Agus
Mujib (110731435540)
Danar
Dwi H (110731435552)
Hilda
Yekti Probohenning (110731435531)
Indah
Kiki Yuliana (110731435551)
Novia
Risqi Suryani (110731435532)
1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Manusia merupakan makhluk sejarah karena
manusia berada dalam sejarah sebagai pelaku sejarah. Sebagai makhluk yang
memiliki sejarah, ada saat dimana manusia mempertanyakan sejarahnya. Misalnya
saja para filsuf Yunani awal yang mempertanyakan sejarah terbentuknya dunia,
makhluk hidup dan sebagainya. Hal semacam itu disebut dengan historisitas.
Kesadaran manusia terhadap sejarah sudah
dimulai sejak manusia mempertanyakan sejarah itu sendiri, dimulai pada Yunani
Kuno atau bahkan sebelum periode Yunani Kuno manusia sudah mempertanyakan
sejarahnya. Pemahaman manusia akan sejarah bisa dipengaruhi oleh keadaan atau
situasi sejarah pada masanya. Masa Yunani Kuno seperti Herodotus mulai
mengesampingkan mitos-mitos dalam penulisan sejarah.
Melalui kesadaran sejarah tersebut
manusia bisa memahami atau bahkan merumuskan gerak sejarah sesuai dengan
interpretasinya. Pada abad pertengahan misalnya, dimana kuasa gereja sangat
besar turut mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan yang tidak
kalah penting adalah filsafat. Beberapa tokoh agama berupaya memberikan
interpretasinya terhadap sejarah melalui sudut pandang teologis.
Pada
makalah ini penulis ingin mengulas tentang padangan filsafat sejarah spekulatif
yang dikemukakan oleh Santo Augustine dengan judul “Pandangan Santo Augustine
terhadap Filsafat Sejarah Spekulatif abad ke-4”. Penulis akan mengulas mengenai latar belakang
pemikiran Santo Augustine, pandangan manusia dalam sejarah, serta gerak sejarah
menurut Santo Augustine.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah, penulis menyusun
rumusan masalah makalah “Pandangan Santo Augustine terhadap Filsafat
Sejarah Spekulatif abad
ke-4” sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana
kondisi Filsafat pada masa abad pertengahan di Eropa?
1.2.2 Bagaimana
pandangan Santo Augustine mengenai manusia dalam sejarah?
1.2.3 Bagaimana
gerak sejarah menurut pandangan Santo Augustine?
1.3.
Tujuan
Penulis menyusun makalah “Pandangan Santo Augustine
terhadap Filsafat Sejarah Spekulatif abad
ke-4” dengan tujuan:
1.3.1 Mengetahui kondisi Filsafat pada masa abad
pertengahan di Eropa.
1.3.2 Mengetahui pandangan Santo Augustine mengenai
manusia dalam sejarah.
1.3.3 Mengetahui gerak sejarah menurut pandangan
Santo Augustine.
PEMBAHASAN
2.1Filsafat pada
Abad Pertengahan
Filsafat merupakan pandangan hidup
seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan
yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang
sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Berpikir
filosofi adalah berpikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi dan
sistematis dengan menyusun suatu skema atau konsepsi yang menyeluruh.
Filsafat pada abad pertengahan bisa
disebut juga dengan abad gelap, hal tersebut dikarenakan tindakan gereja pada
saat itu membelenggu kehidupan manusia sehingga manusia itu sendiri tidak
memeliki kebebasan. Para ahli pikir pada saat itu pun tidak memiliki kebebasan
untuk berpikir. Filsafat pada abad pertengahan diawali pada masa patristik.
Patristik berasal dari bahasa Latin, pater yang berarti bapak, yang artinya
para pemimpin gereja dipilih dari golongan ahli pikir.
