan bergerak, berubah dan berkembang. Karl
Marx mengartikan Materialisme Dialektis tersebut sebagai keseluruhan proses
perubahan atau pergerakan yang terjadi terus menerus tanpa ada sebuah perantara
yang menggabungkan.dalam hukum dialektika, gerak itu terus terjadi sehingga
setiap kali ditimbulkan suatu negasi yang lebih baru (Adisusilo, 2007: 160).
Dalam gerak materi selalu dalam keadaan proses perkembangan, maka materialisme
dialektika memandang bahwa:
·
Materi (segala sesuatu yang ada secara
obyektif) itu selalu dalam proses perkembangan, bukan dalam keadaan statis dan
abadi.
·
Masyarakat selalu dalam kontek
sejarahnya (Historisnya) yaitu menerima masa lalu, masa kini, dan masa
mendatang sebagai satu kesatuan proses yang berkesinambungan (Darsono,
2007:40).
Manusia yang memiliki pandangan
materialisme dialektis harus berpikir
dinamis dan historis agar ide-idenya selalu dalam keadaan sosial yang selalu
berubah dan berkembang dan mampu faktor-faktor penggerak perubahan dalam
berbagai system masyarakat.
Negasi merupakan suatu pengingkaran. Yang
dimaksud pengingkaran dalam materialisme dialektis ialah adanya aksi yang tidak diterima oleh
manusia. Negasi-negasi tersebut dihasilkan oleh suatu kontradiksi-kontradikisi
dalam tubuhnya sendiri. Kontradiksi merupakan
suatu pertentangan antara dua hal yang berlawanan. Kemudian setiap objek
melahirkan benih-benih untuk untuk penghacuran dirinya sendiri. Sehingga
mendapatkan mutu yang lebih baik. Dalam suatu pergerakan atau perubahan
tersebut terjadi perkembangan menuju kepada tingkatan yang lebih tinggi. Hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa pandangan materialisme dialektis mengacu pada
sebuah teori yang menimbulkan benda berlapisan tinggi dari lapisan rendah (Ramly,
2004: 110).
Karl marx tertarik pada gagasan
dialektikanya Hegel dengan alasan adanya unsur kemajuan melalui konflik dan
pertentangan. Dengan proses dialektika tersebut masyarakat kapitalis telah
mengandung tanda-tanda kehancuran dalam dirinya dan dengan revolusi proses
perubahan menuju masyarakat komunistis dapat berjalan dengan cepat (Adisusilo,
2007: 159). Marx juga melihat manusia dan alam dari sudut pandang materialisme
dialektis yang menyatakan bahwa seluruh kenyataan berkembang secara kualitatif dalam
loncatan-loncatan yang menuju kepada prespektif realitas baru (Ramly,
2004:124). Maksud dari loncatan-loncatan yang berkembang secara kualitatif dari alam yang memperoleh hasil pada diri
manusia yaitu memiliki kemampuan berbahasa, berfikir, dan bekerja yang tidak
dapat dilakukan oleh mahluk hidup lainnya. Dengan kata lain manusia memenuhi
segala keperluan hidup dari alam sekaligus membuktikan bahwa mereka adalah
mahluk bagian integral dari alam. Bagi manusia, alam masih harus diolah dan
dihumanisir agar dapat dimanfaatkan (Ramly, 2004: 125).
Manusia selalu ditempatkan sebagai
subjek untuk menundukkan atau mengelola alam di bawah pengaturan dan kemauan
mereka. Pada titik ini Marx mengaitkan hubungan manusia dan alam sebagai
kekuatan-kekuatan produktifyang meliputi manusia-manusia yang bekerja,
alat-alat produksi yang dibuat dan digunakan manusia dan bahan-bahan mentah
serta sumber alam yang dipakai dalam proses produksi (Ramly, 2004:126).
Dalam Filsafat, materialisme
dialektis menempati posisi epistomologis yaitu sebuah teori tentang pengetahuan
atau cara mendekati sebuah realitas. Secara tidak langsung marxisme telah
menjadi filsafat perjuangan pembebasan bagi manusia. Dengan pandangan
materialisme maka dapat meyakinkan bahwa penindasan adalah hasil dari aktivitas
subjek. Metode dialektis yang diterapkan
oleh karl marx dapat didefinisikan sebagai pandangan untuk mencapai kebenaran
terhadap suatu masalah. Jon Elster (2000: 48) menjelaskan bahwa
“….menyingkirkan apa yang salah dan mempertahankan apa yang benar dan menambah
apa yang kurang”. Materialisme dialektis bukanlah pemikiran orisinil dari Marx
dan telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Sejak awal Socrates berfilsafat dengan
dialektika. Namun, Marx memperoleh dialektika dari Hegel. Pengandaian dari dialektika
Hegel adalah relasionalisme internal, yaitu keseluruhan kenyataan merupakan
manifestasi-diri Roh yang memiliki kesalingterhubungan satu sama lain dalam
jalinan yang tidak putus.
