Songs

Tuesday, February 4, 2014

PANDANGAN SANTO AUGUSTINE TERHADAP FILSAFAT SPEKULATIF ABAD KE-4

Agus Mujib (110731435540)
Danar Dwi H (110731435552)
Hilda Yekti Probohenning (110731435531)
Indah Kiki Yuliana (110731435551)
Novia Risqi Suryani (110731435532)

1.    PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
       Manusia merupakan makhluk sejarah karena manusia berada dalam sejarah sebagai pelaku sejarah. Sebagai makhluk yang memiliki sejarah, ada saat dimana manusia mempertanyakan sejarahnya. Misalnya saja para filsuf Yunani awal yang mempertanyakan sejarah terbentuknya dunia, makhluk hidup dan sebagainya. Hal semacam itu disebut dengan historisitas.
       Kesadaran manusia terhadap sejarah sudah dimulai sejak manusia mempertanyakan sejarah itu sendiri, dimulai pada Yunani Kuno atau bahkan sebelum periode Yunani Kuno manusia sudah mempertanyakan sejarahnya. Pemahaman manusia akan sejarah bisa dipengaruhi oleh keadaan atau situasi sejarah pada masanya. Masa Yunani Kuno seperti Herodotus mulai mengesampingkan mitos-mitos dalam penulisan sejarah.
       Melalui kesadaran sejarah tersebut manusia bisa memahami atau bahkan merumuskan gerak sejarah sesuai dengan interpretasinya. Pada abad pertengahan misalnya, dimana kuasa gereja sangat besar turut mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan yang tidak kalah penting adalah filsafat. Beberapa tokoh agama berupaya memberikan interpretasinya terhadap sejarah melalui sudut pandang teologis.
       Pada makalah ini penulis ingin mengulas tentang padangan filsafat sejarah spekulatif yang dikemukakan oleh Santo Augustine dengan judul “Pandangan Santo Augustine terhadap Filsafat Sejarah Spekulatif  abad ke-4”. Penulis akan mengulas mengenai latar belakang pemikiran Santo Augustine, pandangan manusia dalam sejarah, serta gerak sejarah menurut Santo Augustine.

1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah, penulis menyusun rumusan masalah makalah “Pandangan Santo Augustine terhadap Filsafat Sejarah Spekulatif  abad ke-4” sebagai berikut:
1.2.1     Bagaimana kondisi Filsafat pada masa abad pertengahan di Eropa?
1.2.2     Bagaimana pandangan Santo Augustine mengenai manusia dalam sejarah?
1.2.3     Bagaimana gerak sejarah menurut pandangan Santo Augustine?

1.3.  Tujuan
Penulis menyusun makalah Pandangan Santo Augustine terhadap Filsafat Sejarah Spekulatif  abad ke-4dengan tujuan:
1.3.1 Mengetahui kondisi Filsafat pada masa abad pertengahan di Eropa.
1.3.2 Mengetahui pandangan Santo Augustine mengenai manusia dalam sejarah.
1.3.3 Mengetahui gerak sejarah menurut pandangan Santo Augustine.