Setelah bahasa gereja Yunani
menyebar ke imperium Romawi, dan setelah Raja Konstantin memeluk Kristen pada
awal abad ke 4, maka resmilah Kristen sebagai agama imperium. Pada masa
transisi dan kekuasaan imperium ke kekuasaan Kristen banyak para pembela
Kristen menulis karya-karyanya dalam bahasa Latin. Tersebutlah nama Augustin
yang menjadi pelopor filsafat Kristen Latin sekaligus mewakili masa Bapak
Gereja baik di Yunani maupun di Latin. (Bambang, 2003:242)
Markus Aurelius Augustinus atau St.
Augustine lahir di Tagaste, Aljazair, Afrika Utara, 13 November 354 M. Ayahnya
yang bernama Patricius merupakan seseorang yang tidak beragama hingga akhir
hayatnya. Augustine lahir dari rahim seorang ibu yang bernama Santa Monika
pemeluk Kristen yang taat. Augustine dibesarkan dalam lingkupan Kristen,
meskipun saat masih kecil ia tidak dibaptis. Menginjak dewasa kecerdasaan
Augustine mengesankan dan pada umur enak belas tahun ia dikirim ke Carthago
untuk menuntut ilmu. Pada umur Sembilan belas tahun, ia memutuskan untuk
belajar filosofi. Tidak lama berselang, ia menjadi pemeluk Manichaeisme, suatu
agama yang didirkan sekitar tahun 240 M oleh seorang nabi yang bernama Mani.
Pada awalnya agama Kristen tidak mempunyai mutu sedangkan Manichaeisme
menurutnya masuk akal. Sembilan tahun kemudian, Augustine menyadari apa itu
Manichaeisme. Menginjak umur dua puluh Sembilan tahun Augustine pindah ke Roma,
namun tidak bertahan lama kemudian ia pindah ke Milan di bagian utara Italia.
Di Milan ia menjadi guru besar ilmu retorika. Biskop Milan waktu itu St.
Ambrose, Augustine menyimak beberapa khotbahnya yang akhirnya memperkenalkannya
pada pengertian dan aspek baru kekristenan yang lebih bernilai. Pada umur tiga
puluh dua Augustine menjadi pemeluk Kristen. Tahun 387 Augustine di baptis oleh
Ambrose dan setelah itu ia memutuskan untuk kembali ke kota asalanya Tagaste.
Augustine mempercayai hal-hal yang
irrasional serta memusuhi filsafat dan akal. Baginya iman lebih meyakinkan
daripada akal. Namun, dalam menciptakan ajarannya, ia tetap menggabungkan
materialisme dengan Stoicisme. Hal ini dilakukan untuk memperoleh simpati dari penuntut kebersamaan
aspek material dan aspek spiritual seperti terlihat dalam hal penjelmaan. Allah
bukan benda, ruh diturunkan dari adam ke anak cucunya dan jiwa adalah ruh
internal.oleh karena itu Augustin memasukkan ajaran ini ke dalam ajaran
katolik. (Bambang, 2003:243)
Setiap manusia berhak memilih agama
yang dianggapnya benar dengan mendapat perlindungan dari Negara. Keberadaan
intelektual Yunani yang meyakini kebebasan berpikir ini telah memojokkan
dogmatism Kristen. Ajaran-ajaran mereka ini merupakan batu pertama liberalism
dan pluralism dalam kesadaran Eropa.
Ketika Augustin datang, ia
mencurahkan perhatiannya untuk melakukan teorisasi Kristen Latin dan
sistematisasi yang sempurna. Upaya Augustin membuahkan filsafat yang menjadi
prototype filsafat Kristen Yunani dan Latin pada masa Bapak Gereja. Augustin
sendiri menjadi tokoh bapak Gereja terbesar. Filsafat pasca Augustin, baik yang
skolastik, modern, maupun yang kontemporer, semuanya berguru kepada filsafat
Augustin. Sebab filsafat Augustin adalah pilihan filsafat yang abadi, baik yang
esoteric, eksterik, internal, eksternal, berdimensi waktu, berdimensi ruang,
Husserl, Bergson dan seluruh filsuf idealism spiritual mulai awal hingga akhir
kesadaran eropa.
Ia menggunakan bahasa filsafat
untuk membuktikan keterkaitan filsafat dengan agama, dan agama dengan filsafat.