Materialisme dialektis menjadi
sebuah kajian filosofis dan juga dapat ditemukan persepsi yang yang sama dari
literatur kaum Marxist dimana terdapat tiga dalil yaitu sebagai berikut:
(Ramly,2004:116-117)
·
Dalil
perubahan dalam kuantitas dapat menimbulkan perubahan dalam hal kualitas. Dalil
tersebut dapat diambil solusi bahwa kemajuan kemanusiaan pertumbuhannnya tidak
secara gradual, tetapi melalui lompatan-lompatan materi.
·
Dalil
kesatuan dan pertentangan dari lawannya atau hukum kontradiksi yang disebut
dengan hukum “interpenetration of
opposite” yang merupakan bagian dari dalil pertama sebelumnya. Dalil
dialektis tersebut selanjutnya menyatakan sifat esensial dari pertentangan
realitas. Dengan hukum ini dapat dibuktikan bahwa setiap kesatuan akan
mengandung pertentangan.
·
Dalil
pengingkaran terhadap penginkaran. Dalam dialekta tersebut adalah proses
menjadi dan proses hancur tidak ada henti-hentinya. Perkembangan dalil tersebut
secara tidak langsung menyatakan bahwa pada dirinya masing-masing ternyata
mengandung unsure penolakan.
Inti dari materialisme dialektis
adalah pemutlakan materi yang bergerak dalam waktu dan ruang atau pengukuhan
terhadap terjadinya yang ada tanpa suatu sebab. Pertentangan di alam yang
dikukuhkan oleh materialisme dialektis tersebut hanya bisa menjadi syarat
kemungkinan perkembangan yang lebih jauh. Akan tetapi pertentangan tersebut
tidak dapat menjadi landasan perkembangan yang memadai. Hal tersebut
dikarenakan manusia tidak bisa menjadi produk perkembangan alam secara murni
yang naik dari yang lebih rendah menuju yang lebih tinggi. Karena roh manusia mengandaikan
suatu penyebab yang memadai supaya bekerja di alam.
2.3 Pemikiran Materialisme Historis ( Sejarah
Menurut Karl Marx )
Sebelum
Marx, sejarah ditafsirkan dalam berbagai pendekatan, misalnya sumber penggerak
dari kejadian adalah ketentuan Tuhan. Selain itu penggerak sejarah juga
ditafsirkan adalah kaisar- kaisar, raja, para ksantria dan serdadu, pembuat
undang- undang. Namun adapula yang menyebutkan sejarah bisa dilihat dengan
mengedepankan peranan ide- ide dan gagasan sebagai sebab utama timbulnya proses
sejarah. Bahkan fenomena dari sebuah kejadian seperti perang dan pergolakan
juga bisa digunakan untuk menafsirkan sejarah.
Marx berbeda
dengan penafsiran sebelumnya, dalam Materialisme Historis dijelaskan bahwa
manusia hanya dapat dipahami selama ditempatkan dalam konteks sejarah karena
pada hakekatnya manusia adalah insan bersejarah ( Ramly, 2007: 129). Menurut
pandangan materialisme sejarah Karl Marx
dalam Darsono ( 2007: 62) ialah pandangan tentang faktor- faktor pokok
yang menentukan perkembangan sejarah umat manusia, yaitu bahwa kegiatan
pekerjaan jasmaniah atau kegiatan produksi adalah kegiatan dasar manusia. Materialisme
historis bertumpu pada dalil bahwa produksi dan distribusi barang- barang dan
jasa merupakan dasar untuk membantu mengembangkan eksistensinya. Sehingga
penafsiran sejarah dalam segi ekonomi dengan menempatkan pertukaran barang dan
jasa sebagai syarat untuk menata segenap lembaga sosial yang ada. Manusia
dipahami dalam kerangka struktur ,yakni terdiri atas suprastruktur ( lapisan
atas ) dan infrastruktur ( lapisan bawah ). Suprastruktur merupakan cermin
kristalisasi lapisan bawah yang didalamnya memuat bidang sosial, budaya,
politik, filsafat, agama dan kesenian. Sedangkan motor penggeraknya adalah
peristiwa ekonomi ( kondisi- kondisi material ).
