Songs

Tuesday, February 4, 2014

PEMIKIRAN SEJARAH KARL MARX ( 1818- 1883 )




Anita Dyah Ayu                   110731435526
Ardi Syahrial                        110731435520
Aris Cahyono                        110731435525
Diah Purwati                         110731435549
Isma Wulandari                    110731435539

1.      PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
            Ilmu sejarah seringkali dihadapkan dengan komplektisitas masalah mengenai keabsahan ilmiah dari cara dan hasil kerjanya. Kritik sejarah sebagai sebuah ilmu seringkali di lontarkan oleh para tokoh modern dan post- modernisme. Hal ini perlu dilakukan agar sejarah dapat selalu memperbaiki kedudukannya sebagai ilmu dan berkembang secara aktual sehingga bisa menjawab problematika kehidupan umat manusia. Sejarah sebagai ilmu mampu memberikan jawaban atas dinamika keilmuan yang tidak pernah usai, jika tidak mau dikatakan pengetahuan yang “usang atas masa lalu" ( Hamid, 2011: 110).
Karl Marx merupakan salah satu tokoh filsafat barat modern yang berpengaruh, pemikirannya digunakan sebagai ideologi di beberapa negara Eropa, Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Karl Marx lahir pada tanggal 5 Mei 1818 di Trier, Jerman. Ia adalah ilmuan sosial revolusioner yang analisisnya tentang masyarakat kapitalis menjadi basis teroritis bagi pengikutnya yang mengidentifikasi dirinya sebagai Marxist. Kontribusi utama terletak pada peran faktor ekonomi dalam membentuk jalannya sejarah yang nantinya akan berpengaruh pada perkembangan teori- teori sosial ( Hamid, 2011 125) .
Pemikiran Karl Marx dipengaruhi oleh pemikiran Hegel dan Feurbach. Dari Hegel, Marx meminjam dialektikanya, sedangkan dari Feubach, ia memakai idenya mengenai dunia materi sebagai kenyataan akhir objek- objek indrawi ( Rahman, 2013: 337). Dari kedua fokus tokoh tersebut, ia mengembangkan pemikiran filsafatnya. Marx juga menjadikan filsafat lebih praktis. Dia mengecam dan mengkritik filsafat konvensional. Menurut Marx, filsafat selama ini hanya berperan menjelaskan realitas atau masyarakat. Padahal yang terpenting adalah mengubah realitas atau masyarakat, yakni dari yang semula berada dalam kondisi tidak adil dan tidak sejahtera, menjadi sebaliknya. Dengan demikian, filsafat bukan lagi suatu kajian teoritis belaka, melainkan menjadi suatu praksis ekonomi ( Abidin, 2011:119-120)
Seperti para pemikir lain yang dipengaruhi oleh Pencerahan, Marx percaya bahwa sejarah manusia, seperti cara kerja alam, diatur oleh hukum ilmiah ( Perry, 2013: 146). Marx adalah seorang materialis yang ketat, menoleh semua penafsiran religius dan metafisik atas alam maupun sejarah, selalu menciptakan ilmu empiris tentang masyarakat. Menurut Marx, dunia dapat diubah secara rasional. Orang bebas membuat sejarah sendiri. Namun untuk dapat melakukannya, mereka harus memahami makna batiah sejarah ( Perry, 2013: 146). Pandangan Marx yang menganut dari Hegel bahwa sejarah bukan campuran peristiwa- peristiwa yang tidak saling berkaitan dan tidak bersambungan, tetapi seperti tanaman yang mengalami perkembangan progresif.
Menurut Marx, sejarah peradaban manusia pada dasarnya adalah serangkaian pertentangan dan perjuangan kelas, yakni antara kelas pemilik alat-alat produksi dan kelas yang bekerja untuk pemilik alat-alat produksi. Dulu kelas pemilik alat produksi adalah para bangsawan pemilik tanah, sedangkan kelas yang di eksploitasi adalah kaum petani penggarap tanah milik bangsawan. Kini (pada saat Marx hidup) yang menjadi kelas pemilik alat-alat produksi adalah kaum borjuis atau kapitalis, sedangkan kelas yang dieksploitasi adalah kaum proletar atau buruh.
Karya- karya Marx telah banyak menjadi acuan para cendikiawan untuk melihat pemikirannya dari berbagai perspektif. Munculnya mazhab- mahzab pasca Karl Marx juga menandai bahwa pemikiran Karl Marx sangat patut dipelajari sebagai idelogi yang banyak melakukan perubahan setelah muncul dengan pemikiran Materialisme Historis dan Materialisme Dialektis. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan judul “ Pemikiran Sejarah Karl Marx

1.2       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana latar belakang pemikiran Karl Marx?
2.      Bagaimana tinjauan Karl Marx mengenai materialisme dialektis?
3.      Bagaimana pemikiran Karl Marx mengenai materialisme historis ( sejarah menurut Karl Marx) ?
4.      Bagaimana dampak pemikiran Karl Marx untuk perkembangan ilmu selanjutnya?
1.3       Tujuan Penulisan Makalah
1.      Mengetahui latar belakang pemikiran Karl Marx.
2.      Mengetaui penjelaskan Karl Marx mengenai materialisme dialektis.
3.      Mengetahui pemikiran Karl Marx mengenai materlisme historis ( sejarah perkembangan manusia).
4.      Mengetahui dampak pemikiran Karl Marx untuk perkembangan ilmu selanjutnya.



















  