PEMBAHASAN

2.1Filsafat pada Abad Pertengahan
Filsafat merupakan pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Berpikir filosofi adalah berpikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi dan sistematis dengan menyusun suatu skema atau konsepsi yang menyeluruh.
Filsafat pada abad pertengahan bisa disebut juga dengan abad gelap, hal tersebut dikarenakan tindakan gereja pada saat itu membelenggu kehidupan manusia sehingga manusia itu sendiri tidak memeliki kebebasan. Para ahli pikir pada saat itu pun tidak memiliki kebebasan untuk berpikir. Filsafat pada abad pertengahan diawali pada masa patristik. Patristik berasal dari bahasa Latin, pater yang berarti bapak, yang artinya para pemimpin gereja dipilih dari golongan ahli pikir.
Setelah bahasa gereja Yunani menyebar ke imperium Romawi, dan setelah Raja Konstantin memeluk Kristen pada awal abad ke 4, maka resmilah Kristen sebagai agama imperium. Pada masa transisi dan kekuasaan imperium ke kekuasaan Kristen banyak para pembela Kristen menulis karya-karyanya dalam bahasa Latin. Tersebutlah nama Augustin yang menjadi pelopor filsafat Kristen Latin sekaligus mewakili masa Bapak Gereja baik di Yunani maupun di Latin. (Bambang, 2003:242)
       Markus Aurelius Augustinus atau St. Augustine lahir di Tagaste, Aljazair, Afrika Utara, 13 November 354 M. Ayahnya yang bernama Patricius merupakan seseorang yang tidak beragama hingga akhir hayatnya. Augustine lahir dari rahim seorang ibu yang bernama Santa Monika pemeluk Kristen yang taat. Augustine dibesarkan dalam lingkupan Kristen, meskipun saat masih kecil ia tidak dibaptis. Menginjak dewasa kecerdasaan Augustine mengesankan dan pada umur enak belas tahun ia dikirim ke Carthago untuk menuntut ilmu. Pada umur Sembilan belas tahun, ia memutuskan untuk belajar filosofi. Tidak lama berselang, ia menjadi pemeluk Manichaeisme, suatu agama yang didirkan sekitar tahun 240 M oleh seorang nabi yang bernama Mani. Pada awalnya agama Kristen tidak mempunyai mutu sedangkan Manichaeisme menurutnya masuk akal. Sembilan tahun kemudian, Augustine menyadari apa itu Manichaeisme. Menginjak umur dua puluh Sembilan tahun Augustine pindah ke Roma, namun tidak bertahan lama kemudian ia pindah ke Milan di bagian utara Italia. Di Milan ia menjadi guru besar ilmu retorika. Biskop Milan waktu itu St. Ambrose, Augustine menyimak beberapa khotbahnya yang akhirnya memperkenalkannya pada pengertian dan aspek baru kekristenan yang lebih bernilai. Pada umur tiga puluh dua Augustine menjadi pemeluk Kristen. Tahun 387 Augustine di baptis oleh Ambrose dan setelah itu ia memutuskan untuk kembali ke kota asalanya Tagaste.
Augustine mempercayai hal-hal yang irrasional serta memusuhi filsafat dan akal. Baginya iman lebih meyakinkan daripada akal. Namun, dalam menciptakan ajarannya, ia tetap menggabungkan materialisme dengan Stoicisme. Hal ini dilakukan untuk  memperoleh simpati dari penuntut kebersamaan aspek material dan aspek spiritual seperti terlihat dalam hal penjelmaan. Allah bukan benda, ruh diturunkan dari adam ke anak cucunya dan jiwa adalah ruh internal.oleh karena itu Augustin memasukkan ajaran ini ke dalam ajaran katolik. (Bambang, 2003:243)
Setiap manusia berhak memilih agama yang dianggapnya benar dengan mendapat perlindungan dari Negara. Keberadaan intelektual Yunani yang meyakini kebebasan berpikir ini telah memojokkan dogmatism Kristen. Ajaran-ajaran mereka ini merupakan batu pertama liberalism dan pluralism dalam kesadaran Eropa.
Ketika Augustin datang, ia mencurahkan perhatiannya untuk melakukan teorisasi Kristen Latin dan sistematisasi yang sempurna. Upaya Augustin membuahkan filsafat yang menjadi prototype filsafat Kristen Yunani dan Latin pada masa Bapak Gereja. Augustin sendiri menjadi tokoh bapak Gereja terbesar. Filsafat pasca Augustin, baik yang skolastik, modern, maupun yang kontemporer, semuanya berguru kepada filsafat Augustin. Sebab filsafat Augustin adalah pilihan filsafat yang abadi, baik yang esoteric, eksterik, internal, eksternal, berdimensi waktu, berdimensi ruang, Husserl, Bergson dan seluruh filsuf idealism spiritual mulai awal hingga akhir kesadaran eropa.
Ia menggunakan bahasa filsafat untuk membuktikan keterkaitan filsafat dengan agama, dan agama dengan filsafat. (Bambang, 2003:247)
Setelah masuk Kristen, Augustinus menjelaskan hakikat agama dengan bahasa filsafat untuk menyerang kelompok Kristen yang menyelewengkan agama, baik pada tataran konseptual maupun penjabaran implementatifnya. Dalam pengakuan, ia mengisahkan perkembangan spiritualnya daam sebuah otobiografi yang merekam masa kanak-kanaknya yang pertama, hubungannya dengan teman-temannya, perasaannya tentang kejahatan, hubungannya dengan aliran-aliran filsafat dan kelompok-kelompok agama pada masanya, petualangan asmara, kehadirannya dalam majelis Ambroise untuk mendengarkan anotasinya terhadap surat Paulus, Surat Untuk Orang-Orang Ibrani, dan teorinya tentang keselamatan dengan iman, bukan dengan perbuatan. (Bambang: 2003:248)