Menurut
Ramly ( 2007: 134) menjelaskan bahwa kehidupan sosial ekonomi ( man social being ) ditempatkan sebagai
perangkat yang mendasari setiap kiprah kesadaran manusia ( man social ! consciousness ). Dengan kata lain, faktor materi
selalu menjadi penentu, sedangkan faktor kesadaran harus ditentukan oleh
kondisi material yang tercipta. Istilah
“ materialisme “ digunakan untuk menggambarkan kondisi utama eksistensi
manusia, yaitu cara manusia bekerja memproduksi barang- barang material untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sejarah
perkembangan masyarakat pada hakikatnya adalah sejarah dari perubahan dan
perkembangan proses produksi, yaitu suatu perubahan terus- menerus tanpa henti
manusia bekerja menciptakan barang- barang material untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya (Darsono ( 2007: 63 ). Bagi Hegel maupun Marx, proses historis diatur
oleh prinsip- prinsip objektif dan rasional. Marx juga mengadopsi pandangan
Hegel bahwa sejarah bergerak secara dialektis, bahwa perbenturan kekuatan-
kekuatan yang saling bertentangan menggerakkan sejarah ke dalam suatu tahap
yang lebih tinggi ( Perry, 2013: 146).
Namun ada
pula perbedaan antara pandangan Hegel dan Marx antara lain ( Perry, 2013: 146-
147) :
Pandangan Hegel
|
Pandangan
Karl Marx
|
Bagi Hegel, benturan dialektis dari ide- ide yang
bertentanganlah yang menggerakkan sejarah ke tahap selanjutnya
|
Bagi Marx, pembenturan kelas mewakili konflik
kepentingan ekonomi, apa yang disebut materialisme dialektis, itulah yang
bertanggung jawab bagi perubahan dan kemajuan historis
|
Sejarah adalah penyikapan Roh metafisik, dalam suatu
tahap yang lebih tinggi dihasilkan oleh sintesis ide- ide yang saling
bertentangan
|
Namun menurut Marx, sistem Hegel menderita
mistifikasi. Sistem ini melampaui realitas kehidupan dunia yang diketahui dan
masalah- masalahnya, yang meminta pengertian dan solusi. Sistem ini adalah
suatu penyikapan atas hidup. Sejarah bukan Roh yang mengilhami
pengaktualisasian diri tetapi orang menjadi manusia sepenuhnya dan memenuhi
potensi manusianya.
|
Berdasarkan
dari penafsiran ekonomi terhadap sejarah inilah dirinci lagi dalam dinamika
perubahan sosial kekuatan produksi dan hubungan produksi yang diungkapkan Marx
dalam tesis sejarah perkembangan masyarakat, yaitu sejarah kemanusiaan yang
berubah dari satu formasi sosial ekonomi ke formasi yang lebih baru dan
revolusioner. Tahapan perkembangan sejarah kemanusian yang dimaksud adalah (
Ramly, 2007: 134) :
1. Pertama, masyarakat komunal primitif
yaitu tahap masyarakat yang memakai alat- alat bekerja yang sifatnya sederhana.
Alat tersebut bukan milik pribadi tapi milik komunal. Masyarakat mulai mampu
menciptakan alat- alat yang dapat memperbesar produksi periode zaman batu, dari
penggunaan batu menjadi tembaga dan besi. Perbaikan alat produksi menimbulkan
perubahan- perubahan sosial sehingga menimbukan pembagian kerja dalam berprodukssi.
Keperluan untuk menghasilkan barang- barang yang dibutuhkan orang menigkat,
yang pada akhirnya diperlukan kaum pekerja untuk memenuhi produksi. Sehingga
terciptalah hubungan produksi ( relation
of duction ) dalam masyarakat komunal.
2. Kedua, masyarakat perbudakan ( slavery ), yang tercipta karena adanya
hubungan produksi antara orang- orang yang memiliki alat- alat produksi dengan
orang yang hanya memiliki tenaga kerja. Berawal dari cara kerja model yang
nantinya memberikan keuntungan pemilik produksi. Budak diberikan upah yang
minim untuk mempertahankan tingkat kerjanya dan supaya tidak mati. Pembagian
kerja dan spesialisasi mendorong penigkatan keterampilan dan perbaikan alat-
alat produksi. Marx menilai bahwa pada tingkat perkembangan masyarakat ini,
nafkah kerja budak sudah dibawah standar murah dan disaat yang sama pemilik
alat- alat produksi yang dimilikinya. Namun pada saat itu pula para budak makin
lama mkin sadar akan kedudukannya di dalam hubungannya di dalam hubungan
produksi. Ketidakpuasaan ini menjadi awal perselisihan dua kelompok masyarakat,
budak dan pemilik alat produksi.