2.      PEMBAHASAN
2.1       Latar Belakang Pemikiran Karl Marx (1818 - 1883)
             Karl Marx lahir pada tanggal 5 Mei 1818 di Trier, Jerman dari keturunan Yahudi, dimana kedua orang tuanya adalah keturunan pendeta-pendeta Yahudi, ayahnya Karl Marx masuk golongan menengah dan menjadi pengacara ternama di Traves, sedang ibunya dalah puteri seorang pendeta Belanda, juga berbangsa Yahudi(Ramly, 2007: 34). Sehingga berdasarkan nasab semacam ini, penulis biografi sering menjelaskan tentang kejeniusan Karl Marx dengan darah Yahudi di tubuhnya.
            Pada tahun 1824, yaitu ketika Karl Marx berusia 6 tahun, seluruh keluarganya mengalami converse (perpindahan) agama dari Yahudi ke agama Kristen Protestan. Peristiwa ini membekas dalam perjalanan hidup Marx selanjutnya. Bagaimanapun dengan perpindahan agama ini maka turut berubah pula keyakinan keluarga Karl Marx dari bertuhan Yanova yang Maha Esa kepada keyakinan Trinitas.
Salah satu hal yang kelak terbawa sampai dewasa adalah sifatnya yang tidak mau diatur, jorok, dan acak-acakan. Hal ini seakan paradoksal dengan ketekunan, ketelitian, dan sifatnya yang ingin tahu segala hal, sehingga membosankan orang-orang sekitarnya termasuk orang-orang disekitarnya (Ramly, 2007: 35). Sedangkan pada tahun 1835, yaitu pada usia 17 tahun Marx menamatkan sekolah menengah (Gymnasium) di Treves. Kemudian ia melanjutkan pelajarannya di perguruan tinggi, bukan tanpa penolakan, namun akhirnya menuruti kemauan bapaknya untuk memasuki fakultas Hukum Universitas Bonn selama satu tahun. Disini Marx tidak kerasan, kemudian ia pindah ke Universitas Berlin dengan mengkhususkan diri mempelajari filsafat dan sejarah seperti yang di cita-citakannya semula. Di Universitas Berlin inilah baru kelihatan bakatnya yang luar biasa dalam filsafat.
Di Berlin, Marx menjadi anggota dari “ Club Young Hegelian” yakni kelompok diskusi yang membahas filsafat Hegel. Anggota kelompok ini mengkaji ajaran-ajaran Hegel yang pada waktu itu menjadi dogma dan sumber ideologi resmi di Jerman, bahkan kritik dan kecaman keras tidak jarang dilakukan sehingga menjadi kelompok yang radikal dan membentuk “sayap kiri” dari paham Hegel. Pada usia 23 tahun Karl Marx memperoleh gelar Doktor dengan Ilmu filsafat dengan judul disertasi The Difference Between the Natural Philosophy of Democritos and Natural Philosopy of Epicurus (Perbedaan antara Filsafat Alam Democritos dan Filsafat Alam Epicurus), disertasi ini diajukan di Universitas Jena 15 April 1841(Ramly, 2007:37).
Karl Marx pernah menjadi jurnalis di Cologne dan Paris dan disana ia berjumpa dengan Engels (1825-1895). Lewat Engels ia belajar banyak tentang teori-teori ekonomi. Karena keterlibatannya dalam bidang politik dia disingkirkan dari perancis dan mengungsi ke Brussel (anggota asosiasi Komunisme), dan di sana ia menerbitkan buku Manifesto Komunis (1848) yang berisikan daftar singkat karakter alamiah komunis dan Das Kapital : Kritik deer Politischen ekonomi (1867-1884) yang isinya kurang lebih tentang bagaimana ekonomi sosial atau komunis diorganisasikan. (Kebung, 2011: 174). Dimana suprastruktur yang berfungsi untuk menjaga relasi produksi yang dipengaruhi oleh historis (seni, literatur, musik, filsafat, hukum, agama, dan bentuk budaya lain yang diterima oleh masyarakat). Prinsip-prinsip komunis modern dalam bukunya tersebut antara lain:
·         Pengahapusan kekayaan tanah dan menerapkan sewa tanah bagi tujuan-tujuan publik.
·         Pengenaan pajak pendapat (tax income) yang bertingkat.
·         Pengapusan seluruh hak-hak warisan.
·         Penarikan kekayaan seluruh emigran dan para penjahat atau pemberontak.
·         Sentralisasi kredit pada negara melalui bank nasional dengan modal negara dan monopoli yang bersifat eksklusif.
·         Sentralisasi alat-alat komunikasi dan transportasi di tangan negara.
            Pemikiran Karl Marx merupakan adopsi antara filsafat Hegel, dan Andreas Feuerbach, hal ini dikarenakan di samping Marx mewarisi dan menggali ajaran revolusi dan sosialisme dari Perancis, ekonomi politik dari Inggris, maka yang tidak boleh diabaikan adalah akar dari ide-ide filsafatnya yang ditimba langsung dari tradisi kefilsafatan Jerman.
a.       G.W.F Hegel
Semasa belajar di Berlin Karl Marx mendapat pengaruh yang kuat dari paham pikiran Hegel. Hegel sangat mengutamakan rasio, namun rasio yang dimaksudkannya bukanlah semata-mata terdapat pada individu, akan tetapi terutama rasio yang terletak pada subyek absolut. Inti dari idealisme Hegel mengambil posisi dikala ia mensetarakan keseluruhan realitas dengan suaty subyek. Rumusan ini terkenal dengan dalil “seluruh yang real bersifat rasional dan seluruhyang rasional bersifat real”(Ramly, 2007: 54-55).
Maksud dari dahlil ini adalah bahwa luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Segenap reallitas adalah proses idea (pemikiran) yang memikirkan dirinya sendiri (das Ding an Sich). Jadi rasional di sini bukan empiris, sebab hal yang bersifat empiris tidak tepat dikatakan rasional. Hal empiris hanya bagian aksidental dari keseluruhan (the Whole), sedangkan keseluruhan adalah sesuatu yang sesuatu yang bersifat mutlak adalah spiritual yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya.
Dengan kata lain Hegel hendak merumuskan bahwa realitas itu mengambil bentuk dalm Roh atau ide. Pada garis besarnya sesuai dengan perkembangan Roh maka sistem filsafat Hegel dapat dibagi menjadi 3 pokok utama. Pertama, tahap ketika Roh berada dalam keadaan “ada dalam dirinya sendiri”, filsafat yang membicarakan Roh dalam posisi semacam ini disebut dengan logika. Logika yang Hegel maksudkan bukan menurut pengetian tradisional sebagai bentuk dan hukum berfikir seperti dirumuskan Aristoles (384-322SM), tapi logika yang memandang Roh di dalam dirinya yang bebas dalam batasan ruang dan waktu. Kedua, tahap ketika Roh berada dalam keadaan “berbeda dengan dirinya sendiri”. Ketiga, tahap di mana Roh kembali pada dirinya sendiri ringkasnya Roh berada dalam keadaan dalam dirinya dan bagi dirinya sendiri.
Untuk menerangkan sistem filsafatnya, Hegel mengunakan metode yang disebut dengan diaelektika, yakni “the theory of the union of opposites” (teori tentang persatuan hal-hal yang bertentangan.) dalam hal ini Marx dengan syarat tertentu menerima metode Hegel (dari Hegel Marx belajar tentang prinsip perkembangan melalui pertentangan dan konflik). (Ramli, 2007: 56). Marx juga menganut asumsi-asumsi filsafat sejarah Hegel, bahwa melalui sejarah umat manusia mewujudkan dirinya kearah sebuah telos. Mars juga merefleksikan kenyataan negatif, yaitu alienasi (Hardiman, 2004: 235).
b.      Feuerbach
Semula Feuerbach sangat tertarik dengan kemutlakan identitas yang terkandung dalam rangkaian dialektitas tesis-antitesis-sintesis dari Hegel. Namun seperti halnya dengan ekponen Helglian kiri yang lain, Feuerbach akhirnya berbalik menyerang Hegel. Feurbach memandang filsafat Hegel sebagai puncak rasionalisme modern, tetapi dalam suasana semacam ini dominasi agama tetap mewarnai kehidupan sehingga dunia matreri khususnya “manusia” tidak ditempatkan pada martabat semestinya.
Metode Hegel diakui oleh Feurbach mengandung nsur pembebasan manusia dari belenngu yang mengikatnya melalui proses penyadaran roh yang kontinyu.  Walaupun pembebasan ini menurut Feurbach yakin  bahwa hanya materi saja yang nyata, akan halnya pikiran meskipun dalam bentuk yang paling murni hanyalah merupakan alienasi dari kenyataan materil (alam).
Sebagai ahli waris yang kritis, Marx sebenarnya sebenarnya sejalan dengan Feurbach: dia ingin mentransformasikan idealisme menjadi materialisme. Hanya kata “materialisme” dalam filsafat Marx jangan dipahami sebagai ajaran metafisis tentang materi sebagai kenyataan akhir. Istilah ini lebih berarti bahwa Marx memandang bahwa ukan pikiran, melainkan kerja sosiallah yang merupakan kegiatan dasar manusia.
Marx menerima pengandaian Feurbach dalam Das Wesen Christentums, bahwa kenyataan akhir adalah objek-objek indrawi. Akan tetapi, lalu dia mengajukan kritik-kritiknya. Dalam esainya, Thesen uber Feuerbach, kita bisa menemukanbagaimana penilaian Marx mengenai materialisme. Dia menolak segala bentuk materialisme sebelum dia, termasuk materialisme sampai pemikiran Feurbach bersifat kontemplatif dan tidak mendorong kegiatan revolusioner (tesis ke-1). Yang ditolak Marx ini sebenarnya adalah segala macam bentuk materialisme zaman pencerahan dan pasca-Pencerahan yang menafsirkan dunia secara mekanistis (Hardiman, 2004: 235-236).