2.2 Konsep Manusia menurut Agustinus
        Agustinus merupakan salah satu orang yang berjasa dalam masa keemasan Patristik latin sekitar abad ke-4 (354-430). Agustinus menjadi seorang yang berjasa karena  telah melakukan pertobatan atas kesalahannya selama menjdi manusia hina. Melakukan banyak dosa dan sesat dalam kehidupannya. Hal ini menjadikan seorang Agustinus semakin kuat dalam membangun dirinya sendiri sebagai “militan gereja” dimana dia mengabdi. Peristiwa bersejarah ini yang menyebabkan Agustinus mulai memikirkan secara sederhana mengenai bagaimana anugerah Yesus Kristus dapat turun dan menyinari manusia. Ini bersuberagar bebas dari kutukan dan hal buruk. Ini yang diharapkan oleh Agustinus agar tidak seperti apa yang pernah dialami di masa mudanya.
       Selama Agustinus menjadi Uskup Hippo, pertanyaan mendasar yang sering diucapkan adalah keadaan kehidupan manusia pada waktu itu. Apakah iman dapat menyelamatkan dari kesadaran akan dosa yang sudah diperbuat? Sedangkan segala bentuk perbuatan baik itu terpuji dan tercela sudah dilakukan. Konsep Agustinus mengenai manusia lahr karena konsep awal Agustinus mengenai Tuhan. Tuhan merupakan tingkatan tertinggi yang kemungkinannya kecil untuk dijangkau oleh manusia. Tuhan yang merupakan sebab awal dan memiliki kebenaran absolut. Artinya tidak dapat diragukan lagi atau sifatnya abadi.
      Permulaannya bahwa dengan adanya suatu bentuk tafsiran benar yang sesungguhnya ada, maka diharapkan manusia bisa memahami apa yang sebenarnya ada. Hala yang dilakuan itu adalah berpikir. Tafsiran benar yang absolut dan tidak dapat disangkal ini berkaitan dengan gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia. Gejala ini bisa jadi merupakan media dalam memahami sejauh mana keadaan yang terjadi. Melihat pendapat Agustinus mengenai Tuhan ini membuat perspektif baru, bahwa Tuhan memang yang maha dahsyat dari apapun, kekal, dan siatas segala jenis.
       Produk dari Tuhan ini adalah manusia dan bumi. Adanya manusia diharapkan bisa berpikir dan memahami Tuhan melalui pertanda yang sudah ada. Ini dilakukan untuk menambah keyakinan atas kebenaran yang sudah ada. Awalnya anusia menurut Agustinus itu merupakan makhluk yang sifatnya pasif (diam) dan tidak bergerak. Keterikatan dengan dogma gereja merasuk dalam kehidupan. Lalu manusia setelahnya diharapkan bisa membenarkan ajaran/dogma gereja yang sudah didapat. Ini melalui tahapan kebenaran. Manusia utuh yang membebaskan dirinya dari dosa yang diperbuat dan mengabdikan pada gereja.
       Menurut Agstinus dalam mencari kebenaran, keindahan, kebaikan, sebenarnya manusia itu sudah dibimbing oleh konsep kebenaran, ada keindahan dan ada kebaikan yang absolut. Itu sudah menempel erat dalam jiwa manusia. Manusia diharapkan bisa memahami dirinya sendiri dan Tuhan sebagai tingkatan tertinggi. Dan setelah manusia bisa memahami mengenai Tuhan maka dia akan bisa merasakan keberadaannya karena Tuhan ditemukan karena ada suatu hal dalam diri manusia yakni rasa. Ini diciptakan karena  korelasi antara pemikiran yang terjadi dalam mencari kebenaran dan sikap atau usaha manusia. Menurut Wiramihardja (2007: 54) mengenai pemikiran Agustinus terhadap manusia yang pokok dan penting ada tiga macam, yakni:
  • Iluminasi atau penerangan
Rasio insani hanya dapat abadi jika mendapat penerangan dari rasio ilahi. Ini kesan bahwa manusia adalah prosuk yang pasif.
  • Dunia jasmani yang terus-menerus berkembang
Ini masih tetap bergantung terhadap Tuhan/Allah. Karena penciptaan semua materi ada pada-Nya. Yang terpenting dalam tahap ini manusia mulai berusaha memahami sosok Tuhan dalam hidupnya. Mulai memahami setiap kebenaran yang sudah tercatat dalam alkitab dan proses selama ia hidup. Mencari-mencari kebenaran yang sebenar-benarnya/mutlak.
  • Adanya unsur Platonisme
Disini lebih berpusat pada penataan tubuh manusia. Pandangan Agustinus adalah tubuuh merupakan media penuh kejahatan yang berasal dari dosa. Ini merupakan produk kegagalan adam dan hawa.
       Agustinus sangat membenci aliran skeptisme dan mengajarkan kepada manusia untuk lebih mencari kebenaran dan tidak mudah mempercayai apa yang terjadi dan apa yang ada. Menurut Turnbull (1999: 83) mengenai pendapat Agustinus tentang manusia itu adalah bahwa Agustinus percaya jiwa manusia telah tercemar karena kejatuhan Adam. Semua manusia yang lahir saat itu telah terkena dosa Adam. Ini yang membuat setiap manusia harus bertarung melawan kejahatan atau dosa. Dan hal dilakukan adalah mengabdi dan kembali kepada Tuhan/Allah tingkatan tertinggi. Selain itu, menurut agustinus juga bahwa manusia harus memiliki dua pandangan yang penting dan pokok yakni:
  1. Manusia harus bergantung kepada kedulatan Allah.
  2. Manusia mempunyai tugas merefleksikan Allah di dalam kehidupan sehari-hari (Fatmawati, 2012:3)