3. Ketiga, tingkat perkembangan
masyarakat feodal bermula setelah runtuhnya masyarakat perbudakan. Masyarakat
baru ini ditandai dengan pertentangan yang muncul di dalamnya. Pemilik alat
produksi produksi terpusat pada kaum bangsawan, khususnya pemilik tanah. Para
buruh tanah yang berasal dari kelas budak yang dimerdekakan. Mereka mengerjakan
tanah untuk kaum feodal, kemudian setelah itu mengerjakan tanah miliknya sendiri.
Hubungan produksi ini mendorong adanya perbaikan produksi dan cara produksi di sektor
pertanian, mkasudnya agar petani menghasilkan pendapatan yang layak. Dengan
demikian, sistem feodal sebenarnya mengubah cara- cara kehidupan sosial. Dari
kerangka ini lahir dua golongan kelas di dalam masyarakat, yang pada puncaknya
nanti akan menjelma menjadi sistem kapitalis yaitu kelas feodal tuan tanah yang
menguasai perhubungan sosial dan kelas petani yang bertugas melayani tuan tanah
yang dimaksud. Kaum feodal lebih memikirkan keuntungan yang lebih besar
sehingga mereka memperlebar bidang usahanya dengan pendirian pabrik- pabrik. Akibatnya
muncul para pedagang- pedagang yang mencari pasar dan melemparkan hasil- hasil
produksi yang selalu bertambah. Fenomena baru yang tidak dapat dibendung
kehadirannya yaitu terbentuknya alat produksi dan sistem kapitalis yang
menghendaki tehapusnya masyarakat feodalisme. Kelas kaya baru ini ( borjuis )
memiliki alat- alat produksi menempuh segala cara untuk terbentuknya pasar
bebas yang menyangkut di dalamnya baik sektor buruh- sistem kerja dan
penggajian. Proses dialektika sejarah ini pada akhirnya membuktikan bahwa
sistem masyarakat feodal memang tidak mampu membendung masyarakat kapitalis.
4. Keempat, masyarakat kapitalis menghendaki
kebebasan dalam mekanisme perekonomian. Hubungan produksi dalam sitem ini
didasarkan pada pemilikan invidual ( private
ownership ) masing- masing orang terhadap alat- alat produksi. Kelas
kapitalis memperkerjakan kaum buruh yang terpaksa menjual tenaganya karena
tidak memiliki pabrik dan alat produksi lainnya, maka dalam sistem kapitalis
terlihat adanya fenomena baru yaitu, hubungan produksi yang memungkinkan
terus menerus meningkatnya alat
produksi, dengan cara memperbarui pabrik- pabrik, modernisasi mesin- mesin
dengan menggunakan tenaga uap dan listrik. Akibatnya kerja menjadi terspesialisasi,
aktivitas persaingan mencari pasaran hasil produksi menjadi tugas utama kaum
kapitalis, sedang pada saat yang sama upah dan kesejahteraan yang tidak kunjung
datang menjadi dambaan kaum pekerja. Selanjutnya muncullah dua kelas yang
saling bertentangan yaitu kelas proletar dan kelas borjuis yang mewakili kaum kapitalis pemilik alat
produksi yang sering disebut dengan pertentangan kelas. Perjuangan dan
pertentangan kelas berkahir dengan terbentuknya masyarakat tanpa perbedaan
kelas ( classless society ) yang mempunyai ciri kepemilikan alat- alat produksi
bersifat sosial.
5. Kelima, masyarakat sosialis yang
dipahami sebagai formulasi terakhir dari lima tahap perkembangan sejarah Marx
adalah masyarakat dengan sistem pemilikan produksi yang disandarkan atas hak
milik sosial ( social ownership ). Hubungan produksi merupakan jalinan
kerjasama dan saling membantu dari kaum buruh yang berhasil melepaskan diri
dari eksploitasi. Perbedaan mendasar dari tahap perkembangan sejarah masyarakat
sebelumnya adalah dalam masyarakat sosialis alat- alat produksi merupakan hasil
olahan dari kebudayaan manusia yang lebih tinggi. Sistem sosialis dirancang
untuk memberi kebebasan bagi manusia mencapai harkatnya tanpa penindasan.