2.2       Tinjauan tentang Materialisme Dialektis
            Materialisme adalah cara berpikir yang bertitik tolak pada dasar materi (kenyataan obyektif) yaitu bahwa materi (kenyataan obyektif) itu adalah primer, sedang ide (pikiran) adalah sekunder (Darsono, 2007:36). Tokoh-tokoh filsafat materialisme antara lain adalah Thales, Heraklitos, Feurbach, dan Karl Marx. Filsafat materialisme mempunyai tiga macam aliran yaitu Materialisme metafisik, Materialisme mekanik, dan Materialisme Dialektis. Dialektis adalah suatu pandangan yang memandang bahwa konflik, antagonism atau pengekangan merupakan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk mencapai hasil-hasil tertentu.
            Materialisme dialektis merupakan aliran filsafat yang saling berhubungan, saling mempengaruhi, dan saling bergantungan antara satu dengan yang lainnya (Darsono, 2007: 37). Aliran filsafat tersebut selalu dalam keadaan bergerak, berubah dan berkembang. Karl Marx mengartikan Materialisme Dialektis tersebut sebagai keseluruhan proses perubahan atau pergerakan yang terjadi terus menerus tanpa ada sebuah perantara yang menggabungkan.dalam hukum dialektika, gerak itu terus terjadi sehingga setiap kali ditimbulkan suatu negasi yang lebih baru (Adisusilo, 2007: 160). Dalam gerak materi selalu dalam keadaan proses perkembangan, maka materialisme dialektika memandang bahwa:
·         Materi (segala sesuatu yang ada secara obyektif) itu selalu dalam proses perkembangan, bukan dalam keadaan statis dan abadi.
·         Masyarakat selalu dalam kontek sejarahnya (Historisnya) yaitu menerima masa lalu, masa kini, dan masa mendatang sebagai satu kesatuan proses yang berkesinambungan (Darsono, 2007:40).
Manusia yang memiliki pandangan materialisme dialektis  harus berpikir dinamis dan historis agar ide-idenya selalu dalam keadaan sosial yang selalu berubah dan berkembang dan mampu faktor-faktor penggerak perubahan dalam berbagai system masyarakat.
 Negasi merupakan suatu pengingkaran. Yang dimaksud pengingkaran dalam materialisme dialektis  ialah adanya aksi yang tidak diterima oleh manusia. Negasi-negasi tersebut dihasilkan oleh suatu kontradiksi-kontradikisi dalam tubuhnya sendiri. Kontradiksi merupakan  suatu pertentangan antara dua hal yang berlawanan. Kemudian setiap objek melahirkan benih-benih untuk untuk penghacuran dirinya sendiri. Sehingga mendapatkan mutu yang lebih baik. Dalam suatu pergerakan atau perubahan tersebut terjadi perkembangan menuju kepada tingkatan yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pandangan materialisme dialektis mengacu pada sebuah teori yang menimbulkan benda berlapisan tinggi dari lapisan rendah (Ramly, 2004: 110).
            Karl marx tertarik pada gagasan dialektikanya Hegel dengan alasan adanya unsur kemajuan melalui konflik dan pertentangan. Dengan proses dialektika tersebut masyarakat kapitalis telah mengandung tanda-tanda kehancuran dalam dirinya dan dengan revolusi proses perubahan menuju masyarakat komunistis dapat berjalan dengan cepat (Adisusilo, 2007: 159). Marx juga melihat manusia dan alam dari sudut pandang materialisme dialektis yang menyatakan bahwa seluruh kenyataan berkembang secara kualitatif dalam loncatan-loncatan yang menuju kepada prespektif realitas baru (Ramly, 2004:124). Maksud dari loncatan-loncatan yang berkembang secara kualitatif  dari alam yang memperoleh hasil pada diri manusia yaitu memiliki kemampuan berbahasa, berfikir, dan bekerja yang tidak dapat dilakukan oleh mahluk hidup lainnya. Dengan kata lain manusia memenuhi segala keperluan hidup dari alam sekaligus membuktikan bahwa mereka adalah mahluk bagian integral dari alam. Bagi manusia, alam masih harus diolah dan dihumanisir agar dapat dimanfaatkan (Ramly, 2004: 125).
            Manusia selalu ditempatkan sebagai subjek untuk menundukkan atau mengelola alam di bawah pengaturan dan kemauan mereka. Pada titik ini Marx mengaitkan hubungan manusia dan alam sebagai kekuatan-kekuatan produktifyang meliputi manusia-manusia yang bekerja, alat-alat produksi yang dibuat dan digunakan manusia dan bahan-bahan mentah serta sumber alam yang dipakai dalam proses produksi (Ramly, 2004:126).
            Dalam Filsafat, materialisme dialektis menempati posisi epistomologis yaitu sebuah teori tentang pengetahuan atau cara mendekati sebuah realitas. Secara tidak langsung marxisme telah menjadi filsafat perjuangan pembebasan bagi manusia. Dengan pandangan materialisme maka dapat meyakinkan bahwa penindasan adalah hasil dari aktivitas subjek.  Metode dialektis yang diterapkan oleh karl marx dapat didefinisikan sebagai pandangan untuk mencapai kebenaran terhadap suatu masalah. Jon Elster (2000: 48) menjelaskan bahwa “….menyingkirkan apa yang salah dan mempertahankan apa yang benar dan menambah apa yang kurang”. Materialisme dialektis bukanlah pemikiran orisinil dari Marx dan telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Sejak awal Socrates berfilsafat dengan dialektika. Namun, Marx memperoleh dialektika dari Hegel. Pengandaian dari dialektika Hegel adalah relasionalisme internal, yaitu keseluruhan kenyataan merupakan manifestasi-diri Roh yang memiliki kesalingterhubungan satu sama lain dalam jalinan yang tidak putus.
            Materialisme dialektis menjadi sebuah kajian filosofis dan juga dapat ditemukan persepsi yang yang sama dari literatur kaum Marxist dimana terdapat tiga dalil yaitu sebagai berikut: (Ramly,2004:116-117)
·         Dalil perubahan dalam kuantitas dapat menimbulkan perubahan dalam hal kualitas. Dalil tersebut dapat diambil solusi bahwa kemajuan kemanusiaan pertumbuhannnya tidak secara gradual, tetapi melalui lompatan-lompatan materi.
·         Dalil kesatuan dan pertentangan dari lawannya atau hukum kontradiksi yang disebut dengan hukum “interpenetration of opposite” yang merupakan bagian dari dalil pertama sebelumnya. Dalil dialektis tersebut selanjutnya menyatakan sifat esensial dari pertentangan realitas. Dengan hukum ini dapat dibuktikan bahwa setiap kesatuan akan mengandung pertentangan.
·         Dalil pengingkaran terhadap penginkaran. Dalam dialekta tersebut adalah proses menjadi dan proses hancur tidak ada henti-hentinya. Perkembangan dalil tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa pada dirinya masing-masing ternyata mengandung unsure penolakan.