2.3  Gerak Sejarah dalam pandangan Santo Agustinus
Filsafat Sejarah Spekulatif merupakan suatu perenungan filsafati mengenai tabiat atau sifat-sifat gerak sejarah, sehingga diketahui srtruktur-dalam yang terkandung dalam proses gerak sejarah dalam keseluruhannya. Menurut Ankersmit (1987: 17), umumnya terdapat tiga hal yang menjadi kajian filsafat sejarah spekulatif, yaitu pola gerak sejarah, motor yang menggerakkan proses sejarah, dan tujuan gerak sejarah.
Menurut para filosof sejarah pengikut metode kontemplatif terdapat tiga pola gerak di mana sejarah berjalan sesuai dengannya, yaitu:
1.      Sejarah berjalan menelusuri garis lurus lewat jalan kemajuan yang mengarah ke depan atau kemunduran yang bergerak ke belakang.
2.      Sejarah berjalan dalam daur kultural yang dilalui kemanusiaan, baik daur saling terputus, dan dalam berbagai kebudayaan yang tidak berkesinambungan atau daur-daur itu saling berjalin dan berulang kembali.
3.      Gerak sejarah tidak selalu mempunyai pola-pola tertentu (Al-Syarqawi, 2007).
Sejarah berjalan melalui garis lurus atau linier, menandakan bahwa sejarah bergerak menuju progress yang lebih baik atau meningkat. Sejarah berjalan mengikuti daur kultural atau siklus berarti sejarah akan terus berulang, misal tentang pola kekuasaan, kebudayaan.
            Kesadaran manusia terhadap sejarah sudah dimulai pada masa kuno (Yunani-Romawi) melalui interpretasi mereka terhadap dunia di sekeliling mereka. Misalnya para filsuf Yunani generasi pertama yang disebut dengan filsuf alam (Thales, Anaximander, Anaximenes) karena berupaya mempertanyakan sejarah asal muasal dunia (penciptaan) dengan memperhatikan dan mempertanyakan alam sekitar. Periode filsafat sejarah barat utamanya pemikiran tentang sejarah sendiri banyak dipengaruhi oleh situasi sejarah pada masanya, dalam hal ini adalah interpretasi berdasarkan agama atau teologis terhadap sejarah.
                Interpretasi teologis terhadap sejarah secara besar-besaran terjadi pada abad pertengahan, dimulai dengan interpretasi teologis Saint Augustine. Menurut Saint Augustine, sejarah berputar di sekitar hal yang baru dan hal yang abadi, dan Allah adalah abadi dan Ia adalah pencipta masa dan Yang Abadi tidak boleh dipahami dan dideskripsikan dari wawasan hal yang baru. Meski demikian, Tuhan dalam kerangka sejarah manusia adalah tuntunan. Karenanya segala hal ihwal sejarah bumi "diarahkan Tuhan Yang Tunggal dan dikendalikan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya" dan "tidak sama sekali bisa diyakini bahwa Ia membiarkan kerajaan-kerajaan manusia di luar hukum-hukum tuntunan-Nya". Karenanya pula, menurut Saint Augustine alam begitu serasi dan bagian-bagiannya begitu teratur, karena ia didasarkan di atas fondasi-fondasi pengukuran, bilangan, dan bentuk. Keteraturan yang terefleksikan dalam alam ini menunjukkan bahwa Tuhan menyusun segala sesuatu sesuai dengan kehendak yang dimaui-Nya.