(Bambang, 2003:247)
Setelah masuk Kristen, Augustinus
menjelaskan hakikat agama dengan bahasa filsafat untuk menyerang kelompok
Kristen yang menyelewengkan agama, baik pada tataran konseptual maupun
penjabaran implementatifnya. Dalam pengakuan, ia mengisahkan perkembangan
spiritualnya daam sebuah otobiografi yang merekam masa kanak-kanaknya yang
pertama, hubungannya dengan teman-temannya, perasaannya tentang kejahatan,
hubungannya dengan aliran-aliran filsafat dan kelompok-kelompok agama pada
masanya, petualangan asmara, kehadirannya dalam majelis Ambroise untuk
mendengarkan anotasinya terhadap surat Paulus, Surat Untuk Orang-Orang Ibrani,
dan teorinya tentang keselamatan dengan iman, bukan dengan perbuatan. (Bambang:
2003:248)
2.2 Konsep
Manusia menurut Agustinus
Agustinus merupakan salah satu orang yang berjasa dalam masa keemasan
Patristik latin sekitar abad ke-4 (354-430). Agustinus menjadi seorang yang
berjasa karena telah melakukan
pertobatan atas kesalahannya selama menjdi manusia hina. Melakukan banyak dosa
dan sesat dalam kehidupannya. Hal ini menjadikan seorang Agustinus semakin kuat
dalam membangun dirinya sendiri sebagai “militan gereja” dimana dia mengabdi.
Peristiwa bersejarah ini yang menyebabkan Agustinus mulai memikirkan secara
sederhana mengenai bagaimana anugerah Yesus Kristus dapat turun dan menyinari
manusia. Ini bersuberagar bebas dari kutukan dan hal buruk. Ini yang diharapkan
oleh Agustinus agar tidak seperti apa yang pernah dialami di masa mudanya.
Selama
Agustinus menjadi Uskup Hippo, pertanyaan mendasar yang sering diucapkan adalah
keadaan kehidupan manusia pada waktu itu. Apakah iman dapat menyelamatkan dari
kesadaran akan dosa yang sudah diperbuat? Sedangkan segala bentuk perbuatan
baik itu terpuji dan tercela sudah dilakukan. Konsep Agustinus mengenai manusia
lahr karena konsep awal Agustinus mengenai Tuhan. Tuhan merupakan tingkatan
tertinggi yang kemungkinannya kecil untuk dijangkau oleh manusia. Tuhan yang
merupakan sebab awal dan memiliki kebenaran absolut. Artinya tidak dapat
diragukan lagi atau sifatnya abadi.
Permulaannya
bahwa dengan adanya suatu bentuk tafsiran benar yang sesungguhnya ada, maka
diharapkan manusia bisa memahami apa yang sebenarnya ada. Hala yang dilakuan
itu adalah berpikir. Tafsiran benar yang absolut dan tidak dapat disangkal ini
berkaitan dengan gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia. Gejala ini
bisa jadi merupakan media dalam memahami sejauh mana keadaan yang terjadi.
Melihat pendapat Agustinus mengenai Tuhan ini membuat perspektif baru, bahwa
Tuhan memang yang maha dahsyat dari apapun, kekal, dan siatas segala jenis.
Produk
dari Tuhan ini adalah manusia dan bumi. Adanya manusia diharapkan bisa berpikir
dan memahami Tuhan melalui pertanda yang sudah ada. Ini dilakukan untuk
menambah keyakinan atas kebenaran yang sudah ada. Awalnya anusia menurut
Agustinus itu merupakan makhluk yang sifatnya pasif (diam) dan tidak bergerak.
Keterikatan dengan dogma gereja merasuk dalam kehidupan. Lalu manusia
setelahnya diharapkan bisa membenarkan ajaran/dogma gereja yang sudah didapat.
Ini melalui tahapan kebenaran. Manusia utuh yang membebaskan dirinya dari dosa
yang diperbuat dan mengabdikan pada gereja.