            Inti dari materialisme dialektis adalah pemutlakan materi yang bergerak dalam waktu dan ruang atau pengukuhan terhadap terjadinya yang ada tanpa suatu sebab. Pertentangan di alam yang dikukuhkan oleh materialisme dialektis tersebut hanya bisa menjadi syarat kemungkinan perkembangan yang lebih jauh. Akan tetapi pertentangan tersebut tidak dapat menjadi landasan perkembangan yang memadai. Hal tersebut dikarenakan manusia tidak bisa menjadi produk perkembangan alam secara murni yang naik dari yang lebih rendah menuju yang lebih tinggi. Karena roh manusia mengandaikan suatu penyebab yang memadai supaya bekerja di alam.
2.3       Pemikiran Materialisme Historis ( Sejarah Menurut Karl Marx )
Sebelum Marx, sejarah ditafsirkan dalam berbagai pendekatan, misalnya sumber penggerak dari kejadian adalah ketentuan Tuhan. Selain itu penggerak sejarah juga ditafsirkan adalah kaisar- kaisar, raja, para ksantria dan serdadu, pembuat undang- undang. Namun adapula yang menyebutkan sejarah bisa dilihat dengan mengedepankan peranan ide- ide dan gagasan sebagai sebab utama timbulnya proses sejarah. Bahkan fenomena dari sebuah kejadian seperti perang dan pergolakan juga bisa digunakan untuk menafsirkan sejarah.
Marx berbeda dengan penafsiran sebelumnya, dalam Materialisme Historis dijelaskan bahwa manusia hanya dapat dipahami selama ditempatkan dalam konteks sejarah karena pada hakekatnya manusia adalah insan bersejarah ( Ramly, 2007: 129). Menurut pandangan materialisme sejarah Karl Marx  dalam Darsono ( 2007: 62) ialah pandangan tentang faktor- faktor pokok yang menentukan perkembangan sejarah umat manusia, yaitu bahwa kegiatan pekerjaan jasmaniah atau kegiatan produksi adalah kegiatan dasar manusia. Materialisme historis bertumpu pada dalil bahwa produksi dan distribusi barang- barang dan jasa merupakan dasar untuk membantu mengembangkan eksistensinya. Sehingga penafsiran sejarah dalam segi ekonomi dengan menempatkan pertukaran barang dan jasa sebagai syarat untuk menata segenap lembaga sosial yang ada. Manusia dipahami dalam kerangka struktur ,yakni terdiri atas suprastruktur ( lapisan atas ) dan infrastruktur ( lapisan bawah ). Suprastruktur merupakan cermin kristalisasi lapisan bawah yang didalamnya memuat bidang sosial, budaya, politik, filsafat, agama dan kesenian. Sedangkan motor penggeraknya adalah peristiwa ekonomi ( kondisi- kondisi material ).
Menurut Ramly ( 2007: 134) menjelaskan bahwa kehidupan sosial ekonomi ( man social being ) ditempatkan sebagai perangkat yang mendasari setiap kiprah kesadaran manusia ( man social ! consciousness ). Dengan kata lain, faktor materi selalu menjadi penentu, sedangkan faktor kesadaran harus ditentukan oleh kondisi material yang tercipta.  Istilah “ materialisme “ digunakan untuk menggambarkan kondisi utama eksistensi manusia, yaitu cara manusia bekerja memproduksi barang- barang material untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sejarah perkembangan masyarakat pada hakikatnya adalah sejarah dari perubahan dan perkembangan proses produksi, yaitu suatu perubahan terus- menerus tanpa henti manusia bekerja menciptakan barang- barang material untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Darsono ( 2007: 63 ). Bagi Hegel maupun Marx, proses historis diatur oleh prinsip- prinsip objektif dan rasional. Marx juga mengadopsi pandangan Hegel bahwa sejarah bergerak secara dialektis, bahwa perbenturan kekuatan- kekuatan yang saling bertentangan menggerakkan sejarah ke dalam suatu tahap yang lebih tinggi ( Perry, 2013: 146).
Namun ada pula perbedaan antara pandangan Hegel dan Marx antara lain ( Perry, 2013: 146- 147) :
Pandangan Hegel
Pandangan Karl Marx
Bagi Hegel, benturan dialektis dari ide- ide yang bertentanganlah yang menggerakkan sejarah ke tahap selanjutnya
Bagi Marx, pembenturan kelas mewakili konflik kepentingan ekonomi, apa yang disebut materialisme dialektis, itulah yang bertanggung jawab bagi perubahan dan kemajuan historis
Sejarah adalah penyikapan Roh metafisik, dalam suatu tahap yang lebih tinggi dihasilkan oleh sintesis ide- ide yang saling bertentangan
Namun menurut Marx, sistem Hegel menderita mistifikasi. Sistem ini melampaui realitas kehidupan dunia yang diketahui dan masalah- masalahnya, yang meminta pengertian dan solusi. Sistem ini adalah suatu penyikapan atas hidup. Sejarah bukan Roh yang mengilhami pengaktualisasian diri tetapi orang menjadi manusia sepenuhnya dan memenuhi potensi manusianya.