Sehingga, kata sebuah sistem yang menginginkan hapusnya kelas- kelas dalam
masyarakat.
Menurut
Marx, penggerak perubahan dan perkembangan masyarakat adalah pertentangan antar
kelas- kelas sosial. Kelas- kelas sosial merupakan aktor sejarah yang
sebenarnya. Jadi yang menentukan jalannya sejarah bukan individu- individu
tertentu, melainkan kelas- kelas sosial yang masing- masing memperjuangkan
kepentingan mereka. Menurut Darsono (2007 : 64), menjelaskan bahwa Karl Marx
materialisme historis atau sosiologi Marxisme mengajarkan tentang :
1) Keadaan
sosial melahirkan kesadaran sosial.
2) Hukum umum
perkembangan masyarakat
3) Basis dan
bangunan atas
4) Kelas dan
perjuangan kelas
5) Negara dan
revolusi
6) Peranan
massa dan pimpinan dalam sejarah
Dalam sejarah pemikiran manusia (
sejarah filsafat ), Karl Marx melakukan revolusi besar yaitu bahwa perkembangan
dan perubahan alam dan sosial itu sendiri. yang membedakan sosialisme Marx dari
sosialisme yang lain adalah pandangan Marx, bahwa ia berdasarkan pada
penelitian syarat- syarat objektif perkembangan masyarakat. Marx mengkliam
bahwa sosialisme adalah sosialisme ilmiah. Marx menolak pendasaran sosialisme
pada pertimbangan- pertimbangan moral ( Suseno, 2005: 137 ).
Sebuah
pandangan Marx dikatakan lebih humanistik dalam memandang individu dalam
hubungannnya dengan sejarah dan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dalam kutipan
sebagai berikut Schaff dalam Wardaya ( 2003: 44- 45) :
Sejarah tidak membuat apa- apa:
sejarah tidak memiliki kekayaan- kekayaan yang agung ; sejarah tidak pernah
berperang melawan apa- apa. Sebaliknya adalah manusia yang nyata dan hidup yang
memiliki dan berperang. “ Sejarah” tidak menggunakan manusia sebagai sarana
untuk mencapai tujuan- tujuannya seolah- olah seperti seorang pribadi yang
terpisah. Yang benar ialah bahwa aktivitas manusialah yang menjadi tujuan-
tujuan sendiri.
Sedangkan
menurut Arkersmit ( 1987) dalam Hamid (2013: 128- 129) menyatakan bahwa:
Pemikiran
teoritis Marx dapat dilihat dari sudut pandang filsafat sejarah sekulatif yang mencoba
memahami struktur terdalam dari suatu peristiwa melalui tiga ranah yaitu irama
( pola), motor penggerak, dan tujuan akhir dari proses sejarah. Irama terkait
dengan pola yang terbentuk dari jalannya sejarah masyarakat manusia dalam
pemikiran Karl Marx ialah perjuangan kelas antara proletar dengan kaum
borjouis. Perjuangan ini dilandasi
kepemilikan alat produksi. Sehingga ekonomi merupakan motor penggerak
sejarah.
2.4
Dampak Pemikiran Karl Marx
1. Dampak
terhadap Agama
Kecederungan utama
filsafat Karl Marx adalah materialistik segala apapun sehingga lebih
cederung ke arah ateistik. Dan Marx
sendiri sejak awal kehadirannya dalam dunia filsafat sudah menjadi ateis
(Ramly, 2000:163). Wawasan ateistik ini menjadi penting karena menentukan sikap
filosofis dan politiknya dan pada zamannya agama Kristenlah yang mendapat
kecaman dan kritik karl Marx. Karl marx menganggap agama adalah gejala sosial.
Ibarat rumah agama dakam struktur sosial masyarakat adalah yang paling atas. Agama
dalam konteks ini Kristen dalam presepsinya telah terlembagakan menjadi
seperangkat kekuatan sosial. Dari awal inilah bermula segala kritik Karl Marx,
karena menurut Karl Marx pendeta dan pembesar gereja bersekutu dengan
pemerintah yang represif.