Jones (1969: 133-134) dalam Wahyu (2013) menyatakan sejarah berjalan dengan suatu tujuan tertentu. Sejarah manusia telah dirancang oleh Tuhan. Ia memerintahkan dan menguji manusia. Agustinus juga mengatakan  bahwa masa lalu manusia menentukan apa yang akan terjadi di masa depan. Seluruh kejadian di dalam sejarah manusia merupakan pelajaran, dan dari sana dapat diambil pelajaran tentang apa yang dibutuhkan bagi keselamatan di masa yang akan datang (aditya-wahyu-fisip12.web.unair.ac.id, Online, diakses 30 Januari 2014).
            Augustinus tidak mempercayai bahwa sejarah adalah suatu siklus. Sejarah lebih dari itu, ia merupakan kejadian yang diatur oleh Tuhan. Jadi, sejarah sebenarnya mempunyai suatu permulaan dan mempunyai akhir. Permulaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan akhirnya ialah kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti ini adalah filsafat sejarah yang dibimbing oleh teologi. Sejarah tidak dapat dijelaskan dengan memperhitungkan factor-faktor ekonomi, sosial, politik; sejarah dapat dipahami menurut hukum-hukum Tuhan (Q-Anees dan Hambali, 2003: 92). Bisa ditekankan disini bahwa keseluruhan peristiwa sejarah terjadi menurut kehendak Tuhan, manusia menerima sebagai takdir Tuhan. Oleh sebab itu motor penggerak utama dalam sejarah adalah Tuhan.
Sesuai dengan interpretasi teologis, sejarah manusia menurut Saint Agustinus merupakan gerak sejarah linier. Tujuan akhir dari gerak sejarah tersebut adalah Kerajaan Tuhan atau Kerajaan Setan, berupa akhir dari pertentangan baik dan buruk. Dari pernyataan tersebut tampak bahwa tujuan akhir dari gerak sejarah merupakan konsep surga-neraka. Karena pentingnya agama Masehi, menurutnya, sampai sejauh yang ada terletak pada penyelamatan itu. Sedang mengenai periode-periode sejarah manusia, ia menolak teori daur ulang sejarah yang dikemukakan Plato dan Herodotus sebelumnya. Sebab inkarnasi al-Masih hanya terjadi sekali saja. Karenanya ia membagi sejarah manusia menjadi tujuh bagian, mirip dengan kisah yang ada dalam kitab suci agama ini; tentang penciptaan alam oleh Tuhan selama enam hari dan kemudian keistirahatan-Nya "pada hari ke tujuh dari semua pekerjaan yang dilakukan-Nya" (Muhzin Z, 2008).
            Periode sejarah manusia menurut Saint Augustine selain didasarkan pada kitab Injil juga digunakan untuk menganalisa sejarah yang terjadi sebelumnya yaitu periode keruntuhan Yunani-Romawi. Santo Agustinus menghimpun suatu teori sejarah berdasarkan fiat voluntas tua itu. Gerak sejarah dunia diibaratkan riwayat hidup manusia, babakan waktu disusun menurut tingkatan-tingkatan hidup manusia. Gerak sejarah manusia menurut Saint Augustine adalah sebagai berikut:

No
Santo Agustinus
Artinya
Zaman
1
Intifia
Bayi
Adam sampai Nuh
2
Pueritia
Kanak-kanak
Sem, Jafet
3
Adulescentia
Pemuda
Ibrahim sampai Daud
4
Inventus
Kejantanan
Daud
5
Gravitas
Dewasa, dewasa bijaksana
Babilonia
6
Kiamat
Tua
Pemilihan antara baik-jahat
Sumber : Maskuj, 2012: humaniora.blogspot.com, diakses 2 Februari 2014

            Santo Augustinus menerangkan bahwa tujuan gerak sejarah ialah terwujudnya kehendak Tuhan dalam civitas dei atau Kerajaan Tuhan. Civitas dei merupakan tempat manusia pilihan Tuhan yang menerima ajaran Tuhan dan yang menolaknya akan ditampung didalam Civitas Diaboli (kerajaan setan) atau neraka. Selanjutnya ia mengajarkan bahwa hakikat sesungguhnya kehidupan adalah penembusan dosa. Seperti yang ia singgung dalam bukunya “The City of God” bahwasanya Adam sebelum di turunkan ke bumi pernah memiliki kehendak bebas dan bisa terbebas dari dosa. Namun karena dia dan Hawa memakan buah apel maka kerusakan pun merasuki mereka dan terwariskan kepada seluruh anak keturunannya, sehingga tak seorang pun dari mereka yang bisa terbebas dari dosa, kecuali berdasarkan upaya mereka sendiri. Oleh karena itu Augustinus mengatakan bahwa hakikat kehidupan manusia di bumi ini hanyalah sebuah penebusan dosa yang dilakukan oleh Adam dan Hawa terdahulu (Maskuj, 2012: humaniora.blogspot.com, diakses 2 Februari 2014). Tujuan akhir sejarah ditekankan pada Kerajaan Tuhan sebagai bentuk kemenangan Tuhan melawan kejahatan melalui penyelamatan atau mesiah.
Menurut Jones (1969: 135) dalam Wahyu (2013) bagi Agustinus, segala peristiwa yang terjadi bukan lah kebetulan. Sebagaimana telah disinggung di atas, Tuhan melakukan pemeliharaan terhadap sejarah manusia. Baginya, terdapat kesatuan dan arah bagi berjalannya sejarah. Sejarah manusia adalah suatu drama yang mengungkapkan akhir yang penuh makna, dan bukan sesuatu yang tidak bermakna. Tidak ada sesuatu yang irasional. Jika manusia tidak dapat mengerti peristiwa di dalam sejarah, maka sesungguhnya hal ini karena manusia belum bisa memahami maksud dari kehendak Tuhan membuat peristiwa tersebut. Ketika manusia telah memahami maksud Tuhan, maka mereka akan memahami alasan terjadinya suatu peristiwa di dalam sejarah yang hal ini berkaitan dengan tujuan akhir dari maksud Tuhan (aditya-wahyu-fisip12.web.unair.ac.id, Online diakses 30 Januari 2014).
Sekali lagi, walaupun masa lalu atau tingkah laku yang dipilih manusia merupakan penentu masa depannya, manusia dalam hal ini tetap memahami bahwa segala peristiwa merupakan kehendak Tuhan. Kita hanya menganalisa suatu peristiwa sejarah untuk menjawab pertanyaan seperti apa maksud Tuhan, mengapa peristiwa sejarah bisa terjadi sedemikian rupa.