Berdasarkan dari penafsiran ekonomi terhadap sejarah inilah dirinci lagi dalam dinamika perubahan sosial kekuatan produksi dan hubungan produksi yang diungkapkan Marx dalam tesis sejarah perkembangan masyarakat, yaitu sejarah kemanusiaan yang berubah dari satu formasi sosial ekonomi ke formasi yang lebih baru dan revolusioner. Tahapan perkembangan sejarah kemanusian yang dimaksud adalah ( Ramly, 2007: 134) :
1.      Pertama, masyarakat komunal primitif yaitu tahap masyarakat yang memakai alat- alat bekerja yang sifatnya sederhana. Alat tersebut bukan milik pribadi tapi milik komunal. Masyarakat mulai mampu menciptakan alat- alat yang dapat memperbesar produksi periode zaman batu, dari penggunaan batu menjadi tembaga dan besi. Perbaikan alat produksi menimbulkan perubahan- perubahan sosial sehingga menimbukan pembagian kerja dalam berprodukssi. Keperluan untuk menghasilkan barang- barang yang dibutuhkan orang menigkat, yang pada akhirnya diperlukan kaum pekerja untuk memenuhi produksi. Sehingga terciptalah hubungan produksi ( relation of duction ) dalam masyarakat komunal.
2.      Kedua, masyarakat perbudakan ( slavery ), yang tercipta karena adanya hubungan produksi antara orang- orang yang memiliki alat- alat produksi dengan orang yang hanya memiliki tenaga kerja. Berawal dari cara kerja model yang nantinya memberikan keuntungan pemilik produksi. Budak diberikan upah yang minim untuk mempertahankan tingkat kerjanya dan supaya tidak mati. Pembagian kerja dan spesialisasi mendorong penigkatan keterampilan dan perbaikan alat- alat produksi. Marx menilai bahwa pada tingkat perkembangan masyarakat ini, nafkah kerja budak sudah dibawah standar murah dan disaat yang sama pemilik alat- alat produksi yang dimilikinya. Namun pada saat itu pula para budak makin lama mkin sadar akan kedudukannya di dalam hubungannya di dalam hubungan produksi. Ketidakpuasaan ini menjadi awal perselisihan dua kelompok masyarakat, budak dan pemilik alat produksi.
3.      Ketiga, tingkat perkembangan masyarakat feodal bermula setelah runtuhnya masyarakat perbudakan. Masyarakat baru ini ditandai dengan pertentangan yang muncul di dalamnya. Pemilik alat produksi produksi terpusat pada kaum bangsawan, khususnya pemilik tanah. Para buruh tanah yang berasal dari kelas budak yang dimerdekakan. Mereka mengerjakan tanah untuk kaum feodal, kemudian setelah itu mengerjakan tanah miliknya sendiri. Hubungan produksi ini mendorong adanya perbaikan produksi dan cara produksi di sektor pertanian, mkasudnya agar petani menghasilkan pendapatan yang layak. Dengan demikian, sistem feodal sebenarnya mengubah cara- cara kehidupan sosial. Dari kerangka ini lahir dua golongan kelas di dalam masyarakat, yang pada puncaknya nanti akan menjelma menjadi sistem kapitalis yaitu kelas feodal tuan tanah yang menguasai perhubungan sosial dan kelas petani yang bertugas melayani tuan tanah yang dimaksud. Kaum feodal lebih memikirkan keuntungan yang lebih besar sehingga mereka memperlebar bidang usahanya dengan pendirian pabrik- pabrik. Akibatnya muncul para pedagang- pedagang yang mencari pasar dan melemparkan hasil- hasil produksi yang selalu bertambah. Fenomena baru yang tidak dapat dibendung kehadirannya yaitu terbentuknya alat produksi dan sistem kapitalis yang menghendaki tehapusnya masyarakat feodalisme. Kelas kaya baru ini ( borjuis ) memiliki alat- alat produksi menempuh segala cara untuk terbentuknya pasar bebas yang menyangkut di dalamnya baik sektor buruh- sistem kerja dan penggajian. Proses dialektika sejarah ini pada akhirnya membuktikan bahwa sistem masyarakat feodal memang tidak mampu membendung masyarakat kapitalis.
4.      Keempat, masyarakat kapitalis menghendaki kebebasan dalam mekanisme perekonomian. Hubungan produksi dalam sitem ini didasarkan pada pemilikan invidual ( private ownership ) masing- masing orang terhadap alat- alat produksi. Kelas kapitalis memperkerjakan kaum buruh yang terpaksa menjual tenaganya karena tidak memiliki pabrik dan alat produksi lainnya, maka dalam sistem kapitalis terlihat adanya fenomena baru yaitu, hubungan produksi yang memungkinkan terus  menerus meningkatnya alat produksi, dengan cara memperbarui pabrik- pabrik, modernisasi mesin- mesin dengan menggunakan tenaga uap dan listrik. Akibatnya kerja menjadi terspesialisasi, aktivitas persaingan mencari pasaran hasil produksi menjadi tugas utama kaum kapitalis, sedang pada saat yang sama upah dan kesejahteraan yang tidak kunjung datang menjadi dambaan kaum pekerja. Selanjutnya muncullah dua kelas yang saling bertentangan yaitu kelas proletar dan kelas borjuis  yang mewakili kaum kapitalis pemilik alat produksi yang sering disebut dengan pertentangan kelas. Perjuangan dan pertentangan kelas berkahir dengan terbentuknya masyarakat tanpa perbedaan kelas ( classless society ) yang mempunyai ciri kepemilikan alat- alat produksi bersifat sosial.
5.      Kelima, masyarakat sosialis yang dipahami sebagai formulasi terakhir dari lima tahap perkembangan sejarah Marx adalah masyarakat dengan sistem pemilikan produksi yang disandarkan atas hak milik sosial ( social ownership ). Hubungan produksi merupakan jalinan kerjasama dan saling membantu dari kaum buruh yang berhasil melepaskan diri dari eksploitasi. Perbedaan mendasar dari tahap perkembangan sejarah masyarakat sebelumnya adalah dalam masyarakat sosialis alat- alat produksi merupakan hasil olahan dari kebudayaan manusia yang lebih tinggi. Sistem sosialis dirancang untuk memberi kebebasan bagi manusia mencapai harkatnya tanpa penindasan. Sehingga, kata sebuah sistem yang menginginkan hapusnya kelas- kelas dalam masyarakat.  