Menurut
Agstinus dalam mencari kebenaran, keindahan, kebaikan, sebenarnya manusia itu
sudah dibimbing oleh konsep kebenaran, ada keindahan dan ada kebaikan yang
absolut. Itu sudah menempel erat dalam jiwa manusia. Manusia diharapkan bisa
memahami dirinya sendiri dan Tuhan sebagai tingkatan tertinggi. Dan setelah
manusia bisa memahami mengenai Tuhan maka dia akan bisa merasakan keberadaannya
karena Tuhan ditemukan karena ada suatu hal dalam diri manusia yakni rasa. Ini
diciptakan karena korelasi antara
pemikiran yang terjadi dalam mencari kebenaran dan sikap atau usaha manusia.
Menurut Wiramihardja (2007: 54) mengenai pemikiran Agustinus terhadap manusia
yang pokok dan penting ada tiga macam, yakni:
- Iluminasi atau penerangan
Rasio insani hanya dapat abadi jika
mendapat penerangan dari rasio ilahi. Ini kesan bahwa manusia adalah prosuk
yang pasif.
- Dunia jasmani yang terus-menerus berkembang
Ini masih tetap bergantung terhadap
Tuhan/Allah. Karena penciptaan semua materi ada pada-Nya. Yang terpenting dalam
tahap ini manusia mulai berusaha memahami sosok Tuhan dalam hidupnya. Mulai
memahami setiap kebenaran yang sudah tercatat dalam alkitab dan proses selama
ia hidup. Mencari-mencari kebenaran yang sebenar-benarnya/mutlak.
- Adanya unsur Platonisme
Disini lebih berpusat pada penataan
tubuh manusia. Pandangan Agustinus adalah tubuuh merupakan media penuh
kejahatan yang berasal dari dosa. Ini merupakan produk kegagalan adam dan hawa.
Agustinus
sangat membenci aliran skeptisme dan mengajarkan kepada manusia untuk lebih
mencari kebenaran dan tidak mudah mempercayai apa yang terjadi dan apa yang
ada. Menurut Turnbull (1999: 83) mengenai pendapat Agustinus tentang manusia
itu adalah bahwa Agustinus percaya jiwa manusia telah tercemar karena kejatuhan
Adam. Semua manusia yang lahir saat itu telah terkena dosa Adam. Ini yang
membuat setiap manusia harus bertarung melawan kejahatan atau dosa. Dan hal
dilakukan adalah mengabdi dan kembali kepada Tuhan/Allah tingkatan tertinggi.
Selain itu, menurut agustinus juga bahwa manusia harus memiliki dua pandangan
yang penting dan pokok yakni:
- Manusia harus bergantung kepada kedulatan Allah.
- Manusia mempunyai tugas merefleksikan Allah di dalam kehidupan sehari-hari (Fatmawati, 2012:3)
2.3
Gerak
Sejarah dalam pandangan Santo Agustinus
Filsafat
Sejarah Spekulatif merupakan suatu perenungan filsafati mengenai tabiat atau
sifat-sifat gerak sejarah, sehingga diketahui srtruktur-dalam yang terkandung
dalam proses gerak sejarah dalam keseluruhannya. Menurut Ankersmit (1987: 17),
umumnya terdapat tiga hal yang menjadi kajian filsafat sejarah spekulatif,
yaitu pola gerak sejarah, motor yang menggerakkan proses sejarah, dan tujuan gerak sejarah.
Menurut
para filosof sejarah pengikut metode kontemplatif terdapat tiga pola gerak di
mana sejarah berjalan sesuai dengannya, yaitu:
1.
Sejarah
berjalan menelusuri garis lurus lewat jalan kemajuan yang mengarah ke depan
atau kemunduran yang bergerak ke belakang.
2.
Sejarah
berjalan dalam daur kultural yang dilalui kemanusiaan, baik daur saling
terputus, dan dalam berbagai kebudayaan yang tidak berkesinambungan atau
daur-daur itu saling berjalin dan berulang kembali.
3.
Gerak
sejarah tidak selalu mempunyai pola-pola tertentu (Al-Syarqawi, 2007).