3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
       Filsafat pada masa abad pertengahan itu lebih banyak teradopsi oleh dogma-dogma gereja yang kuat. Karena pada masa ini peran gereja melebihi batas kemampuan manusia. Geraja mempunyai wewenang kuat dalam mengatur kehidupan manusia. Salah satu tokoh yang ikut berkontribusi adalah Santo Augustine. Santo Augustine merupakan salah satu diantara banyak bapak gereja. Dan filsafat yang berkembang adalah Filsafat Gereja.
       Santo Agustine dalam melihat Produk dari Filsafat yang diterapkan di geraja itu lebih kepada ajaran Tuhan dan manusia. Adanya manusia diharapkan bisa berpikir dan memahami Tuhan melalui pertanda yang sudah ada. Ini dilakukan untuk menambah keyakinan atas kebenaran yang sudah ada. Awalnya manusia menurut Agustinus itu merupakan makhluk yang sifatnya pasif (diam) dan tidak bergerak. Lalu manusia setelahnya diharapkan bisa membenarkan ajaran/dogma gereja yang sudah didapat. Ini melalui tahapan kebenaran.
       Sedangkan dalam hal spekulatif menurut pandangan Santo Augustine terhadap gerak sejarah yang diterapkan adalah Augustinus tidak mempercayai bahwa sejarah adalah suatu siklus. Sejarah lebih dari itu, ia merupakan kejadian yang diatur oleh Tuhan. Jadi, sejarah sebenarnya mempunyai suatu permulaan dan mempunyai akhir. Permulaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan akhirnya ialah kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti ini adalah filsafat sejarah yang dibimbing oleh teologi. 

 DAFTAR RUJUKAN
Buku
Ankersmith, F. R. 1987. Refleksi tentang Sejarah: Pendapat-pendapat Modern
            tentang Filsafat Sejarah (Terj). Jakarta: Gramedia.

Al-Syarqawi, E. 2007. Gerak Sejarah: Seri I Bahan Ajar Mata Kuliah Filsafat
 Sejarah. Bandung: Universitas Padjajaran.

Snijders, A. 2006. Manusia dan Kebenaran: Sebuah Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius.

Q-Anees, B. & Radea Juli A. Hambali. 2003. Filsafat untuk Umum. Jakarta:
 Pranada Media

Turnbull, N. 1999. Bengkel Ilmu Filsafat. Jakarta: Erlangga.

Wiramihardja, S. 2007. Pengantar Filsafat (Sistematika Filsafat, Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia, Aksiologi). Bandung: Refika Aditama.

Muhzin Z. M. 2008. Makna Sejarah. Bandung: Universitas Padjajaran


Internet
Maskuj. 2012. Tokoh-tokoh Filosof Sejarah. Online. humaniora.blogspot.com.
            diakses 2 Februari 2014
Wahyu, A. 2013. St. Augustine (Augustinus). Online. aditya-wahyu-
            fisip12.web.unair.ac.id, diakses 30 Januari 2014
 

 

No comments:

Post a Comment