Menurut Marx, penggerak perubahan dan perkembangan masyarakat adalah pertentangan antar kelas- kelas sosial. Kelas- kelas sosial merupakan aktor sejarah yang sebenarnya. Jadi yang menentukan jalannya sejarah bukan individu- individu tertentu, melainkan kelas- kelas sosial yang masing- masing memperjuangkan kepentingan mereka. Menurut Darsono (2007 : 64), menjelaskan bahwa Karl Marx materialisme historis atau sosiologi Marxisme mengajarkan tentang :
1)      Keadaan sosial melahirkan kesadaran sosial.
2)      Hukum umum perkembangan masyarakat
3)      Basis dan bangunan atas
4)      Kelas dan perjuangan kelas
5)      Negara dan revolusi
6)      Peranan massa dan pimpinan dalam sejarah
            Dalam sejarah pemikiran manusia ( sejarah filsafat ), Karl Marx melakukan revolusi besar yaitu bahwa perkembangan dan perubahan alam dan sosial itu sendiri. yang membedakan sosialisme Marx dari sosialisme yang lain adalah pandangan Marx, bahwa ia berdasarkan pada penelitian syarat- syarat objektif perkembangan masyarakat. Marx mengkliam bahwa sosialisme adalah sosialisme ilmiah. Marx menolak pendasaran sosialisme pada pertimbangan- pertimbangan moral ( Suseno, 2005: 137 ).
            Sebuah pandangan Marx dikatakan lebih humanistik dalam memandang individu dalam hubungannnya dengan sejarah dan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dalam kutipan sebagai berikut Schaff dalam Wardaya ( 2003: 44- 45) :
Sejarah tidak membuat apa- apa: sejarah tidak memiliki kekayaan- kekayaan yang agung ; sejarah tidak pernah berperang melawan apa- apa. Sebaliknya adalah manusia yang nyata dan hidup yang memiliki dan berperang. “ Sejarah” tidak menggunakan manusia sebagai sarana untuk mencapai tujuan- tujuannya seolah- olah seperti seorang pribadi yang terpisah. Yang benar ialah bahwa aktivitas manusialah yang menjadi tujuan- tujuan sendiri.

Sedangkan menurut Arkersmit ( 1987) dalam Hamid (2013: 128- 129) menyatakan bahwa:
Pemikiran teoritis Marx dapat dilihat dari sudut pandang filsafat sejarah sekulatif yang mencoba memahami struktur terdalam dari suatu peristiwa melalui tiga ranah yaitu irama ( pola), motor penggerak, dan tujuan akhir dari proses sejarah. Irama terkait dengan pola yang terbentuk dari jalannya sejarah masyarakat manusia dalam pemikiran Karl Marx ialah perjuangan kelas antara proletar dengan kaum borjouis. Perjuangan ini dilandasi  kepemilikan alat produksi. Sehingga ekonomi merupakan motor penggerak sejarah.

2.4       Dampak Pemikiran Karl Marx
1.      Dampak terhadap Agama
Kecederungan utama filsafat Karl Marx adalah materialistik segala apapun sehingga lebih cederung  ke arah ateistik. Dan Marx sendiri sejak awal kehadirannya dalam dunia filsafat sudah menjadi ateis (Ramly, 2000:163). Wawasan ateistik ini menjadi penting karena menentukan sikap filosofis dan politiknya dan pada zamannya agama Kristenlah yang mendapat kecaman dan kritik karl Marx. Karl marx menganggap agama adalah gejala sosial. Ibarat rumah agama dakam struktur sosial masyarakat adalah yang paling atas. Agama dalam konteks ini Kristen dalam presepsinya telah terlembagakan menjadi seperangkat kekuatan sosial. Dari awal inilah bermula segala kritik Karl Marx, karena menurut Karl Marx pendeta dan pembesar gereja bersekutu dengan pemerintah yang represif.
Menurut karl Marx lembaga-lembaga agama dan pemimpin agama telah memainkan peranan di luar misi agama sebagai sebagai pengemban kasih dan pembela hak-hak kaum tertindas. Pada masa itu agama bukan mendukung perubahan sosial yang akan membahagiakan lapisan mayoritas, namun sebaoalat pelegalisasi kekuasaan pemerintah yang menguntungkan segelintir elite. Pada tempat inilah di luar pembahasan yang bersifat teologis Marx menyebut agama dan penganjur agama sebagai pendukung status quo, dan disana Marx mengumandangkan bahwa agama adalah candu masyarakat. Karl Marx melakukan suatu analisis penyelidikan bahwa kehadiran agama pada manusia sepanjang sejarahnya adalah manifesti dari kepapanan dan ketidakberdayaan menanggapi dunianya. Jadi menurut Marx manusia tidaklah diciptakan oleh Tuhan tapi manusialah yang menciptakan Tuhan (Ramly, 2000:166). Dengan himbaun-himbaun indah dan meninabobokan manusia, maka agama telah membelokkan manusia mencapai kodratnya yang sejati. Pada akhirnya agama tidak lebih dari ilusi-ilusi.
Alasan Karl Marx sebagai berikut (Ramly, 2000:166):