Menurut karl Marx
lembaga-lembaga agama dan pemimpin agama telah memainkan peranan di luar misi
agama sebagai sebagai pengemban kasih dan pembela hak-hak kaum tertindas. Pada
masa itu agama bukan mendukung perubahan sosial yang akan membahagiakan lapisan
mayoritas, namun sebaoalat pelegalisasi kekuasaan pemerintah yang menguntungkan
segelintir elite. Pada tempat inilah di luar pembahasan yang bersifat teologis
Marx menyebut agama dan penganjur agama sebagai pendukung status quo, dan disana Marx mengumandangkan bahwa agama adalah
candu masyarakat. Karl Marx melakukan suatu analisis penyelidikan bahwa
kehadiran agama pada manusia sepanjang sejarahnya adalah manifesti dari
kepapanan dan ketidakberdayaan menanggapi dunianya. Jadi menurut Marx manusia
tidaklah diciptakan oleh Tuhan tapi manusialah yang menciptakan Tuhan (Ramly,
2000:166). Dengan himbaun-himbaun indah dan meninabobokan manusia, maka agama
telah membelokkan manusia mencapai kodratnya yang sejati. Pada akhirnya agama
tidak lebih dari ilusi-ilusi.
Alasan
Karl Marx sebagai berikut (Ramly, 2000:166):
The abolition of
religion as the illusory happiness of the people is required for their real
happiness. The demand to give up the illusions about its condition is the
demand to give up a ccondition which need illusion. The cristicism of religion
is therefore in embryo the criticism of the vale of woe, the halo of which is
religion. (penghapusan agama sebagai suatu kebahagiaan palsu dari rakyat adalah
merupakan kebahagiaan nyata bagi rakyat, itulah tuntutan-tuntutan untuk menolak
suatu keadaan yang membutuhkan ilusi-ilusi. Maka kritik agama pada dasarnya
adalah kritik terhadap lembah air mata yang mahkotanya adalah agama)
2. Dampak
terhadap Komunisme
Salah satu ramalan Karl
Marx tentang masa depan yang dicita-citakan adalah, bahwa masyarakat yang akan
datang bersifat internasional. Masyarakat yang direngut dari segala kekayaan
dan dipisahkan dari seluruh lingkungan, dan masyarakat ini diandaikan tidak
memiliki tanah air. Salah satu cara mempertahankan hak-haknya adalah, bahwa
masyarakat komunis hendaknya melakukan revolusi dunia dengan kekerasan. Karena
itu Karl Marx menganilisis bahwa “Force is the midwife of every old society
pregant with a new one (Ramly,
2000:168).
Semasa hidup Karl Marx
pernah menjadi ketua partai komunis dan memimpin langsung berbagai pergolakan
di Eropa sehingga membuat Karl Marx sering di usir dari negara satu ke negara
lain. Komunis yang saat ini menjelma menjadi sebagai salah satu ideologi di
dunia yang diikuti hampir separuh penduduk di dunia. Ideologi ini menjadi
sebuah universum symbolicum yakni
suatu sistem untuk membuat legitimasi dan mengintegrasikan lembaga-lembaga
(Ramly, 2000:168). Di negara-negara komunis Rusia, China dan negara Eropa Tiur
menyebut diri setia dengan beberapa tesis-tesis dasar Karl Marx, meski sering
bertengkar memperebutkan kebenaran ideologi dan melontarkan tuduhan revisioner
satu sama lain. Namun daam perkembangannya kaum Komunis tidak lupa akan akan
cita-citanya yaitu merebut hegemoni dunia dalam rangka tercapainya gerakan
internasional.
Formulasi teori Marx
tentang perjuangan kelas dan prespektif menuju masyarakat tanpa kelas
(classless society) yaitu cita-cita yang ingin mengangkat martabat kaum buruh
dari eksploitasi kaum borjuis, kebebasan dan kemerdekaan pada saatnya akan
memperlihatkan hal yang sangat mengiriskan sejarah: kaum buruh harus
terperangkap dalam sistem masyarakat yang kemerdekaan dan hak asasi menjadi
barang mahal. Namun kesesuaian teori dan praktek akan menjelaskan kegagalan
komunis.
3. Dampak
Pada Filsafat Modern
Filosofi Barat non
Marxist selama tiga seperempat abad XX mengalami kemunduran dalam sistem
pemikiran. Kemunduran ini menyebabkan ketidakpercayaan pada seluruh filosofis
Barat non Marxist. Dengan kata lain filsafat Barat non-Marxist telah banyak
menyimbang dari makna filsafat yang awal, yaitu “Kecintaan tidak terbatas pada
kearifan”.