Sejarah
berjalan melalui garis lurus atau linier, menandakan bahwa sejarah bergerak
menuju progress yang lebih baik atau meningkat. Sejarah berjalan mengikuti daur
kultural atau siklus berarti sejarah akan terus berulang, misal tentang pola
kekuasaan, kebudayaan.
Kesadaran manusia terhadap sejarah
sudah dimulai pada masa kuno (Yunani-Romawi) melalui interpretasi mereka
terhadap dunia di sekeliling mereka. Misalnya para filsuf Yunani generasi
pertama yang disebut dengan filsuf alam (Thales, Anaximander, Anaximenes)
karena berupaya mempertanyakan sejarah asal muasal dunia (penciptaan) dengan
memperhatikan dan mempertanyakan alam sekitar. Periode filsafat sejarah barat
utamanya pemikiran tentang sejarah sendiri banyak dipengaruhi oleh situasi
sejarah pada masanya, dalam hal ini adalah interpretasi berdasarkan agama atau
teologis terhadap sejarah.
Interpretasi
teologis terhadap sejarah secara besar-besaran terjadi pada abad pertengahan,
dimulai dengan interpretasi teologis Saint Augustine. Menurut Saint Augustine,
sejarah berputar di sekitar hal yang baru dan hal yang abadi, dan Allah adalah
abadi dan Ia adalah pencipta masa dan Yang Abadi tidak boleh dipahami dan
dideskripsikan dari wawasan hal yang baru. Meski demikian, Tuhan dalam kerangka
sejarah manusia adalah tuntunan. Karenanya segala hal ihwal sejarah bumi
"diarahkan Tuhan Yang Tunggal dan dikendalikan-Nya sesuai dengan
kehendak-Nya" dan "tidak sama sekali bisa diyakini bahwa Ia membiarkan
kerajaan-kerajaan manusia di luar hukum-hukum tuntunan-Nya". Karenanya
pula, menurut Saint Augustine alam begitu serasi dan bagian-bagiannya begitu
teratur, karena ia didasarkan di atas fondasi-fondasi pengukuran, bilangan, dan
bentuk. Keteraturan yang terefleksikan dalam alam ini menunjukkan bahwa Tuhan
menyusun segala sesuatu sesuai dengan kehendak yang dimaui-Nya.
Jones (1969: 133-134) dalam Wahyu
(2013) menyatakan sejarah berjalan dengan suatu tujuan tertentu. Sejarah
manusia telah dirancang oleh Tuhan. Ia memerintahkan dan menguji manusia.
Agustinus juga mengatakan bahwa masa lalu manusia menentukan apa yang
akan terjadi di masa depan. Seluruh kejadian di dalam sejarah manusia merupakan
pelajaran, dan dari sana dapat diambil pelajaran tentang apa yang dibutuhkan
bagi keselamatan di masa yang akan datang (aditya-wahyu-fisip12.web.unair.ac.id,
Online, diakses 30 Januari 2014).
Augustinus tidak mempercayai bahwa
sejarah adalah suatu siklus. Sejarah lebih dari itu, ia merupakan kejadian yang
diatur oleh Tuhan. Jadi, sejarah sebenarnya mempunyai suatu permulaan dan
mempunyai akhir. Permulaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan akhirnya ialah
kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti ini adalah
filsafat sejarah yang dibimbing oleh teologi. Sejarah tidak dapat dijelaskan
dengan memperhitungkan factor-faktor ekonomi, sosial, politik; sejarah dapat
dipahami menurut hukum-hukum Tuhan (Q-Anees dan Hambali, 2003: 92). Bisa
ditekankan disini bahwa keseluruhan peristiwa sejarah terjadi menurut kehendak
Tuhan, manusia menerima sebagai takdir Tuhan. Oleh sebab itu motor penggerak
utama dalam sejarah adalah Tuhan.