The abolition of religion as the illusory happiness of the people is required for their real happiness. The demand to give up the illusions about its condition is the demand to give up a ccondition which need illusion. The cristicism of religion is therefore in embryo the criticism of the vale of woe, the halo of which is religion. (penghapusan agama sebagai suatu kebahagiaan palsu dari rakyat adalah merupakan kebahagiaan nyata bagi rakyat, itulah tuntutan-tuntutan untuk menolak suatu keadaan yang membutuhkan ilusi-ilusi. Maka kritik agama pada dasarnya adalah kritik terhadap lembah air mata yang mahkotanya adalah agama)

2.      Dampak terhadap Komunisme
Salah satu ramalan Karl Marx tentang masa depan yang dicita-citakan adalah, bahwa masyarakat yang akan datang bersifat internasional. Masyarakat yang direngut dari segala kekayaan dan dipisahkan dari seluruh lingkungan, dan masyarakat ini diandaikan tidak memiliki tanah air. Salah satu cara mempertahankan hak-haknya adalah, bahwa masyarakat komunis hendaknya melakukan revolusi dunia dengan kekerasan. Karena itu Karl Marx menganilisis bahwa “Force is the midwife of every old society pregant with a new one  (Ramly, 2000:168).
Semasa hidup Karl Marx pernah menjadi ketua partai komunis dan memimpin langsung berbagai pergolakan di Eropa sehingga membuat Karl Marx sering di usir dari negara satu ke negara lain. Komunis yang saat ini menjelma menjadi sebagai salah satu ideologi di dunia yang diikuti hampir separuh penduduk di dunia. Ideologi ini menjadi sebuah universum symbolicum yakni suatu sistem untuk membuat legitimasi dan mengintegrasikan lembaga-lembaga (Ramly, 2000:168). Di negara-negara komunis Rusia, China dan negara Eropa Tiur menyebut diri setia dengan beberapa tesis-tesis dasar Karl Marx, meski sering bertengkar memperebutkan kebenaran ideologi dan melontarkan tuduhan revisioner satu sama lain. Namun daam perkembangannya kaum Komunis tidak lupa akan akan cita-citanya yaitu merebut hegemoni dunia dalam rangka tercapainya gerakan internasional.
Formulasi teori Marx tentang perjuangan kelas dan prespektif menuju masyarakat tanpa kelas (classless society) yaitu cita-cita yang ingin mengangkat martabat kaum buruh dari eksploitasi kaum borjuis, kebebasan dan kemerdekaan pada saatnya akan memperlihatkan hal yang sangat mengiriskan sejarah: kaum buruh harus terperangkap dalam sistem masyarakat yang kemerdekaan dan hak asasi menjadi barang mahal. Namun kesesuaian teori dan praktek akan menjelaskan kegagalan komunis.
3.      Dampak Pada Filsafat Modern
Filosofi Barat non Marxist selama tiga seperempat abad XX mengalami kemunduran dalam sistem pemikiran. Kemunduran ini menyebabkan ketidakpercayaan pada seluruh filosofis Barat non Marxist. Dengan kata lain filsafat Barat non-Marxist telah banyak menyimbang dari makna filsafat yang awal, yaitu “Kecintaan tidak terbatas pada kearifan”.
Filsafat yang selama ini dianggap sebagai landasan dari ilmu namun kenyataannya bahwa filsafat non-Marxist-existensialisme-positivisme logik dan Operasionalisme telah melepaskan diri dari tanggungjawab filosofis. Hasil pemikiran yang di hasilkan adalah usaha-usaha yang membuat jurang antara relevansi dan kenyataan, yakni filsafat yang diandaikan telah tercabut dari realistas. Filosof non-Marxist, Karl R. Popper dalam Objective Knowlwdge manyatakan kecuali orang Marxist, kebanyakan filosof profesional kelihatannya tidak mempunyai hubungan lagi dengan realitas “apart perhaps some Marxist, most profesional philosopher seem to have lost touch with reality”.
Setiap filosof melontarkan suatu gagasan tertentu, pasti terdapat beberapa pihak yang mengkritik tajam negatif maupun positif sehingga muncul keadaan netral. Para filosof kuran tertarik pada permasalahan fundamental tentang dunia tempat manusia hadir di dalamnya. Filsafat kemudian terjatuh pada penggalan-penggalan tidak utuh, yaitu kompartementalisasi  yang sempit dan berkubang dalam analisis tuna-nilai (Ramly, 2000:172).
Berangkat dari kecederungan filsafat modern (atau bahkan kontemporer) yang cair inilah maka untuk abad ini diakui tidak terlihat adanya arus balik, yaitu orang kembali menyimak premis-premis yang pernah dilontarkan Karl Marx (Ramly, 2000:172). Walau penggalian filosofisnya agak menjauh dari konsep asal namun masih terdapat adanya kesetiaan pada tema-tema setral. Banyak usaha-usaha kreatif dari filosof yang tergabung dalam Neo Marxisme dan sekolah Frankurt. Fenomena lain adalah munculnya gerakan-gerakan protes dan perlawanan pada ststus quo di negara berkelimpahan (affluent society), di gerakan oleh orang-orang yang menyebut diri mereka mengilhami filsafat sosial Karl Marx (The New Left). Ini merupakan titik balik yang penting dari analisis Marx di masyarakat kapitalistik. Tesis yang di lontarkan adalah masyarakat Barat dewasa ini identik dengan masyarakat industri yang sakit karena menuju arah yang berdimensi tunggal (One Dimension Man) yaitu masyarakat kapitalis yang represif dan totaliter. Dampak filsafat Karl Marx adalah resonansinya yang menggerakan dan adanya ketunggalan tujuan dalam langkah operasional.
Selanjutnya kritik yang dapat dicuatkan dalam bahasan ini adalah, bahwa Karl Marx dalam analisis-analisisnya menunjukan tedensi berat sebelah yang melihat persoalan melulu dari hitam putih (Ramly, 2000:172). Dalam penelitian memperoleh kenyataan bahwa hampir keseluruhan tematis ajarannya sudah disampaikan oleh filosof sebelumnya atau sezaman dengannya. Konsep materealisme merupakan dapukan yang diambil dari Feuebach, metode dialektika dalam turunan dari filsafat Hegel yang dirakit dalam bentuk materi, teori monistisnya merupakan hal baku di masa Spinoza, gagasan pertentangan kelas-meskipun menurut Sidney Hook asli gagasan Karl Marx aslinya berakar dari Saint Simon dan Guizot, krisis ekonomi dalam rangka kebangkrutan kapitalisme beresonansi pada gagasan Sismonandi, gagasan tentang proletariat sebelumnya sudah pernah digagaskan oleh Moses dan Babeuf. Selanjutnya analisis tentang nilai lebih, eksploitasi serat pemilikan alat produksi dengan mudah dapat dihubungkan dengan Ricardo, Fourier, Bray, Thomson, dan Proudhon. Intinya gagasan Karl Marx walau termasuk dalam literatur filsafat modern, namun tetap dipertanyakan keorisinalitas karya Karl Marx.
Metode dialektika Karl Marx tidak memberi solusi bagi pertanyaan-pertanyan serius. Konsep dialektika materialis misalnya dapat diterapkan dalam bermacam kejadian tanpa harus menafikan dan menganggap sepi teori lain. Dialektika yang terus menerus bahkan mengandung benih-benih yang dapat menghancurkan tubuhnya sendiri.
Kritik yang di sampaikan dalam materialisme historis adalah, terdapatnya ketidaktegasan fundamental dalam teori ini. Kritik lebih lanjut adalah tumpulnya daya ramal Karl Marx ikhwal kehancuran kapitalisme negara-negara industri. Hal ini bukan karena persyaratan revolusi dan kondisi objektif tidak tercipta, melainkan buruh di negara-negara industri kapitalis khususnya di Eropa Barat dan Amerika semakin makmur. Pembagian saham yang dapat dimiliki kaum buruh mencegah yang terjadinya barbarisme.  Demikian pula konsep internasionalisme yang menjadi kabur setelah terwujud negara-negara nasional. Konsep diktaktor proletariat Karl Marx sering dijadiakn sebagai diktakto partai di negara yang menganut fahamnya. Sering juga revolusi yang dalam teori Karl Marx di gunakan sebagai alat kudeta.