Filsafat yang selama
ini dianggap sebagai landasan dari ilmu namun kenyataannya bahwa filsafat
non-Marxist-existensialisme-positivisme logik dan Operasionalisme telah
melepaskan diri dari tanggungjawab filosofis. Hasil pemikiran yang di hasilkan
adalah usaha-usaha yang membuat jurang antara relevansi dan kenyataan, yakni
filsafat yang diandaikan telah tercabut dari realistas. Filosof non-Marxist,
Karl R. Popper dalam Objective Knowlwdge
manyatakan kecuali orang Marxist, kebanyakan filosof profesional kelihatannya
tidak mempunyai hubungan lagi dengan realitas “apart perhaps some Marxist, most profesional philosopher seem to have
lost touch with reality”.
Setiap filosof
melontarkan suatu gagasan tertentu, pasti terdapat beberapa pihak yang
mengkritik tajam negatif maupun positif sehingga muncul keadaan netral. Para
filosof kuran tertarik pada permasalahan fundamental tentang dunia tempat
manusia hadir di dalamnya. Filsafat kemudian terjatuh pada penggalan-penggalan
tidak utuh, yaitu kompartementalisasi
yang sempit dan berkubang dalam analisis tuna-nilai (Ramly, 2000:172).
Berangkat dari
kecederungan filsafat modern (atau bahkan kontemporer) yang cair inilah maka
untuk abad ini diakui tidak terlihat adanya arus balik, yaitu orang kembali
menyimak premis-premis yang pernah dilontarkan Karl Marx (Ramly, 2000:172).
Walau penggalian filosofisnya agak menjauh dari konsep asal namun masih
terdapat adanya kesetiaan pada tema-tema setral. Banyak usaha-usaha kreatif
dari filosof yang tergabung dalam Neo Marxisme dan sekolah Frankurt. Fenomena
lain adalah munculnya gerakan-gerakan protes dan perlawanan pada ststus quo di
negara berkelimpahan (affluent society), di gerakan oleh orang-orang yang
menyebut diri mereka mengilhami filsafat sosial Karl Marx (The New Left). Ini merupakan titik balik yang penting dari analisis
Marx di masyarakat kapitalistik. Tesis yang di lontarkan adalah masyarakat
Barat dewasa ini identik dengan masyarakat industri yang sakit karena menuju
arah yang berdimensi tunggal (One
Dimension Man) yaitu masyarakat kapitalis yang represif dan totaliter.
Dampak filsafat Karl Marx adalah resonansinya yang menggerakan dan adanya
ketunggalan tujuan dalam langkah operasional.
Selanjutnya kritik yang
dapat dicuatkan dalam bahasan ini adalah, bahwa Karl Marx dalam
analisis-analisisnya menunjukan tedensi berat sebelah yang melihat persoalan
melulu dari hitam putih (Ramly, 2000:172). Dalam penelitian memperoleh
kenyataan bahwa hampir keseluruhan tematis ajarannya sudah disampaikan oleh
filosof sebelumnya atau sezaman dengannya. Konsep materealisme merupakan
dapukan yang diambil dari Feuebach, metode dialektika dalam turunan dari
filsafat Hegel yang dirakit dalam bentuk materi, teori monistisnya merupakan
hal baku di masa Spinoza, gagasan pertentangan kelas-meskipun menurut Sidney
Hook asli gagasan Karl Marx aslinya berakar dari Saint Simon dan Guizot, krisis
ekonomi dalam rangka kebangkrutan kapitalisme beresonansi pada gagasan
Sismonandi, gagasan tentang proletariat sebelumnya sudah pernah digagaskan oleh
Moses dan Babeuf. Selanjutnya analisis tentang nilai lebih, eksploitasi serat
pemilikan alat produksi dengan mudah dapat dihubungkan dengan Ricardo, Fourier,
Bray, Thomson, dan Proudhon. Intinya gagasan Karl Marx walau termasuk dalam
literatur filsafat modern, namun tetap dipertanyakan keorisinalitas karya Karl
Marx.
Metode dialektika Karl
Marx tidak memberi solusi bagi pertanyaan-pertanyan serius. Konsep dialektika
materialis misalnya dapat diterapkan dalam bermacam kejadian tanpa harus
menafikan dan menganggap sepi teori lain. Dialektika yang terus menerus bahkan
mengandung benih-benih yang dapat menghancurkan tubuhnya sendiri.