Sesuai
dengan interpretasi teologis, sejarah manusia menurut Saint Agustinus merupakan
gerak sejarah linier. Tujuan akhir dari gerak sejarah tersebut adalah Kerajaan
Tuhan atau Kerajaan Setan, berupa akhir dari pertentangan baik dan buruk. Dari pernyataan
tersebut tampak bahwa tujuan akhir dari gerak sejarah merupakan konsep
surga-neraka. Karena pentingnya agama Masehi, menurutnya, sampai sejauh yang
ada terletak pada penyelamatan itu. Sedang mengenai periode-periode sejarah
manusia, ia menolak teori daur ulang sejarah yang dikemukakan Plato dan Herodotus
sebelumnya. Sebab inkarnasi al-Masih hanya terjadi sekali saja. Karenanya ia membagi
sejarah manusia menjadi tujuh bagian,
mirip dengan kisah yang ada dalam kitab suci agama ini; tentang penciptaan alam
oleh Tuhan selama enam hari dan kemudian keistirahatan-Nya "pada hari ke
tujuh dari semua pekerjaan yang dilakukan-Nya" (Muhzin Z, 2008).
Periode sejarah manusia menurut
Saint Augustine selain didasarkan pada kitab Injil juga digunakan untuk menganalisa
sejarah yang terjadi sebelumnya yaitu periode keruntuhan Yunani-Romawi. Santo
Agustinus menghimpun suatu teori sejarah berdasarkan fiat voluntas tua
itu. Gerak sejarah dunia diibaratkan riwayat hidup manusia, babakan waktu
disusun menurut tingkatan-tingkatan hidup manusia. Gerak sejarah manusia
menurut Saint Augustine adalah sebagai berikut:
No
|
Santo Agustinus
|
Artinya
|
Zaman
|
1
|
Intifia
|
Bayi
|
Adam
sampai Nuh
|
2
|
Pueritia
|
Kanak-kanak
|
Sem,
Jafet
|
3
|
Adulescentia
|
Pemuda
|
Ibrahim
sampai Daud
|
4
|
Inventus
|
Kejantanan
|
Daud
|
5
|
Gravitas
|
Dewasa,
dewasa bijaksana
|
Babilonia
|
6
|
Kiamat
|
Tua
|
Pemilihan
antara baik-jahat
|
Sumber
: Maskuj, 2012: humaniora.blogspot.com, diakses 2 Februari 2014
Santo Augustinus menerangkan bahwa
tujuan gerak sejarah ialah terwujudnya kehendak Tuhan dalam civitas dei
atau Kerajaan Tuhan. Civitas dei merupakan tempat manusia pilihan Tuhan
yang menerima ajaran Tuhan dan yang menolaknya akan ditampung didalam Civitas
Diaboli (kerajaan setan) atau neraka. Selanjutnya ia mengajarkan bahwa
hakikat sesungguhnya kehidupan adalah penembusan dosa. Seperti yang ia singgung
dalam bukunya “The City of God” bahwasanya Adam sebelum di turunkan ke
bumi pernah memiliki kehendak bebas dan bisa terbebas dari dosa. Namun karena
dia dan Hawa memakan buah apel maka kerusakan pun merasuki mereka dan
terwariskan kepada seluruh anak keturunannya, sehingga tak seorang pun dari
mereka yang bisa terbebas dari dosa, kecuali berdasarkan upaya mereka sendiri.
Oleh karena itu Augustinus mengatakan bahwa hakikat kehidupan manusia di bumi
ini hanyalah sebuah penebusan dosa yang dilakukan oleh Adam dan Hawa terdahulu
(Maskuj, 2012: humaniora.blogspot.com, diakses 2 Februari 2014). Tujuan akhir
sejarah ditekankan pada Kerajaan Tuhan sebagai bentuk kemenangan Tuhan melawan
kejahatan melalui penyelamatan atau mesiah.
Menurut
Jones (1969: 135) dalam Wahyu (2013) bagi Agustinus, segala peristiwa yang
terjadi bukan lah kebetulan. Sebagaimana telah disinggung di atas, Tuhan
melakukan pemeliharaan terhadap sejarah manusia. Baginya, terdapat kesatuan dan
arah bagi berjalannya sejarah. Sejarah manusia adalah suatu drama yang
mengungkapkan akhir yang penuh makna, dan bukan sesuatu yang tidak bermakna.