3.      PENUTUP
3.1       Kesimpulan
            Karl Marx merupakan seorang tokoh pemikiran yang sangat Revolusioner pada masa itu. Ia banyak melakukan kritik-kritik yang tajam berkaitan dengan masalah ekonomi dan agama. Filsafat materialiseme Karl Marx menunjukkan adanya hubungan dengan materialisme lama. Materialisme dialektis merupakan tesis yang menjelaskan adanya hubungan antara manusia dan alam. Sedangkan materialisme historis adalah tafsiran sejarah dari sudut pendekatan ekonomi. Menurut Marx, manusia hanya dapat dipahami selama ia ditempatkan dalam konteks sejarah karena pada hakikatnya manusia adalah insan bersejarah. Kedua filsafat Karl Marx tersebut menekankan faktor manusia.
            Filsafat Karl Marx meruapakan  salah satu filsafat yang palling berpengaruh di dalam perkembangan sejarah. Kemampuan gagasan Marx untuk berdialektika dengan zaman, menjadikannya pemikir yang tidak pernah sepi dari kritikan dan pujian atasnya. Namun, apapun tanggapan dunia terhadapnya, kehadirannya telah menggerakkan kesadaran kelompok buruh, budak dan aktivis sosialis untuk mengorganisir diri dan berjuang mewujudkan perubahan.

3.2       Saran
Berdasarkan urain latar belakang diatas, maka penulis menghimbau kepada
1.      Pembaca
Banyak hasil-hasil pemikiran Marx yang bisa di ambil dan di jadikan sebuah pijakan dalam melakukan suatu hal yang lebih baik dan bijak. Selain itu pemikiran Marx yangberupa agama merupakan candu rakyat bukan berarti Marx menentang agama, tetapi menurut Marx agama merupakan sebagai tempat pelarian rakyat setelah menghadapi keadaan yang nyata yang sangat berat.








DAFTAR RUJUKAN

Abidin, Z. 2011. Pengatar Sejarah Filsafat Barat. Jakarta: PT. Raja Grafindo         Indonesia.
Adisusilo, S. 2007. Sejarah Pemikiran Barat Dari Klasik Sampai Yang Modern.     Yogyakarta: Univ. Sanata Dharma.
Darsono,P. 2007. Karl Marx : Ekonomi Politik dan Aksi- Revolusi. Jakarta: Diadit Media.
Elster, J. 2000. MARXISME: Analisis Kritis. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Hamid, A. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Hardiman, F, B. 2004. Filsafat Modern Dari Machiavelli Sampai Nietzsche.            Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kebung, Konrad. 2012. Filsafat Berfikir Orang Timur (India, Cina Dan      Indonesia). Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.
Perry, M. 2013. Peradaban Barat : Dari Revolusi Perancis Hingga Zaman             Global. Bantul: Kreasi Wacana.
Rahman. 2013. Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: IRCiSoD.
Ramly, A.M. 2000. Peta Pemikiran Karl Marx ( Materialisme Dialektis dan            Materialisme   Historis ). Yogyakarta: LkiS.
Suseno, Frans Magnis. 2005. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke       Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Wardaya, B. 2003. Marx Muda : Marxisme Berwajah Manusiawi ( Menyimah Sisi Humanis Karl Marx bersama Adam Schaff. Yogyakarta: Buku Baik.
Internet
 Alpinino, R. 2013. Materialisme Dialekta Sebagai Inti Filsafat Marxis, (Online), (http://serikatmahasiswaprogresif.blogspot.com/2013/08/materialisme-dialektika-sebagai-inti_23.html). Diakses pada tanggal 1 Februari 2014 jam 01.00 WIB.
Suryajaya, M. 2010. Berpikir Dengan Pendekatan Materialisme Dan Dialektis, (Online), (http://problemfilsafat.wordpress.com/2010/10/26/berpikir-dengan-pendekatan-materialisme-dialektis-dan-historis/). Diakses pada tanggal 2 Februari 2014 jam 01.33 WIB.



No comments:

Post a Comment