Kritik yang di
sampaikan dalam materialisme historis adalah, terdapatnya ketidaktegasan
fundamental dalam teori ini. Kritik lebih lanjut adalah tumpulnya daya ramal
Karl Marx ikhwal kehancuran kapitalisme negara-negara industri. Hal ini bukan
karena persyaratan revolusi dan kondisi objektif tidak tercipta, melainkan
buruh di negara-negara industri kapitalis khususnya di Eropa Barat dan Amerika
semakin makmur. Pembagian saham yang dapat dimiliki kaum buruh mencegah yang
terjadinya barbarisme. Demikian pula konsep internasionalisme yang
menjadi kabur setelah terwujud negara-negara nasional. Konsep diktaktor
proletariat Karl Marx sering dijadiakn sebagai diktakto partai di negara yang
menganut fahamnya. Sering juga revolusi yang dalam teori Karl Marx di gunakan
sebagai alat kudeta.
3.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Karl Marx merupakan seorang tokoh pemikiran yang sangat Revolusioner pada
masa itu. Ia banyak melakukan kritik-kritik yang tajam berkaitan dengan masalah
ekonomi dan agama. Filsafat materialiseme Karl Marx
menunjukkan adanya hubungan dengan materialisme lama. Materialisme dialektis
merupakan tesis yang menjelaskan adanya hubungan antara manusia dan alam.
Sedangkan materialisme historis adalah tafsiran sejarah dari sudut pendekatan
ekonomi. Menurut Marx, manusia hanya dapat dipahami selama ia ditempatkan dalam konteks sejarah karena pada hakikatnya manusia adalah insan
bersejarah. Kedua filsafat Karl Marx tersebut menekankan
faktor manusia.
Filsafat Karl Marx meruapakan salah satu filsafat yang palling berpengaruh
di dalam perkembangan sejarah. Kemampuan gagasan Marx untuk berdialektika
dengan zaman, menjadikannya pemikir yang tidak pernah sepi dari kritikan dan
pujian atasnya. Namun, apapun tanggapan dunia terhadapnya, kehadirannya telah
menggerakkan kesadaran kelompok buruh, budak dan aktivis sosialis untuk
mengorganisir diri dan berjuang mewujudkan perubahan.
3.2 Saran
Berdasarkan
urain latar belakang diatas, maka penulis menghimbau kepada
1.
Pembaca
Banyak hasil-hasil pemikiran Marx yang bisa di ambil dan di jadikan sebuah
pijakan dalam melakukan suatu hal yang lebih baik dan bijak. Selain itu
pemikiran Marx yangberupa agama merupakan candu rakyat bukan berarti Marx
menentang agama, tetapi menurut Marx agama merupakan sebagai tempat pelarian
rakyat setelah menghadapi keadaan yang nyata yang sangat berat.
DAFTAR
RUJUKAN
Abidin, Z. 2011. Pengatar
Sejarah Filsafat Barat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Indonesia.
Adisusilo, S. 2007. Sejarah Pemikiran Barat Dari Klasik Sampai Yang Modern. Yogyakarta: Univ. Sanata Dharma.
Darsono,P. 2007. Karl
Marx : Ekonomi Politik dan Aksi- Revolusi. Jakarta: Diadit Media.
Elster, J. 2000. MARXISME:
Analisis Kritis. Jakarta: Prestasi
Pustakarya.
Hamid, A. 2011. Pengantar
Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Hardiman, F, B. 2004. Filsafat
Modern Dari Machiavelli Sampai Nietzsche. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Kebung, Konrad. 2012. Filsafat
Berfikir Orang Timur (India, Cina Dan Indonesia).
Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.
Perry, M. 2013. Peradaban
Barat : Dari Revolusi Perancis Hingga Zaman Global.
Bantul: Kreasi Wacana.
Rahman. 2013. Buku
Pintar Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: IRCiSoD.
Ramly, A.M. 2000. Peta Pemikiran Karl Marx ( Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis ). Yogyakarta: LkiS.
Suseno, Frans Magnis. 2005. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Wardaya, B. 2003. Marx Muda : Marxisme Berwajah Manusiawi ( Menyimah Sisi Humanis Karl Marx bersama Adam Schaff.
Yogyakarta: Buku Baik.
Internet
Alpinino, R. 2013. Materialisme Dialekta Sebagai Inti Filsafat Marxis, (Online), (http://serikatmahasiswaprogresif.blogspot.com/2013/08/materialisme-dialektika-sebagai-inti_23.html).
Diakses pada tanggal 1 Februari 2014 jam 01.00 WIB.
Suryajaya,
M. 2010. Berpikir Dengan Pendekatan
Materialisme Dan Dialektis, (Online), (http://problemfilsafat.wordpress.com/2010/10/26/berpikir-dengan-pendekatan-materialisme-dialektis-dan-historis/).
Diakses pada tanggal 2 Februari 2014 jam 01.33 WIB.
No comments:
Post a Comment