Tidak ada sesuatu yang irasional. Jika manusia tidak dapat mengerti peristiwa
di dalam sejarah, maka sesungguhnya hal ini karena manusia belum bisa memahami
maksud dari kehendak Tuhan membuat peristiwa tersebut. Ketika manusia telah
memahami maksud Tuhan, maka mereka akan memahami alasan terjadinya suatu
peristiwa di dalam sejarah yang hal ini berkaitan dengan tujuan akhir dari
maksud Tuhan (aditya-wahyu-fisip12.web.unair.ac.id, Online diakses 30 Januari
2014).
Sekali
lagi, walaupun masa lalu atau tingkah laku yang dipilih manusia merupakan
penentu masa depannya, manusia dalam hal ini tetap memahami bahwa segala
peristiwa merupakan kehendak Tuhan. Kita hanya menganalisa suatu peristiwa
sejarah untuk menjawab pertanyaan seperti apa maksud Tuhan, mengapa peristiwa
sejarah bisa terjadi sedemikian rupa.
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat
pada masa abad pertengahan itu lebih banyak teradopsi oleh dogma-dogma gereja
yang kuat. Karena pada masa ini peran gereja melebihi batas kemampuan manusia.
Geraja mempunyai wewenang kuat dalam mengatur kehidupan manusia. Salah satu
tokoh yang ikut berkontribusi adalah Santo Augustine. Santo Augustine merupakan
salah satu diantara banyak bapak gereja. Dan filsafat yang berkembang adalah
Filsafat Gereja.
Santo
Agustine dalam melihat Produk dari Filsafat yang diterapkan di geraja itu lebih
kepada ajaran Tuhan dan manusia. Adanya manusia diharapkan bisa berpikir dan
memahami Tuhan melalui pertanda yang sudah ada. Ini dilakukan untuk menambah
keyakinan atas kebenaran yang sudah ada. Awalnya manusia menurut Agustinus itu
merupakan makhluk yang sifatnya pasif (diam) dan tidak bergerak. Lalu manusia
setelahnya diharapkan bisa membenarkan ajaran/dogma gereja yang sudah didapat.
Ini melalui tahapan kebenaran.
Sedangkan dalam hal spekulatif menurut pandangan Santo Augustine
terhadap gerak sejarah yang diterapkan adalah Augustinus tidak mempercayai
bahwa sejarah adalah suatu siklus. Sejarah lebih dari itu, ia merupakan
kejadian yang diatur oleh Tuhan. Jadi, sejarah sebenarnya mempunyai suatu
permulaan dan mempunyai akhir. Permulaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan
akhirnya ialah kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti
ini adalah filsafat sejarah yang dibimbing oleh teologi.
DAFTAR RUJUKAN
Buku
Ankersmith, F. R. 1987. Refleksi tentang Sejarah: Pendapat-pendapat Modern
tentang Filsafat Sejarah
(Terj). Jakarta: Gramedia.
Al-Syarqawi, E. 2007. Gerak Sejarah: Seri I Bahan Ajar Mata Kuliah Filsafat
Sejarah. Bandung:
Universitas Padjajaran.
Snijders,
A. 2006. Manusia dan Kebenaran: Sebuah
Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius.
Q-Anees, B. & Radea Juli A. Hambali. 2003. Filsafat untuk Umum. Jakarta:
Pranada Media
Turnbull,
N. 1999. Bengkel Ilmu Filsafat.
Jakarta: Erlangga.
Wiramihardja,
S. 2007. Pengantar Filsafat (Sistematika
Filsafat, Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika
dan Filsafat Manusia, Aksiologi). Bandung: Refika Aditama.
Muhzin Z. M. 2008. Makna Sejarah. Bandung: Universitas Padjajaran
Internet
Maskuj. 2012. Tokoh-tokoh
Filosof Sejarah. Online. humaniora.blogspot.com.
diakses
2 Februari 2014
Wahyu, A. 2013. St. Augustine (Augustinus). Online.
aditya-wahyu-
fisip12.web.unair.ac.id,
diakses 30 Januari 2014
No comments:
Post a Comment